DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                       1 Juni 2004

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 388/PJ.52/2004

                             TENTANG

            PERMOHONAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor R-252/IV/2004 tanggal 15 April 2004 hal sebagaimana tersebut
pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa :
    a.  Dalam rangka pekerjaan Pengadaan Telecomunication Monitoring Centre Proyek Sistem
        Informasi Intelijen Badan Intelijen Negara ("BIN") Tahun 2003, dengan keterangan
        pekerjaan proyek sebagai berikut :
        Nama Proyek     :   Proyek Sistem Informasi Intelijen
        Sumber Dana     :   DIP No. 001/L/I/-/2003 tanggal 1 Januari 2003
        No./Tgl.            :   SP-001/PSII/V/2003 tanggal 8 Mei 2003
        Kontrak Nilai Kontrak   :   Rp 33.000.000.000,-
        Pelaksana/NPWP  :   PT ABC/03.173.474.4-012.000
    b.  Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara mengajukan permohonan pembebasan Pajak
        Pertambahan Nilai atas impor barang yang belum diproduksi di dalam negeri untuk kebutuhan
        pertahanan dan keamanan negara.

2.  Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut :
    a.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
        Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
        Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur bahwa :
        Pasal 16B ayat (1)  :   Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak
                        terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk 
                        sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari 
                        pengenaan pajak, untuk :
                        1.  kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di
                            dalam Daerah Pabean;
                        2.  penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau 
                            penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
                        3.  impor Barang Kena Pajak tertentu;
                        4.  pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud 
                            tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah 
                            Pabean; 
                        5.  pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar 
                            Daerah  Pabean di dalam Daerah Pabean.

    b.  Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 38 TAHUN 2003 tentang Perubahan atas
        Peraturan Pemerintah Nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang
        Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari
        Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, mengatur bahwa Barang Kena Pajak Tertentu yang atas
        impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah :
        "Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara,
        alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan
        khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, Tentara
        Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) atau oleh pihak lain
        yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk melakukan impor
        tersebut, dan komponen atau bahkan yang belum dibuat di dalam negeri, yang diimpor oleh
        PT (PERSERO) PINPAD, yang digunakan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk
        keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI".

    c.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak
        Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak
        yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk, antara lain mengatur bahwa :
        Pasal 2 ayat (1)    :   Atas Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea
                    Masuk tetap dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan 
                    atas Barang Mewah berdasarkan ketentuan perundang-undangan 
                    perpajakan yang berlaku.
        Pasal 2 ayat (2)    :   Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), 
                    atas impor sebagian Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari 
                    pungutan Bea Masuk, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan 
                    Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
        Pasal 2 ayat (3)    :   Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk
                    sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah :
                    - huruf k   :   perlengkapan militer termasuk suku cadang 
                                yang diperuntukkan bagi keperluan 
                                pertahanan dan keamanan negara.

    d.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 139/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk
        atas Impor Senjata, Amunisi, termasuk Suku Cadang dan Perlengkapan Militer serta Barang
        dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Diperuntukkan Bagi
        Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara, antara lain mengatur bahwa :
        Pasal 1 butir 1 :   Persenjataan dan amunisi adalah alat utama Angkatan Bersenjata 
                    Republik Indonesia (ABRI) termasuk suku cadang dan perlengkapan 
                    militer yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan 
                    keamanan negara untuk melaksanakan kegiatan dan operasi dalam
                    rangka pelaksanaan tugas pokok ABRI, serta alat pendukung yang 
                    dipergunakan dalam pengoperasian alat utama dalam rangka 
                    pelaksanaan kegiatan dan operasi ABRI, sebagaimana tercantum 
                    dalam Lampiran I Keputusan ini (fotokopi terlampir).
        Pasal 2     :   Atas pemasukan barang-barang sebagaimana dimaksud dalam 
                    Pasal 1 diberikan pembebasan Bea Masuk.

3.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas,
    dengan ini ditegaskan bahwa :
    a.  Impor atas senjata dan atau amunisi yang mendapat fasilitas dibebaskan Pajak Pertambahan
        Nilai adalah impor yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan, TNI, POLRI dan atau pihak
        lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI, POLRI; sedangkan impor atas
        komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri yang mendapat fasilitas dibebaskan
        Pajak Pertambahan Nilai adalah impor yang dilakukan oleh PT (PERSERO) PINPAD, yang
        digunakan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan,
        TNI atau POLRI. Dalam hal ini BIN tidak termasuk sebagai salah satu pihak yang disebutkan
        dalam peraturan perpajakan yang berlaku untuk dapat melakukan importasi yang mendapat
        fasilitas dibebaskan Pajak Pertambahan Nilai.
    b.  Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 231/KMK.03/2001, diatur
        secara limitatif bahwa pemberian pengecualian tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan
        Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah terhadap impor persenjataan, amunisi dan
        alat-alat pendukungnya yang diperuntukkan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok ABRI,
        sesuai dengan lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 139/KMK.05/1997.
    c.  Dengan demikian atas impor barang selain yang tersebut dalam huruf b yang diperuntukkan
        bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara yang dilakukan oleh BIN dan atau pihak lain
        yang ditunjuk oleh BIN tetap terutang Pajak Pertambahan Nilai.

Demikian untuk dimaklumi.



A.n. Direktur Jenderal Pajak,
Direktur PPN dan PTLL,

ttd.

A.Sjarifuddin Alsah
NIP 060044664


Tembusan:
1.  Direktur Jenderal Pajak;
2.  Direktur Peraturan Perpajakan;.
3.  Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan;
4.  PT ABC.