DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 20 Maret 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 319/PJ.53/2001 TENTANG PROSEDUR PEMUNGUTAN PPN PENJUALAN KAVLING TANAH MATANG UNTUK PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor xxxxxxx tanggal 27 Nopember 2000 dan nomor xxxxxxx tanggal 15 Januari 2001 hal tersebut pada pokok surat, dengan ini kami berikan penjelasan sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara tersebut dijelaskan bahwa berkaitan dengan surat nomor S-137/PJ.531/2000 yang menegaskan keharusan Saudara sebagai PKP Real Estate untuk memungut PPN atas penjualan Kavling tanah matang, Saudara menanyakan pelaksanaan teknis dari kewajiban tersebut : a. Apakah dasar dari pemungutan PPN bangunan, karena pembeli tidak segera melakukan pembangunan rumahnya, b. Apakah nilai yang dicantumkan di Akte Jual Beli hanya nilai tanah atau nilai tanah dan bangunan dengan diberi catatan atas nilai bangunan yang tidak diterima tetapi PPN bangunannya sudah disetor. c. Atas jumlah PPN bangunan yang Saudara laporkan dalam SPT Masa PPN seringkali dikaitkan dengan omset penjualan perusahaan. 2. Berdasarkan Pasal 16 C Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000. PPN dikenakan atas Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. 3. Sesuai Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 554/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang Dilakukan Tidak Dalam Kegiatan Usaha atau Pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan dan Hasilnya Digunakan Sendiri atau Digunakan Pihak Lain, PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri ditetapkan sebesar 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau yang dibayarkan pada setiap bulannya dan harus dibayar seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. 4. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-01/PJ.32/1997 tanggal 5 Juni 1997 yang masih berlaku sampai dengan saat ini, ditegaskan bahwa dalam hal perolehan tanah kavling pada kawasan Real Estate terjadi sesudah tanggal 1 Januari 1995, maka : - Kegiatan membangun sendiri oleh pemilik kavling dianggap dibangun oleh PKP Real Estate; - Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling sehubungan dengan pembangunan rumah tersebut dilaporkan kepada PKP Real Estate setiap bulan, dan dianggap sebagai pembayaran termin. Berdasarkan laporan pemilik kavling, PKP Real Estate harus memungut PPN yang terutang kepada pemilik kavling, kemudian menyetor dan melaporkannya dalam SPT Masa PPN pada bulan yang bersangkutan. - Apabila rumah tersebut telah selesai dibangun, PKP Real Estate harus menentukan nilai bangunan rumah tersebut sesuai dengan patokan harga yang berlaku. Dalam hal nilai bangunan yang dihitung oleh PKP Real Estate lebih besar dari jumlah pembayaran termin yang telah dilaporkan oleh pemilik kavling, maka atas selisih tersebut harus dipungut PPN, disetor dan dilaporkan oleh PKP Real Estate dalam SPT Masa PPN bulan yang bersangkutan. Apabila patokan harga yang berlaku lebih kecil daripada jumlah pembayaran termin maka DPP yang dipakai adalah jumlah pembayaran termin dan atas selisih tersebut tidak dapat direstitusi. 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 4 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : 5.1. Dalam hal Saudara melakukan penjualan tanah kavling saja, maka atas penjualan tanah kavling tersebut terlebih dahulu dikenakan PPN atas penjualan tanah kavling sebesar 10% x (harga jual tanah - 20% x harga jual tanah). 5.2. Pada saat pemilik kavling membangun sendiri rumahnya maka atas kegiatan membangun sendiri dianggap dibangun oleh PT. IAC sebagai PKP Real Estate sehingga PT.IAC berkewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang terutang atas bangunan yang dibangun oleh pemilik kavling tersebut dengan DPP sebesar nilai bangunan (tidak termasuk harga tanah) yang dihitung oleh PT. IAC seandainya bangunan tersebut dibangun oleh PT.IAC. Pemungutan PPN atas bangunan/rumah tersebut dilakukan pada saat bangunan tersebut mulai dibangun dengan tahapan sebagai berikut : a. Pada saat pemilik kavling membangun rumahnya, pemilik kavling melaporkan seluruh biaya yang dikeluarkan atas pembangunan rumah tersebut dan berdasarkan laporan tersebut, PT.IAC memungut PPN terutang, menyetor dan melaporkannya pada SPT Masa PPN bulan yang bersangkutan sebagaimana melaporkan PPN yang dipungut atas penyerahan bangunan yang dilakukan oleh PT. IAC. b. Setelah bangunan tersebut selesai dibangun, PT.IAC harus menentukan nilai bangunan sesuai dengan patokan harga yang berlaku. Apabila nilai bangunan yang dihitung oleh PT.IAC lebih besar dari jumlah biaya yang dilaporkan oleh Pemilik Kavling maka atas selisih tersebut, oleh PT.IAC dipungut PPN. 5.3. Sepanjang pemilik kavling tersebut memperoleh tanah kavling sesudah 31 Desember 1994 dan membangun sendiri atau melalui pihak kontraktor (tidak dibangun oleh PT. IAC) serta pemungutan PPN atas bangunan yang dilakukan oleh Saudara telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diuraikan pada butir 5.2, maka PPN yang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh PT.IAC adalah merupakan PPN atas bangunan yang dibangun oleh pemilik kavling sendiri dan atas hal tersebut PT.IAC hanya menerima nilai penjualan atas tanah saja (tidak ada nilai bangunan). 5.4. Berkaitan dengan butir 5.3. tersebut, maka nilai bangunan yang dibangun sendiri oleh pembeli kavling tidak perlu dilaporkan pada SPT PPh Badan PT.IAC karena bukan hasil penjualan PT. IAC. Demikian untuk dimaklumi. a.n. Direktur Jenderal ttd. I Made Gde Erata NIP. 060044249 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak 2. Direktur Peraturan Perpajakan