DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     4 Maret 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 214/PJ.52/2003

                            TENTANG

 PERMOHONAN PENEGASAN TENTANG KEWAJIBAN DAN BATASAN TANGGUNG JAWAB PERPAJAKAN BAGI PKP
              YANG MELAKUKAN PENYERAHAN BKP/JKP KEPADA BADAN PEMUNGUT

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara nomor : XXX tanggal 7 Januari 2003 hal sebagaimana tersebut di atas, 
dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa PT. ABC melakukan transaksi dengan badan-
    badan tertentu sebagai Pemungut PPN (sebagai PKP Rekanan). Dalam hal ini, PT. ABC menanyakan 
    beberapa hal sebagai berikut:
    a.  Sebagai pihak yang melakukan penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN, apakah PKP 
        Rekanan berkewajiban untuk mengawasi pelaksanaan penyetoran dan pelaporan PPN terutang 
        oleh Badan Pemungut? Apabila dalam praktik Badan Pemungut tidak melakukan penyetoran 
        dan pelaporan PPN yang dipungut, apakah PKP Rekanan bertanggungjawab terhadap hal 
        tersebut?
    b.  Dalam hal terdapat pemeriksaan pajak terhadap PKP Rekanan dan ditemukan transaksi 
        sebagaimana disebutkan dalam huruf a di atas, apakah PKP Rekanan memiliki tanggung jawab 
        renteng untuk menanggung PPN terutang akibat kelalaian Badan Pemungut?
    c.  Apabila PKP Rekanan mempunyai kewajiban untuk mengawasi pelaksanaan penyetoran PPN 
        yang telah dipungut dan pelaporannya dalam SPT Masa Badan Pemungut, apakah terdapat 
        ketentuan hukum yang mengatur pendelegasian wewenang kepada PKP Rekanan untuk 
        melaksanakan pengawasan dan aturan mengenai tata cara pelaksanaan pengawasan 
        tersebut?

2.  Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara 
    Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 
    2000, mengatur bahwa dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan Wajib Pajak adalah orang 
    pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan 
    untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu;

3.  Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-382/PJ./2002 tentang Pedoman 
    Pelaksanaan Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan 
    Atas Barang Mewah Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha Kena Pajak Rekanan, 
    mengatur antara lain sebagai berikut:

    Huruf D angka 1     :   Pemungut PPN wajib memungut, menyetor, dan melapor PPN dan 
                    PPn BM atas:
                    1)  Penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh PKP 
                        Rekanan;
                    2)  Pemanfaatan BKP tak berwujud dari Luar Daerah Pabean 
                        di dalam Daerah Pabean;
                    3)  Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah 
                        Pabean.

    Huruf E angka 3     :   Penyetoran PPN dan PPn BM kepada Bank Persepsi atau Kantor Pos 
                    dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah terjadinya 
                    pembayaran tagihan;

    Huruf G angka 1     :   Faktur Pajak dan SSP yang PPN dan PPnBMnya telah disetorkan 
                    kepada Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor Pos dan Giro merupakan 
                    bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPn BM;

    Huruf G angka 2     :   PKP Rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat 
                    menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN baik untuk sebagian 
                    maupun seluruh pembayaran;

    Huruf G angka 3 butir d :   Faktur Pajak Standar dibuat dalam rangkap 3 (tiga), yang masing-
                    masing diperuntukkan sebagai berikut:
                    -   lembar ke-1 untuk Badan-badan Tertentu;
                    -   lembar ke-2 untuk arsip PKP Rekanan;
                    -   lembar ke-3 untuk KPP melalui Badan-badan Tertentu.

    Huruf G angka 3 butir e :   Badan badan tertentu wajib membubuhkan cap "Disetor tanggal 
                    ... " dan menandatanganinya pada setiap lembar Faktur Pajak 
                    Standar;

    Huruf G angka 5 butir a :   SSP dibuat atas nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak PKP 
                    Rekanan, sedangkan yang menandatangani adalah Pemungut PPN 
                    sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan.

    Huruf G angka 5 butir b :   Untuk Pemungut PPN, SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) yang 
                    masing-masing diperuntukkan sebagai berikut:
                    -   lembar ke-1 untuk PKP Rekanan;
                    -   lembar ke-2 untuk KPP melalui KPKN;
                    -   lembar ke-3 untuk PKP Rekanan untuk dilampirkan pada 
                        SPT;
                    -   lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos;
                    -   lembar ke-5 untuk arsip Badan-badan Tertentu.

    Huruf J angka 1 butir c :   Pemungut PPN wajib melaporkan PPN dan PPn BM yang dipungut dan 
                    disetor kepada KPP dimana Pemungut PPN tersebut terdaftar paling 
                    lambat pada hari ke-20 (dua puluh) setelah bulan dilakukan 
                    Pembayaran tagihan;

    Huruf K         :   Pemungut PPN, termasuk dalam pengertian Wajib Pajak dan 
                    Penanggung Pajak sesuai Pasal 1 Angka 1 dan angka 25 Undang-
                    undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara 
                    Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
                    undang Nomor 16 TAHUN 2000, maka kepadanya dapat diterbitkan 
                    Surat Tagihan Pajak dan atau Surat Ketetapan Pajak.

4.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan 3 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, 
    dengan ini kami tegaskan sebagai berikut:
    a.  Sebagai PKP, PT. ABC dalam hal melakukan penyerahan kepada Pemungut PPN mempunyai 
        kewajiban hanya sampai dengan menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat 
        menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN baik untuk sebagian maupun seluruh 
        pembayaran.
    b.  Untuk selanjutnya, mekanisme pengawasan terhadap Pemungut PPN dalam hal pelaksanaan 
        kewajiban perpajakan, diatur sebagai berikut:
        1)  Pembubuhan tanda tangan dan tanggal penyetoran pada Faktur Pajak yang diterima 
            Pemungut PPN dari PKP Rekanan;
        2)  Penyetoran PPN dan PPn BM kepada Bank Persepsi atau Kantor Pos dilakukan paling 
            lambat 15 (lima belas) hari setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan;
        3)  Pelaporan PPN dan PPn BM yang dipungut dan disetor kepada KPP di tempat 
            Pemungut PPN terdaftar, yang harus disampaikan paling lambat pada hari ke-20 
            (dua puluh) setelah bulan dilakukannya pembayaran tagihan;
        4)  Pemungut PPN termasuk dalam pengertian Wajib Pajak, sehingga dalam hal 
            Pemungut PPN tidak melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang 
            berlaku maka kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak dan atau Surat 
            Ketetapan Pajak.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL,
DIREKTUR PPN DAN PTLL

ttd

I MADE GDE ERATA