DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 30 November 1999 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 377/PJ.332/1999 TENTANG MASA BUNGA PENAGIHAN PASAL 19 AYAT (1) UU KUP DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 8 September 1999 perihal tersebut pada pokok di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan antara lain : a. Kepala KPP Denpasar telah menerbitkan STP Bunga Penagihan Pasal 19 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 9 TAHUN 1994 (UU KUP) tidak mengacu pada prosedur sehingga bunga mencapai 100 (seratus) bulan. b. Terhadap STP tersebut di atas telah diajukan Peninjauan Kembali oleh Wajib Pajak. c. Dari uraian tersebut di atas dengan memperhatikan : 1) Pasal 13 ayat (2) UU KUP; 2) Pasal 14 ayat (3) UU KUP; 3) Pasal 27A UU KUP; 4) Pasal 21 ayat (4) UU KUP; Mohon penegasan apakah masa bunga penagihan Pasal 19 ayat (1) UU KUP dapat diperlakukan sama dengan masa bunga menurut Pasal 13 ayat (2) UU KUP yaitu dengan batas maksimal 24 bulan agar tidak ada pemikiran bahwa penerimaan pajak berasal dari akumulasi sanksi dan denda. 2. Pasal 19 ayat (1) UU KUP mengatur bahwa apabila atas pajak yang terutang, pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, maka atas jumlah pajak yang tidak dibayar atau kurang dibayar itu, dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. 3. Pasal 36 ayat (1) UU KUP mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat : a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. b. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar. 4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-19/PJ./1995 tanggal 23 Pebruari 1995 tentang Pedoman Tata Usaha Piutang dan Penagihan Pajak mengatur bahwa STP Bunga Penagihan diterbitkan setahun dua kali, yaitu dalam bulan Januari dan bulan Juli. 5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Masa bunga Pasal 19 ayat (1) UU KUP tidak dapat diperlakukan sama dengan Pasal 13 ayat (2) UU KUP karena Pasal 19 ayat (1) UU KUP tidak membatasi penghitungan bunga selama- lamanya dua puluh empat bulan. b. Pasal 14 ayat (3) dan Pasal 27A UU KUP berlaku untuk tahun Pajak 1995 dan seterusnya sedangkan terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan tahun 1994 dan sebelumnya berlaku ketentuan UU Nomor 6 TAHUN 1983, dengan demikian mengingat masa STP bunga penagihan yang diterbitkan mencapai 100 (seratus) bulan maka dalam hal ini perlu diperhatikan mengenai daluwarsa hak fiskus untuk melakukan penagihan pajak. Apabila hak untuk menagih pajak atas ketetapan pajak yang menjadi dasar penerbitan STP bunga penagihan tersebut telah daluwarsa maka secara yuridis STP bunga penagihan tersebut tidak perlu diterbitkan kecuali terdapat hal-hal yang menangguhkan daluwarsa tersebut. c. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan peninjauan kembali atas STP bunga penagihan yang telah diterbitkan, maka dalam penyelesaian permohonan tersebut perlu diperhatikan unsur keadilan antara lain apakah terdapat unsur kekhilafan Wajib Pajak atau alasan-alasan lain sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP. d. Perlu diperhatikan bahwa sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-19/PJ./1995 tanggal 23 Pebruari 1995 penerbitan STP bunga penagihan seharusnya diterbitkan setiap bulan Januari dan bulan Juli. Apabila hal tersebut telah dilaksanakan seharusnya masalah yang Saudara sampaikan tidak perlu terjadi. Demikian untuk dimaklumi. A.n DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd IGN MAYUN WINANGUN