DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      19 Mei 2004

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 359/PJ.53/2004

                            TENTANG

            PENGGUNAAN METODE QQ PADA FAKTUR PAJAK STANDAR

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara kepada Administratur ABC, nomor XXX tanggal 13 Oktober 2003 hal 
sebagaimana tersebut di atas, dimana salah satu tembusannya Saudara tujukan kepada Direktur Jenderal 
Pajak, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengutip penegasan pada butir 4 dan butir 5.2 Surat Edaran Direktur 
    Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.531/2000 tanggal 28 Maret 2000 hal Penggunaan Metode QQ Pada 
    Faktur Pajak Standar, yang antara lain menegaskan bahwa pada dasarnya penggunaan metode QQ 
    pada Faktur Pajak Standar tidak diatur dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun 
    demikian, dengan alasan untuk lebih memberikan kemudahan dan pelayanan yang baik kepada 
    Pengusaha Kena Pajak dan dengan pertimbangan antara lain akan lebih memudahkan pengawasan 
    yang dilakukan oleh fiskus, maka penggunaan metode QQ pada Faktur Pajak Standar tersebut dapat 
    dimungkinkan, yakni dengan mencantumkan penjelasan tambahan (QQ) tersebut pada kolom 
    "Pembeli BKP/Penerima JKP".

2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur:

    a.  Pasal 1 angka 23 menyatakan bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat 
        oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan 
        Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan 
        oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    b.  Pasal 3A ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana 
        dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk 
        dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan 
        Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.

    c.  Pasal 4 huruf a menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan 
        Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

    d.  Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa 
        Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

    e.  Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak 
        untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a 
        atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 
        huruf c.

    f.  Pasal 13 ayat (5) menyatakan bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan 
        tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit 
        memuat:
        (i) Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau 
            Jasa Kena Pajak;
        (ii)    Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau 
            penerima Jasa Kena Pajak;
        (iii)   Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
        (iv)    Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
        (v) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
        (vi)    Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur pajak; dan
        (vii)   Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

3.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.531/2000 tanggal 28 Maret 2000 tentang 
    Penggunaan Metode QQ Pada Faktur Pajak Standar, antara lain menegaskan:

    a.  Butir 1 menyatakan bahwa pada umumnya permohonan penggunaan metode qq pada Faktur 
        Pajak Standar dilatarbelakangi oleh keadaan sebagaimana dapat diilustrasikan sebagai 
        berikut:

        (i) Sub Kontraktor adalah PKP yang secara fisik melakukan penyerahan BKP/JKP kepada 
            Pemilik Proyek sebagai Pemungut PPN dan PPnBM, yang karena suatu kondisi/
            kebijakan tertentu, Sub Kontraktor tidak dapat menandatangani kontrak penyerahan 
            BKP/JKP secara langsung dengan Pemilik Proyek.

        (ii)    Kontraktor Utama adalah PKP yang secara langsung menandatangani kontrak dengan 
            Pemilik Proyek sebagai Pemungut PPN dan PPnBM, yang karena tidak memiliki suatu 
            sarana yang memadai untuk melaksanakan isi kontrak, maka untuk melaksanakan isi 
            kontrak tersebut, Kontraktor Utama mengikat kontrak/perjanjian kepada Sub 
            Kontraktor untuk melaksanakannya. Sehingga dalam hal ini Kontraktor Utama tidak 
            melaksanakan kegiatan secara fisik isi kontrak namun hanya bertindak sebagai 
            perantara/agen. Dengan demikian penyerahan/kegiatan secara fisik yang 
            dilakukannya adalah penyerahan jasa keagenan.

        (iii)   Pemilik Proyek adalah Badan Pemungut yang secara fisik melakukan perolehan BKP 
            atau melakukan pemanfaatan JKP dari Sub Kontraktor yang karena suatu kondisi/
            kebijakan tertentu tidak dapat menandatangani kontrak perolehan BKP/pemanfaatan 
            JKP secara langsung dengan Sub Kontraktor.

    b.  Butir 5.3 antara lain menyatakan bahwa penggunaan metode qq pada faktur Pajak Standar 
        kolom "Pembeli BKP/Penerima JKP" untuk suatu kondisi sebagaimana diilustrasikan pada butir 
        1 di atas, adalah sebagai berikut:

        (i) Faktur Pajak Keluaran diterbitkan oleh Sub Kontraktor, pada kolom "Pembeli BKP/
            Penerima JKP" agar dicantumkan "Nama Kontraktor Utama qq Nama Pemilik Proyek".

        (ii)    PPN dipungut dan disetor oleh Pemilik Proyek selaku Badan Pemungut untuk dan atas 
            nama Sub Kontraktor, dimana pada SSP dicantumkan "Nama Kontraktor Utama qq 
            Nama Sub Kontraktor".

        (iii)   Kontraktor Utama selaku agen tidak berhak mengkreditkan atau meminta restitusi 
            atas PPN yang dipungut oleh Pemilik Proyek selaku Pemungut PPN untuk dan atas 
            nama Sub Kontraktor. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Kontraktor Utama 
            selaku agen hanya yang berhubungan langsung dengan jasa keagenan.

        (iv)    Kontraktor Utama selaku agen wajib memungut PPN dan membuat Faktur Pajak atas 
            penyerahan jasa keagenan sebesar 10% dari komisi yang diterima, dan menyetorkan 
            serta melaporkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku (mekanisme biasa).

4.  Surat Direktur PPN dan PTLL kepada Direktur PT XYZ nomor S-24/PJ.53/2004 tanggal 20 Januari 2004 
    hal Penggunaan Metode QQ Pada Faktur Pajak Standar, menegaskan bahwa:

    a.  Unit usaha PT XYZ, kantor direksi PT XYZ, dan pemasok BKP berturut-turut tidak dapat 
        dipersamakan dengan Pemilik Proyek, Kontraktor Utama, dan Sub Kontraktor, sehingga dalam 
        kasus ini tidak dapat diterapkan metode qq pada Faktur Pajak Standar.

    b.  Atas penyerahan BKP langsung dari rekanan ke unit usaha PT XYZ, dimana kontrak jual-
        belinya dilakukan antara rekanan dengan kantor direksi PT XYZ, tetap wajib diterbitkan Faktur 
        Pajak untuk setiap tahap penyerahan BKP. Faktur Pajak oleh PKP rekanan/pemasok BKP 
        diterbitkan kepada kantor direksi PT XYZ dan besarnya PPN yang terutang dihitung dengan 
        menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Harga Jual. Selanjutnya, kantor direksi PT XYZ 
        menerbitkan Faktur Pajak kepada unit usaha PT XYZ dan besarnya PPN yang terutang dihitung 
        dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Harga Jual setelah dikurangi laba 
        kotor.

5.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2, penegasan pada butir 3 dan butir 4, serta memperhatikan isi 
    surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa:

    a.  Penggunaan metode qq pada Faktur Pajak Standar hanya dimungkinkan penerapannya pada 
        transaksi yang pihak-pihak yang bertransaksi, peran yang dilakukan oleh masing-masing 
        pihak dalam transaksi, dan kondisi yang melatari transaksi tersebut adalah sebagaimana 
        ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak pada butir 3 huruf a di atas.

    b.  Apabila pihak-pihak yang bertransaksi, peran, dan kondisi yang terjadi tidak sama dengan 
        ilustrasi dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tersebut maka penerbitan Faktur Pajak 
        Standar dalam rangka transaksi tersebut tidak dapat menggunakan metode qq, melainkan 
        harus diterbitkan dengan mekanisme biasa yaitu Faktur Pajak Standar diterbitkan untuk setiap 
        penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak pada setiap tahapan transaksi.

    c.  Kepada PT XYZ sudah pernah diberikan penegasan mengenai penggunaan metode qq pada 
        Faktur Pajak Standar dengan surat penegasan sebagaimana dimaksud pada butir 4 (fotokopi 
        terlampir).

    d.  Oleh karena itu, kepada Saudara diminta untuk mengkaji kembali kondisi yang melatari 
        penegasan Saudara tersebut untuk lebih memastikan apakah metode qq pada Faktur Pajak 
        Standar dapat diterapkan terhadap kasus tersebut. Dalam hal kondisi dimaksud adalah sama 
        dengan kondisi pada butir 1 surat nomor S-24/PJ.53/2004, kepada Saudara diminta untuk 
        memperbaiki surat jawaban Saudara tersebut.

Demikian disampaikan untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd

A. SJARIFUDDIN ALSAH