DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   17 Maret 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 231/PJ.313/2005

                            TENTANG

     PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS UPAH PUNGUT PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 7 Januari 2005 perihal tersebut di atas kepada Kepala 
KPP BUMN yang salah satu tembusannya dikirimkan kepada kami, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai 
berikut :

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
    a.  PT ABC Unit Pemasaran I memungut Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dan 
        menyetorkannya ke rekening kas daerah. Atas pemungutan tersebut, Pemerintah Propinsi 
        membayar biaya pemungutan kepada PT ABC Unit Pemasaran I sesuai dengan peraturan 
        yang berlaku. Pemerintah Propinsi Kepulauan Riau memotong PPh Pasal 21 atas upah pungut 
        tersebut sebesar 15%.
    b.  Selanjutnya Wajib Pajak meminta penegasan apakah pemotongan PPh Pasal 21 oleh Pemda 
        tersebut telah sesuai dengan peraturan yang berlaku mengingat Pemda-pemda yang lain tidak 
        melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas upah pungut tersebut.
    c.  Atas permasalahan tersebut Saudara berpendapat bahwa upah pungut sebagaimana dimaksud 
        di atas merupakan penghasilan kena pajak yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh 
        Badan sepanjang upah pungut tersebut tidak dibebankan pada APBD Pemerintah Propinsi 
        Kepulauan Riau. Dalam hal pembayaran upah pungut tersebut dibebankan kepada APBD, 
        maka harus dipotong PPh Pasal 23 sesuai dengan angka 5 Lampiran II KEP - 170/PJ./2002.

2.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), diatur bahwa :
    a.  Pasal 21 ayat (1) huruf b, pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan 
        sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun 
        yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh 
        Bendaharawan Pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan 
        pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
    b.  Pasal 23 ayat (1) huruf c, atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam 
        bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak badan 
        dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar 
        negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh 
        pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan 
        neto atas :
        1)  sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
        2)  imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa 
            konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan 
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

3.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 dan Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 
    KEP - 170/PJ./2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud 
    Dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur 
    bahwa :
    a.  Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa 
        catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali 
        apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan 
        material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak.
    b.  Jasa selain jasa-jasa yang terdapat dalam Lampiran II Keputusan ini yang pembayarannya 
        dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan 
        Belanja Daerah, perkiraan penghasilan netonya adalah sebesar 10% dari jumlah bruto tidak 
        termasuk PPN.

4.  Berdasarkan hal-hal tersebut, dengan ini kami sampaikan bahwa :
    a.  Penghasilan berupa upah pungut sebagaimana dimaksud di atas bukan merupakan objek PPh 
        Pasal 21 dan juga bukan objek PPh Pasal 23. Namun dalam hal pembayaran upah pungut 
        tersebut berasal dari sumber dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran 
        Pendapatan dan Belanja Daerah maka wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% X 10% atau 
        1,5% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
    b.  Penghasilan upah pungut tersebut harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan tahun 
        pajak yang bersangkutan.

Demikian harap maklum.




DIREKTUR,

ttd.

HERRY SUMARDJITO