DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 28 April 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 323/PJ.331/2006 TENTANG PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-203/WPJ.20/0609/2005 TANGGAL 27 OKTOBER 2005 ATAS NAMA PT. ABC NPWP : XXX DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal XXX perihal pada pokok di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan : a. Terhadap Saudara telah diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-203/WPJ.20/KP.0609/2005 tanggal 27 Oktober 2005 tentang Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak oleh Kepala KPP Jakarta Kramat Jati. b. Keputusan tersebut merupakan pelaksanaan dari adanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.06432/PP/M.II/16/2005 yang diucapkan tanggal 21 September 2005 mengenai permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-64/WPJ.20/2005 tanggal 3 Mei 2005 mengenai Surat Ketetapan pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPN Masa Pajak Januari s/d Desember 2002 Nomor : 00046/207/02/005/04 tanggal 1 Juni 2004 atas nama PT. ABC NPWP : XXX alamat Jl. XXX, tidak dapat diterima. c. Saudara mengajukan permohonan "Peninjauan Kembali" atas keputusan dimaksud karena melakukan kekhilafan dan bukan faktor yang disengaja kepada Direktur Jenderal Pajak dengan alasan sebagai berikut : c.1. Terdapat Koreksi Positif Fiskus terhadap dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp 5.387.242.037,-. Koreksi tersebut merupakan jumlah diskon yang diberikan oleh media TV kepada Klien (sebagai pemasang iklan) melalui agen periklanan. Diskon termaksud disebut dengan istilah Spot Bonus yang merupakan tambahan waktu tayangan iklan yang diberikan Media TV kepada pemasang iklan apabila telah mencapai target nilai tayangan tertentu dalam tahun berjalan, sehingga bentuk Spot Bonus bukan merupakan sejumlah uang tertentu. Dengan demikian, menurut Saudara hal termaksud bukan merupakan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak yang terutang PPN. c.2. Aktivitas dari perusahaan dapat digambarkan sebagai berikut : Klien memberikan pekerjaan (order) kepada Agen Periklanan, dalam hal ini PT. ABC, untuk memasang iklan di Media TV. Atas order tersebut, PT. ABC menggunakan jasa Media House untuk menempatkan pemasangan iklan dimaksud, yaitu PT. DEF. Selanjutnya PT. DEF menghubungi Media TV untuk merencanakan pemasangan iklan. Penggunaan Media House berfungsi agar dapat diberikan Spot Bonus apabila Target Nilai Tayangan tercapai. Media TV hanya memberikan Spot Bonus melalui Media House, tidak diberikan kepada Agen Periklanan apabila Taret Nilai Tayangan tidak tercapai. c.3. Saudara merujuk angka 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-10/PJ.3/1998 tanggal 15 Juni 1998 tentang Perlakuan Perpajakan atas Perusahaan Periklanan yang menjelaskan bahwa "Atas pemberian Spot Bonus yang dilakukan oleh Perusahaan Media maupun oleh Perusahaan Periklanan tetap terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak." Terdapat Spot Bonus yang diberikan perusahaan Media TV kepada PT. ABC, yang mana transaksi tersebut tidak langsung kepada PT. DEF, tetapi melaui Media House, Agen Periklanan, kemudian baru kepada klien. Atas Spot Bonus tersebut, Media TV tidak memungut PPN kepada Media House, demikian juga Media House tidak memungut PPN kepada Agen Periklanan, dan Agen Periklanan tidak pula memungut PPN kepada klien. Hal ini terjadi dikarenakan ketidaktahuan Saudara (Wajib Pajak) atas prosedur pengenaan PPN seperti yang dimaksud dalam SE-10/PJ.3/1998 2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU PP) antara lain mengatur : 2.1. Pasal 77 Ayat (1) : Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Ayat (3) : Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. 2.2. Pasal 91 : Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut : a. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setela perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu; b. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda; c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1 huruf b dan c); d. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; atau e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.3. Pasal 92 Ayat (1) : Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap. Ayat (2) : Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf b dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. Ayat (3) : Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf d, dan huruf e dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim. 3. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disampaikan bahwa : a. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-203/WPJ.20/KP.0609/2005 dimohon untuk dilakukan "Peninjauan Kembali" oleh Saudara merupakan pelaksanaan dari adanya Putusan Pengadilan pajak Nomor : Put.06432/PP/M.II/16/2005 yang diucapkan tanggal 21 September 2005. b. Pasal 77 ayat (1) UU PP menyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai hukum tetap, sehingga upaya hukum selanjutnya yang dapat dilakukan oleh Saudara adalah dengan mengajukan Peninjauan Kembali Ke Mahakamah Agung, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 77 ayat (3) UU PP, sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 UU PP. Demikian untuk dimaklumi. a.n. Direktur Jenderal Direktur, ttd. Herry Sumardjito NIP 060061993 Tembusan : Direktur Jenderal Pajak.