DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               20 Oktober 2000

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                       NOMOR S - 1993/PJ.532/2000

                             TENTANG

                     PERMOHONAN PEMBEBASAN PPN, PPn BM, DAN PPh IMPOR

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudari Nomor XXXXX tanggal 16 Agustus 2000 hal sebagaimana tersebut pada 
pokok surat, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa sehubungan dengan adanya bantuan berupa 1 (satu) unit 
    BWT Compact Ultraviolet Disinfection Plant merk BWT, dengan ini barang bantuan sebesar RM 
    75.000,00 (FOB), dari BWT-AG Austria kepada Direktorat Jenderal Pengembangan Perkotaan, 
    Departemen Pemukiman dan Pengembangan Wilayah dalam rangka pelaksanaan bantuan kemanusiaan 
    bencana alam di Propinsi Bengkulu, Saudari mengajukan permohonan pembebasan Pajak Pertambahan 
    Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Pasal 22.

2.  Pajak Pertambahan Nilai 
    a.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan 
        Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
        11 TAHUN 1994, antara lain mengatur hal-hal sebagai berikut : 
        a.1.    Pasal 4 huruf b menyatakan bahwa atas impor Barang Kena Pajak dikenakan Pajak 
            Pertambahan Nilai (PPN).
        a.2.    Pasal 5 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa atas impor Barang Kena Pajak Yang 
            Tergolong Mewah disamping dikenakan PPN juga dikenakan Pajak Penjualan atas
             Barang Mewah (PPnBM).
    b.  Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan, Pasal 25 ayat (1) huruf e 
        menyatakan bahwa atas impor barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, 
        sosial, atau kebudayaan, diberikan fasilitas berupa Pembebasan Bea Masuk. Penjelasan pasal 
        tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan "barang keperluan amal dan sosial" adalah 
        barang yang semata-mata ditujukan untuk keperluan amal/sosial dan tidak mengandung unsur 
        komersial, seperti bantuan untuk bencana alam atau pemberantasan wabah penyakit.
    c.  Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
        Peraturan Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999, Pasal 24 menyatakan bahwa atas impor Barang
        Kena Pajak yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan Pabean dibebaskan dari 
        pungutan Bea Masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh Menteri 
        Keuangan.
    d.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 132/KMK.04/1999 tanggal 8 April 1999 tentang Perlakuan 
        PPN dan PPnBM Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk, 
        antara lain mengatur :
        d.1.    Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa atas impor BKP yang dibebaskan dari pungutan 
            Bea Masuk sesuai Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan, PPN 
            dan PPnBM yang terutang tetap dipungut.
        d.2.    Pasal 2 huruf c menyatakan bahwa PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana 
            dimaksud dalam Pasal 1 tidak dipungut terhadap impor Barang Kena Pajak (BKP) 
            tertentu yaitu barang-barang yang berupa hadiah atau berdasarkan bantuan teknik 
            kerjasama dan pemberian lain dengan cara cuma-cuma dari Pemerintah Asing, Badan 
            Luar Negeri, Badan atau Organisasi Internasional, Organisasi Swasta lainnya, kepada
            Pemerintah Pusat atau Daerah, Lembaga/Badan, Palang Merah Indonesia, dan kepada 
            Organisasi Keagamaan di dalam negeri yang mendapat rekomendasi dari Departemen
            Agama.
    e.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ.52/1999 tanggal 14 Mei 1999 hal 
        Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 132/KMK.04/1999 
        tanggal 8 April 1999 tentang Perlakuan PPN dan PPnBM Atas Impor BKP yang Dibebaskan dari 
        Pungutan Bea Masuk, antara lain mengatur :
        e.1.    Butir 3 menyatakan bahwa untuk memperoleh fasilitas PPN yang terutang tidak 
            dipungut, Lembaga/Badan yang mengimpor BKP harus memiliki Surat Keterangan PPN 
            Yang Terutang Tidak Dipungut dengan cara mengajukan permohonan kepada Direktur 
            Jenderal Pajak c.q. Direktur PPN dan PTLL dengan dilampiri dokumen berupa Surat 
            Keterangan dari pemberi hadiah/bantuan bahwa barang tersebut diberikan secara 
            cuma-cuma/tidak diperjualbelikan, dan rekomendasi dari Departemen terkait bahwa 
            barang tersebut tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan permohonan tersebut, 
            Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Keterangan PPN Yang Terutang Tidak 
            Dipungut.
        e.2.    Butir 4 menyatakan bahwa lembaga/badan yang telah memperoleh fasilitas atas impor 
            Barang Kena Pajak PPN yang terutang tidak dipungut, apabila kemudian ternyata 
            mengalihkan barang tersebut kepada pihak lain, maka PPN dan PPnBM yang 
            seharusnya terutang harus dibayar kembali ditambah dengan sanksi administrasi 
            berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
    f.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 huruf a sampai dengan huruf e di atas, dan memperhatikan 
        isi surat Saudari pada butir 1 di atas, dengan ini disampaikan bahwa atas impor 1 (satu) unit 
        BWT Compact Ultraviolet Disinfection Plant merk BWT, dari BWT-AG Austria, untuk bantuan 
        kemanusiaan bencana alam di Propinsi Bengkulu, dengan keterangan dari pemberi bantuan/
        hadiah bahwa barang tersebut diberikan secara cuma-cuma/tidak diperjualbelikan (donation),
        maka PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut, yang pelaksanaannya dilakukan oleh 
        Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di tempat memasukkan barang.

3.  Pajak Penghasilan 
    a.  Keputusan Menteri Keuangan nomor 450/KMK.04/1997 tanggal 26 Agustus 1997 tentang 
        Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta 
        Tatacara Penyetoran dan Pelaporannya, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan 
        Menteri Keuangan nomor 444/KMK.04/1999 tanggal 7 September 1999, Pasal 3 ayat (1) 
        huruf b angka 3 dan angka 4, dan Pasal 3 ayat (3) menyatakan bahwa dikecualikan dari 
        pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk berupa barang
        kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan. Pelaksanaan 
        pengecualian PPh Pasal 22 ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    b.  Berdasarkan ketentuan pada butir a di atas, maka atas impor 1 (satu) unit BWT Compact 
        Ultraviolet Disinfection Plant merk BWT, dengan nilai barang sebesar RM 75,000.00 yang 
        merupakan hadiah dari BWT-AG Austria untuk bantuan kemanusiaan bencana alam di Propinsi 
        Bengkulu, dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 apabila impor barang tersebut 
        dibebaskan dari pemungutan Bea Masuk. Pelaksanaan pengecualian dilakukan oleh DJBC di 
        tempat memasukkan barang.
        
        Namun demikian, apabila impor tersebut dilakukan oleh importir lain dengan Direktorat 
        Jenderal Pengembangan Perkotaan sebagai indentor, maka importir yang bersangkutan 
        diwajibkan menyetor PPh Pasal 25 sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai handling fee 
        yang diterima.

Demikian untuk dimaklumi. 



Direktur Jenderal,

ttd.

Machfud Sidik
NIP 060043114