DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                11 Januari 2002

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR S - 39/PJ.51/2002 

                            TENTANG

                    FASILITAS PPN ATAS IMPOR BARANG MODAL OLEH PT XYZ 

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 8 Agustus 2001 hal Penegasan Penyelesaian Fasilitas 
PPN Impor PT XYZ, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa PT XYZ telah mengirim surat Nomor XXX 
    tanggal 30 Juli 2001 hal permohonan penegasan mengenai fasilitas PPN Impor atas barang modal 
    PT XYZ Tahun 2000/2001, yang menjelaskan bahwa :
    a.  PT XYZ adalah Kontraktor Batubara berdasarkan Kontrak Kerjasama Batubara (Kontrak 
        Karya) Generasi I Nomor XXX tanggal 14 September 1982 yang telah memperoleh 
        persetujuan atas impor barang modalnya berdasarkan surat BKPM Nomor XXX tanggal 
        21 Maret 2001.
    b.  Atas impor barang modal yang dilakukan oleh PT XYZ tersebut, Kantor Pelayanan Bea dan 
        Cukai Tanjung Priok II tidak memberikan ijin pengeluaran barang modal tersebut karena 
        berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 jo Keputusan Direktur 
        Jenderal Pajak Nomor KEP - 294/PJ./2001 PT XYZ wajib memiliki Surat Keterangan Bebas 
        (SKB) PPN atas impor barang modal.
    c.  Untuk mengatasi masalah di atas, Direktur Pengusahaan Mineral dan Batubara melalui surat 
        Nomor XXX tanggal 11 Juni 2001 kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung 
        Priok II telah memohon agar ketentuan yang mewajibkan PT XYZ memperoleh SKB PPN     
        dapat ditinjau kembali mengingat :
        1)  PT XYZ telah memperoleh persetujuan BKPM atas impor barang modal sebagaimana 
            dimaksud dalam butir a.
        2)  PT XYZ telah mendapat tugas dari Pemerintah untuk mengatasi krisis pasokan 
            batubara PLTU Suralaya dalam rangka memelihara kesinambungan energi listrik di 
            Pulau Jawa.
    d.  Menindaklanjuti surat Direktur Pengusahaan Mineral dan Batubara di atas, Kepala kantor 
        Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Priok II melalui surat Nomor XXX tanggal 5 Juli 2001 telah 
        minta penegasan mengenai masalah ini kepada Direktur PPN dan PTLL. Sebelum menerima 
        surat jawaban dari Direktur PPN dan PTLL, Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Priok II 
        telah mengirimkan Surat Teguran Nomor XXX tanggal 6 Juli 2001 kepada PT XYZ untuk 
        melunasi tagihan PPN atas impor barang modal dalam jangka waktu 21 hari, apabila hal ini 
        tidak dilaksanakan maka akan dikenakan sanksi 2% perbulan.
    e.  PT XYZ melalui surat Nomor XXX tanggal 30 Juli 2001 telah memohon kepada Direktur 
        Pengusahaan Mineral dan Batubara agar tagihan PPN sebagaimana disebut pada butir d dapat 
        diperhitungkan langsung dengan hasil penjualan batubara bagian Pemerintah sesuai Pasal 
        11.3 Kontrak Karya.
    f.  Sesuai Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996, seluruh barang modal yang dimiliki oleh 
        PT XYZ adalah milik Pemerintah.
    g.  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Saudara mohon agar :
        1)  Persetujuan atas pengadaan/impor barang yang telah diberikan oleh BKPM agar 
            dapat dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
        2)  Persyaratan untuk memperoleh SKB PPN atas impor barang modal hendaknya 
            diberikan per-masterlist tidak per shipment.
        3)  Apabila tagihan PPN atas impor barang modal PT XYZ dibebankan kepada Pemerintah 
            maka konsekwensinya akan terjadi pemotongan atas dana hasil produksi batubara 
            Pemerintah sebesar 13,5%.
        4)  Perlu diadakan pertemuan antar lintas Departemen untuk membahas masalah ini 
            dalam rangka menciptakan iklim yang kondusif serta menciptakan kepastian hukum 
            dalam bidang usaha pertambangan batubara.

2.  Sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor S-1032/MK.04/1988 tanggal 15 September 1988 tentang 
    ketentuan perpajakan dalam Kontrak Karya Pertambangan, Kontrak Karya Pertambangan hendaknya 
    diberlakukan atau dipersamakan dengan undang-undang, oleh karena itu ketentuan perpajakan yang 
    diatur dalam kontrak karya diberlakukan secara khusus (lex specialis). Hal yang sama ditegaskan 
    kembali dalam surat Menteri Keuangan Nomor S-1427/MK.01/1992 tanggal 25 November 1992 jo. 
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ.321/1993 tanggal 9 Juni 1993.

3.  Kontrak Karya Nomor XXX tanggal 14 September 1982 antara lain menyebutkan bahwa :
    a.  Pasal 11.2
        Kontraktor harus membayar pajak-pajak kepada Pemerintah sebagai berikut :
        1)  Corporation Taxes
        2)  Witholding taxes on:
            a)  Dividend, Interest dan Royalties on patents at a rate of ten percent (10%)
            b)  Remuneration of Contractor's employees.
            c)  Other payments including but not limitid to fees for technical services at a 
                rate of ten percent (10%).
        3)  Regional Development Tax (IPEDA)
        4)  Sales taxes on services rendered to Contractor in Indonesia at rates not exceeding 
            five percent (5%).
        5)  Stamps duty on loan agreements with financial institution.
        6)  Excise taxes on tobacco and liquor.
    b.  Pasal 11.3
        "With the exception of the taxes as provided for in article 11.2. hereinabove and elsewhere in 
        this Agreement, BATUBARA shall pay and assume and hold Contractor harmless from all 
        present and future Indonesia taxes, duties, rentals and royalties levied by the Government. 
        Without limitation taxes shall include transfer taxes, import and/or export duties on materials, 
        equipment and supplies brought into or taken out of Indonesia, exaction in  respect of 
        property capital, net worth, operations, remittances or transaction including any tax or levy 
        on or in connection with Coal Operations performed hereunder by Contractor, its contractors 
        or sub-contractors,...".

4.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, 
    dengan ini ditegaskan bahwa :
    a.  Direktur Jenderal Pajak menghormati Kontrak Karya adalah Lex Specialis, oleh karena itu 
        maka ketentuan perpajakan yang tercantum dalam Kontrak Karya berlaku khusus, 
        sedangkan ketentuan dalam Undang-undang PPN dan peraturan pelaksanaannya berlaku 
        umum.
        Dengan demikian, PP 144 TAHUN 2000 dan PP 12 TAHUN 2001 beserta peraturan 
        pelaksanaannya berlaku umum bagi PT XYZ, sedangkan ketentuan-ketentuan dalam PKP2B 
        berlaku khusus.
    b.  Kewajiban perpajakan yang harus dilakukan oleh PT XYZ adalah sesuai Pasal 11.2 PKP2B.
    c.  Ketentuan perpajakan lainnya (selain tersebut dalam Pasal 11.2) termasuk atas impor barang 
        modal yang dilakukan oleh PT XYZ telah diatur secara khusus dalam Pasal 11.3 PKP2B.
    d.  Kami menyambut baik atas usulan Saudara untuk melakukan pertemuan antar lintas 
        departemen untuk membahas masalah ini dan hal ini sudah dilakukan dengan koordinasi 
        Deputi Menko Perekonomian.

Demikian untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL

ttd

HADI POERNOMO