DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               27 Oktober 2000

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                       NOMOR S - 2039/PJ.513/2000

                             TENTANG

        PERMOHONAN PENGHAPUSAN PPN ONGKOS ANGKUT, PPh PASAL 22 DAN PPN 
            ATAS PENJUALAN BAPOK DAN PPN ANGKUTAN BERAS PNS

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Gubernur Propinsi Irian Jaya Nomor XXXXX tanggal 29 Agustus 2000 perihal tersebut
di atas, dengan ini dapat kami berikan penjelasan sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut Gubernur Irian Jaya mengajukan permohonan agar PPN ongkos angkut, PPh 
    Pasal 22 dan PPN atas penyerahan Bapok subsidi serta PPN ongkos angkutan beras PNS dapat 
    dihapuskan dengan alasan : 
    a.  Bahwa jiwa subsidi tersebut adalah untuk meringankan biaya hidup masyarakat yang memang 
        mempunyai daya beli yang rendah.
    b.  Supaya harga Bapok dapat terjangkau oleh masyarakat.
    c.  Mahalnya ongkos angkutan udara untuk mengangkut beras PNS tersebut.
    d.  Pelaksanaan penyerahan Bapok tersebut akan dilakukan oleh PD. IB sebagai rekanan Pemda 
        Irian Jaya.

2.  Berdasarkan proposal PD. IB kepada Pemda Irian Jaya bahwa : 
    a.  Barang-barang kebutuhan sehari-hari (Bapok) yang sudah disubsidi yang akan dikirimkan 
        ke daerah-daerah pedalaman Irian Jaya meliputi : minyak goreng, sabun, garam, gula pasir, 
        tepung terigu, mie kering dan pakaian jadi.
    b.  Barang-barang kebutuhan lain yang sedang dimintakan untuk disubsidi meliputi : ikan/daging 
        dalam kaleng, mie kering, batteray, alat dapur, alat pertanian, minyak tanah, pakaian jadi 
        (anak sekolah) dan bahan bangunan (semen, tripleks, atap seng, paku).

3.  Berkenaan dengan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) :
    a.  Sesuai dengan Pasal 3 jo. Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 sebagaimana 
        telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999, bahwa yang 
        termasuk jenis barang yang tidak dikenakan PPNadalah barang-barang kebutuhan pokok 
        yang terdiri dari beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai dan garam baik yang beriodium 
        maupun yang tidak beriodium.
    b.  Sesuai dengan Pasal 9 jo. Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 sebagaimana 
        telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999, bahwa yang 
        termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan pajakadalah jasa di bidang angkutan umum yang 
        meliputi :
        1)  Jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, maupun di sungai yang dilakukan 
            oleh Pemerintah maupun oleh Swasta;
        2)  Jasa angkutan umum udara luar negeri, termasuk di dalamnya jasa angkutan dalam 
            negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar 
            negeri tersebut.
    c.  Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 56 TAHUN 1988 jo. Pasal 2 
        Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 1287/KMK.04/1988 tanggal 23 Desember 1988, 
        tentang Penunjukan Badan-badan Tertentu dan Bendaharawan untuk Memungut dan Menyetor 
        Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), PPN dan 
        PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak oleh 
        Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah yang pembayarannya melalui Bendaharawan 
        dipungut dan disetor oleh Bendaharawan atas nama Pengusaha Kena Pajak rekanan 
        Pemerintah. Bendaharawan dalam hal ini meliputi : Bendaharawan Pemerintah Pusat dan 
        Daerah baik Daerah Propinsi maupun Daerah Kabupaten atau Daerah Kota.
    d.  Sesuai dengan pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 1287/KMK.04/1988 tanggal 
        23 Desember 1988 disebutkan bahwa PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Bendaharawan 
        dalam hal :
        1)  Pembayaran yang jumlah tidak melebihi Rp. 500.000,00 yang tidak merupakan 
            pembayaran yang terpecah-pecah, PPN dan atau PPnBM yang terutang untuk jumlah 
            Pembayaran tersebut disetor sendiri oleh rekanan yang bersangkutan.
        2)  Pembayaran untuk pembebasan tanah.
        3)  Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak yang PPN-nya Ditanggung 
            Pemerintah.
        4)  Pembayaran atas penyerahan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN 
            berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
        5)  Pembayaran atas penyerahan BBM dan Bukan BBM oleh PERTAMINA.
        6)  Pembayaran atas jasa telekomunikasi yang diserahkan oleh Perumtel.
        7)  Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan 
            penerbangan.
        8)  Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut Undang-
            undang PPN 1984 tidak terutang PPN.

4.  Berkenaan dengan ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) : 
    a.  Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
        Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 
        1994 ditetapkan bahwa besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar 
        sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan sebesar Pajak Penghasilan yang terutang 
        menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi 
        dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang 
        dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam 
        Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam 
        bagian tahun pajak.
    b.  Dalam Pasal 1 huruf b dan Pasal 2 ayat (1) huruf b Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
        450/KMK.04/1997 tanggal 26 Agustus 1997 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan
        Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 
        444/KMK.04/1999 tanggal 7 September 1999, ditetapkan bahwa Direktorat Jenderal 
        Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah 
        Daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang, ditunjuk sebagai Pemungut 
        PPh Pasal 22, Adapun besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang 
        sebagaimana dimaksud adalah sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.

5.  Sehubungan dengan ketentuan di atas serta memperhatikan isi surat Saudara dengan ini kami 
    berikan penegasan bahwa : 
    a.  Barang kebutuhan pokok (Bapok) yang telah disubsidi ataupun belum sebagaimana dimaksud
        pada butir 2 diatas tidak termasuk dalam jenis barang yang tidak dikenakan PPN kecuali 
        garam. Oleh karena itu dalam setiap penyerahan Bapok (kecuali garam) dari PD. IB kepada 
        Pemda Irian Jaya terutang PPN. Dengan memperhatikan ketentuan pada butir 3, maka atas 
        setiap penyerahan Bapok kecuali garam dari PD. IB kepada Pemda Irian, Bendaharawan 
        Pemda Irian diwajibkan untuk memungut, menyetor, dan melapor PPN terutang atas 
        penyerahan tersebut, kecuali apabila pembayarannya tidak melebihi Rp. 500.000,00 
        sebagaimana dimaksud dalam butir 3.d angka 1.
    b.  Disamping itu, jasa angkut Bapok dan beras PNS tidak dikenakan PPN apabila pengangkutan 
        dilakukan dengan menggunakan jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau maupun 
        di sungai, atau dengan menggunakan jasa angkutan udara dalam negeri yang merupakan 
        bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan jasa angkutan udara luar negeri. 
        Sedangkan apabila pengangkutan dilakukan dengan menggunakan jasa angkutan udara 
        dalam negeri tetap dikenakan PPN.
    c.  Permohonan Saudara untuk mendapatkan penghapusan dari kewajiban memungut PPh 
        Pasal 22 atas pembayaran subsidi kepada PD. IB tidak dapat kami pertimbangkan karena 
        PPh Pasal 22 tersebut merupakan kewajiban PD. IB yang memperoleh pembayaran dari 
        Bendaharawan Pemerintah. Kewajiban PPh Pasal 22 tersebut tidak akan membebani 
        masyarakat, karena pemungutan PPh Pasal 22 merupakan pembayaran pendahuluan PD. IB 
        yang dapat dikreditkan di akhir tahun, sehingga apabila terdapat lebih bayar dimintakan 
        restitusi ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PD. IB terdaftar.

Demikian untuk menjadi maklum.



Direktur Jenderal,

ttd.

Machfud Sidik
NIP. 060043114