DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 23 Juni 1999 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 210/PJ.333/1999 TENTANG TANGGAPAN ATAS QUESTIONNAIRE PENYELIDIKAN CVD UNI EROPA ATAS EKSPOR POLYESTER STAPLE FIBER DARI INDONESIA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 31 Mei 1999 perihal tersebut di atas khususnya berkaitan dengan pertanyaan No.3 Section C, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : Gambaran Umum Sistem Perpajakan Indonesia Sistem perpajakan Indonesia menganut sistem self assessment yaitu memberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban pajaknya. Fiskus dalam hal ini melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaannya. Pajak penghasilan menganut prinsip "taxable" dan "deductible". Sedangkan untuk mendorong investasi di bidang usaha tertentu dan atau didaerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 1. Pajak Penghasilan a. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri (world-wide income). Sementara untuk Wajib Pajak luar negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia akan dipotong pajak sebesar 20% atau tarif yang lebih rendah sesuai dengan tax treaty yang berlaku. b. Objek Pajak Yang menjadi Objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. c. Tarif Pajak Tarif pajak penghasilan yang diterapkan atas pengahasilan kena pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi, badan, dan Bentuk Usaha tetap/permanent establisment adalah sebagai berikut : Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak -------------------------------------------------------------------------------- Rp 0 sampai dengan Rp 25.000.000,- 10% di atas Rp 25.000.000,- s/d Rp 50.000.000,- 15% diatas Rp 50.000.000,- 30% d. Kompensasi kerugian Kerugian yang terjadi pada suatu tahun pajak dikompensasikan dengan penghasilan yang diperoleh mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan lima tahun. e. Fasilitas Perpajakan Fasilitas perpajakan diberikan untuk mendorong investasi di bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu berupa : - Penyusutan dan amortisasi dipercepat. - Kompensasi kerugian dapat lebih dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10. - Pengurangan Pajak Penghasilan atas sisa laba sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (1) huruf a dan ayat (4)/branch profit tax Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 (UU PPh). 2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) a. Objek PPN PPN dikenakan atas : 1) penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; 2) impor BKP; 3) penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh pengusaha; 4) pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah pabean; 5) pemanfaatan JKP dari luar Daerah pabean di dalam Daerah pabean; 6) Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak. b. Tarif PPN PPN menggunakan tarif tunggal sebesar 10% yang dikenakan untuk barang impor dan barang manufaktur, sebagian besar jasa, dan pada pedagang eceran dengan batas peredaran usaha tertentu. Untuk ekspor Barang Kena Pajak dikenakan PPN dengan tarif 0%. c. PPn BM Selain dikenakan PPN, atas barang mewah tertentu yang diimpor atau diproduksi di dalam negeri dikenakan PPnBM dengan tarif 10%, 20%, 25%, atau 35%. Jenis barang yang tergolong barang mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Objek PBB adalah bumi dan atau bangunan. Besarnya pajak terutang adalah sebesar 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). NJKP ditetapkan dengan tarif serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak, persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dikenakan pada orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Besarnya pajak terutang adalah sebesar 5% dikalikan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya nilai NPOPKP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak dikurangi dengan Rp 30.000.000,- yang merupakan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak kena Pajak (NPOPTKP). 5. Bea Meterai Objek Bea Meterai yang terutang Bea Meterai Rp. 2000,- adalah surat perjanjian dan surat-surat lainnya, akta Notaris termasuk salinannya, akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya, surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,-, surat berharga dan efek yang harga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,-. Sementara Objek Bea Meterai yang terutang Bea Meterai Rp.1.000,- adalah surat yang memuat jumlah uang antara Rp. 250.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,-, surat berharga dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang nilai nominalnya antara Rp. 250.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,-. Jika surat yang memuat jumlah uang, surat berharga dan efek yang nilai nominalnya tidak lebih dari Rp. 250.000,- tidak terutang Bea Meterai. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR JENDERAL, ttd A. ANSHARI RITONGA