DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                              8 April 2002

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 333/PJ.51/2002

                             TENTANG

    PERMOHONAN PEMBEBASAN PPN IMPOR UNTUK NON PROJECT TYPE GRANT AID DARI JEPANG

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor: XXXXX tanggal 9 Januari 2002 Perihal seperti tersebut pada pokok 
surat dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
    a.  Pemerintah Indonesia mendapatkan "Non Project Type Grant Aid" dari Pemerintah Jepang 
        melalui koordinasi Bappenas senilai 2.500.000.000, yang tertuang dalam "Exchange of Note" 
        tanggal 21 Maret 2001.
    b.  Bappenas bermaksud memanfaatkan sebagian dana tersebut untuk mengimpor asphalt 
        maksimal sebesar 624.000.000.
    c.  Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah mengusulkan untuk mengimpor asphalt dan 
        menunjuk PT. WKI sebagai pengguna (End User).
    d.  Saudara mengajukan permohonan agar dapat diberikan Surat Keterangan Bebas PPN dan PPh 
        pasal 22 atas impor Asphalt tersebut diatas.

2.  Berdasarkan perjanjian Pemanfaatan Dana Hibah Non-Project Grant Aid 2000/2001 diketahui antara 
    lain:
    a.  Pihak-pihak yang terlibat adalah:
        1)  Bappenas sebagai PIHAK PERTAMA.
        2)  PT. WKI sebagai PIHAK KEDUA.
        3)  Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah sebagai PIHAK KETIGA. 
    b.  Pemerintah Jepang pada tahun anggaran 2000/2001 memberikan hibah dalam bentuk Non 
        Project Grant Aid sebesar 2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta yen) untuk selanjutnya 
        disebut "hibah" kepada pemerintah Indonesia untuk mendukung neraca pembayaran luar 
        negeri sesuai dengan Exchange of Note tanggal 21 Maret 2001 untuk selanjutnya disebut 
        "Exchange Note".
    c.  PIHAK PERTAMA bermaksud memanfaatkan dana hibah tersebut untuk mengimpor barang 
        yang diusulkan PIHAK KETIGA dan PIHAK KETIGA menunjuk PIHAK KEDUA sebagai pengguna 
        (End User) sesuai dengan Minutes of Discussion on implementation of the Japan's Non Project 
        Grant Aid 2000 for the Goverment of Indonesia (Procurement of Asphalt) tanggal 22 Oktober 
        2001. PHAK KEDUA menyetujui pelaksanaan pengaturan sesuai dengan ketentuan dan 
        persyaratan sebagaimana tercantum dalam perjanjian.
    d.  PIHAK PERTAMA bermaksud memanfaatkan sebagian dana hibah maksimal 624.000.000 
        (enam ratus dua puluh empat juta yen) tersebut untuk mengimpor asphalt yang untuk 
        selanjutnya disebut "barang" yang diusulkan PIHAK KETIGA selanjutnya digunakan PIHAK 
        KEDUA dan PIHAK KEDUA menyetujui untuk melaksanakan pengaturan sesuai dengan 
        ketentuan persyaratan sebagaimana tercantum dalam perjanjian.
    e.  PIHAK PERTAMA mengimpor barang yang dipesan PIHAK KEDUA sebagaimana diuraikan pada 
        kontrak pengadaan (Purchase Contract) No NP RI00-001 tanggal 23 Oktober 2001 untuk 
        pembelian asphalt senilai 624.000.000 (enam ratus dua puluh empat juta yen) antara JICS 
        yang mewakili PIHAK PERTAMA dengan IIC selanjutnya disebut Purchase Contract No NP 
        RI00-001.
    f.  PIHAK PERTAMA setuju untuk menyalurkan barang sebagaimana tercantum dalam Purchase 
        Contract No NP RI00-001 kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA setuju untuk menjual 
        barang dari PIHAK PERTAMA sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang tercantum dalam 
        perjanjian.
    g.  Ruang lingkup Perjanjian penyaluran dan penggunaan barang berupa asphalt senilai 
        612.144.500 (enam ratus dua belas juta seratus empat puluh empat ribu lima ratus yen) 
        dikurangi biaya angkutan (freight) sebagaimana tercantum dalam Purchase Contract No NP 
        RI00-001 tanggal 23 Oktober 2001 yang diimpor dengan menggunakan dana hibah Non 
        Project Grant Aid 2000/2001.

3.  Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai : 
    a.  Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tanggal 30 November 1995 tentang Bea Masuk, 
        Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan 
        Pajak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah 
        atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan 
        Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2001  tanggal 18 Mei 2001 menetapkan antara lain: 
        1)  Pasal 2 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang 
            terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor dan penyerahan Barang dan Jasa 
            dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana 
            pinjaman luar negeri, tidak dipungut.
        2)  Pasal 3 Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau 
            diperoleh kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang 
            dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan 
            dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah.
    b.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 tentang 
        Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995  tentang Bea Masuk, Bea Masuk 
        Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak 
        Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan hibah atau 
        Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri 
        Keuangan Nomor: 486/KMK.04/2000  tanggal 20 November 2000, menetapkan antara lain:
        1)  Pasal 1 huruf a Proyek Pemerintah adalah proyek yang tercantum dalam Daftar Isian 
            Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, termasuk proyek yang 
            dibiayai dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP)/Subsidiary Loan Agreement 
            (SLA).
        2)  Pasal 1 huruf d Dokumen lain yang dipersamakan dengan DIP adalah dokumen 
            rencana anggaran tahunan proyek, yang ditampung dalam Daftar Isian Pembiayaan 
            Proyek (DIPP), Surat Pengesahan Anggaran Biaya Proyek (SPABP), Rencana 
            Pembiayaan Tahunan (RPT), Surat Rincian Pembiayaan Proyek Perkebunan (SRP3), 
            Rencana Anggaran Biaya (RAB), Daftar Isian Penerusan Pinjaman Luar Negeri 
            (DIPPLN), Surat Keputusan Otorisasi (SKO), dan dokumen lain yang ditetapkan oleh 
            Menteri Keuangan.
        3)  Pasal 1 huruf e Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP) atau Sub-sidiary Loan 
            Agreement (SLA) adalah perjanjian penerusan pinjaman antara Pemerintah RI cq. 
            Departemen Keuangan dengan BUMN/BUMD/ PEMDA sehubungan dengan proyek yang 
            dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA dan dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman 
            luar negeri yang diterus pinjamkan (two step loan).

4.  Ketentuan Pajak Penghasilan
    a.  Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas 
        Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, disebutkan bahwa unit 
        tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek 
        Pajak, yaitu:
        1)  dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
        2)  dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD;
        3)  penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau 
            Daerah, dan
        4)  Pembukuan diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
    b.  Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Pajak Penghasilan antara lain diatur bahwa atas 
        imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, 
        dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh 
        badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha 
        tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau 
        bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang berwajib membayarkan sebesar 15% 
        (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto.
    c.  Pasal 3 ayat (1) huruf a dan b Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tanggal 
        30 April 2001 tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya 
        Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah dengan 
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.03/2001  diatur bahwa dikecualikan dari 
        pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah impor barang dan atau penyerahan barang 
        yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan 
        dan impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan 
        Nilai.
    d.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 305/PJ./2001 tanggal 18 April 2001 tentang
        Jenis Jasa lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 
        (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang pajak Penghasilan sebagaimana 
        telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 antara lain diatur bahwa: 
        1)  Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa perantara;
        2)  Besarnya perkiraan penghasilan neto sehubungan dengan jasa perantara adalah 40% 
            dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
        3)  Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi 
            dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian 
            jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara 
            pemberian jasa dengan material/ barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak.

5.  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dengan ini ditegaskan bahwa:
    a.  Pajak Pertambahan Nilai
        Impor asphalt sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 dilakukan tidak dalam rangka 
        pelaksanaan Proyek Pemerintah sebagaimana dimaksud pada butir 3 di atas, sehingga PPN 
        yang terutang atas impor asphalt tersebut di atas tetap harus dibayar.
    b.  Pajak Penghasilan 
        1)  Impor barang berupa Asphalt Drum Penetrasi 60/70 tersebut tidak termasuk sebagai 
            impor barang yang dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 
            sebagaimana dimaksud dalam butir 4 huruf c di atas;
        2)  Namun sepanjang barang impor berupa Asphalt Drum Penetrasi 60/70 tersebut 
            merupakan milik Bappenas dan impornya dilakukan oleh PT WKI dengan Bappenas 
            sebagai indentor, maka perlakuan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:
                -   Atas impor barang tersebut tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
                -   PT. WKI selaku importir diwajibkan terlebih dahulu menyetor Pajak 
                Penghasilan Pasal 25 sebesar 15% (lima belas persen) dari "handling fee" 
                yang diterimanya.
        3)  Apabila PT. WKI juga bertindak sebagai penyalur atau penjual Asphalt Drum Penetrasi 
            60/70 kepada pihak lain dan hasil penjualan tersebut disetorkan kepada Bappenas, 
            maka penghasilan yang diterima atau diperoleh PT. WKI sebagai imbalan atas 
            penyaluran atau penjualan asphalt tersebut termasuk dalam pengertian imbalan 
            sehubungan dengan jasa perantara yang dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan 
            Pasal 23 sebesar 15% x 40% atau 6% (enam persen) dari jumlah bruto tidak 
            termasuk PPN.

Demikian untuk dimaklumi.




Direktur Jenderal,

ttd.

Hadi Poernomo
NIP 060027375