DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 8 Januari 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 16/PJ.42/2003 TENTANG PENJELASAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DAN DISKONTO OBLIGASI YANG DIPERDAGANGKAN DAN ATAU DILAPORKAN PERDAGANGANNYA DI BURSA EFEK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 22 Juli 2002 perihal pertanyaan terkait Peraturan Pemerintah No. 6 TAHUN 2002 bersama ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara menanyakan hal-hal sebagai berikut: a. Suatu obligasi ditawarkan di pasar perdana (IPO). Obligasi tersebut kemudian diperjualbelikan di pasar sekunder, sementara pencatatannya di bursa baru efektif beberapa hari setelah itu. Apakah tarif PPh final 20% sudah dapat dikenakan ?; b. Perusahaan efek bertindak sebagai pedagang perantara dan kustodian (sub-registry), menjalankan amanat beli dari nasabahnya (bukan pemotong pajak). Apabila perusahaan efek tersebut mempunyai obligasi dimaksud dan menjualnya langsung kepada nasabahnya. Siapakah yang harus memotong PPh atas bunga atau diskonto ?; Jika yang melakukan pemotongan PPh adalah perusahaan efek, maka akan tampak dalam bukti potong nama dan NPWP pemotong dan yang dipotong adalah sama. Dokumen/informasi tambahan apa yang perlu disiapkan oleh perusahaan efek untuk membuktikan bahwa transaksi tersebut bukan merupakan jual-beli obligasi dari dan kepada dirinya sendiri ?; c. Nasabah wajib Pajak bukan WAPU, menyimpan obligasi di bank kustodian. Nasabah tersebut melakukan pembelian obli Langsung dari penjualan. Siapa yang harus memotong PPh atas bunga dan diskonto ?; d. Transaksi antar Reksadana (< 5 tahun) yang bank kustodiannya sama. Siapa yang harus membuat bukti potong, Reksadana beli atau bank kustodian ?; e. Investor asing memberikan amanat beli kepada perusahaan efek lokal dan investor asing tersebut menjadi nasabah bank kustodian. - Siapa yang harus memotong PPh atas bunga dan diskonto yang diterima investor asli tersebut ? - Berapa besar tarifnya ? - Apakah berlaku tax treaty ? 2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 TAHUN 2002 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan/atau dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek, diatur bahwa: Pasal 2, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final, kecuali bagi Wajib Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6. Pasal 3, besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2: a. Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebesar: 1) 20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) 2) 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi. b. Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar: 1) 20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) 2) 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest). c. Atas diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar: 1) 20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) 2) 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi. 3. Berdasarkan Pasal 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-241/PJ./2002 tentang Tata Cara dan Prosedur Pelaksanaan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek, diatur bahwa: Ayat (1), pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari obligasi yang diperdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek, dilakukan oleh: a. Penerbit obligasi (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran: (i) atas bunga yang diterima atau diperoleh pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga; dan (ii) atas diskonto yang diterima atau diperoleh pemegang obligasi dengan kupon dan obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo obligasi. b. Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara (dealer) atas bunga dan diskonto obligasi dengan kupon dan obligasi tanpa bunga yang diterima atau diperoleh penjual obligasi pada saat transaksi. c. Perusahaan efek (broker), bank, dana pensiun dan reksadana, selaku pembeli obligasi langsung tanpa melalui pedagang perantara atas bunga dan diskonto obligasi dengan kupon dan obligasi tanpa bunga yang diterima atau diperoleh penjual obligasi pada saat transaksi. Ayat (2), dalam hal penjualan obligasi langsung tanpa melalui pedagang perantara dilakukan kepada pihak-pihak lain selain pemotong pajak tersebut pada ayat (1) huruf c, maka pihak-pihak yang melakukan pencatatan mutasi hak kepemilikan obligasi (sub-registry) wajib melakukan pemotongan dengan cara memungut Pajak Penghasilan final yang terutang dari penjual obligasi sebelum mutasi hak kepemilikan dapat dilakukan. Ayat (3), dalam hal penjualan obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memerlukan pencatatan mutasi hak kepemilikan obligasi melainkan hanya atas unjuk, maka pemotongan Pajak Penghasilan final dilakukan oleh penerbit obligasi (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran, dari pembeli/pemegang obligasi pada saat: a. jatuh tempo bunga, untuk penghasilan bunga yang dihitung berdasarkan masa kepemilikan penuh sejak tanggal jatuh tempo bunga terakhir; b. jatuh tempo obligasi, untuk penghasilan diskonto yang dihitung berdasarkan masa kepemilikan penuh sejak tanggal penerbitan perdana obligasi; kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa penjual obligasi dimaksud adalah bank, dana pensiun atau reksadana yang dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan atau pihak lain yang telah dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan, maka masa kepemilikan penuh dikurangi dengan masa kepemilikan penjual obligasi tersebut. 4. Berdasarkan butir 5 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.42/2002 tanggal 27 Mei 2002 tentang Pelaksanaan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek, diatur bahwa untuk tujuan perpajakan, perusahaan efek (broker) dilarang melakukan transaksi jual beli obligasi dari dan ke dirinya sendiri. 5. Berdasarkan butir 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), antara lain diatur: Huruf a, Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan fotokopi Surat Keterangan Domisili tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang membayar penghasilan terdaftar; Huruf b, asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut. Dalam hal Surat Keterangan Domisili akan digunakan untuk lebih dari satu pembayar penghasilan, maka Wajib Pajak luar negeri dapat menyampaikan fotokopi yang telah dilegalisasi Kepala KPP tempat salah satu pihak pembayar penghasilan terdaftar kepada pihak yang membayar penghasilan. Kepala KPP yang melegalisasi fotokopi tersebut wajib memegang aslinya. 6. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini dapat diberikan penegasan bahwa: a. Atas penghasilan bunga dan atau diskonto obligasi yang diperdagangkan di pasar sekunder setelah obligasi tersebut ditawarkan di pasar perdana tetapi belum tercatat secara efektif di bursa efek, dapat dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20% atau tarif sesuai ketentuan tax treaty yang berlaku, sepanjang perdagangan obligasi di pasar sekunder tersebut dilaporkan ke bursa efek sebelum tanggal batas waktu penyampaian laporan SPT Masa oleh pemotong pajak kepada KPP tempat ia terdaftar (tanggal 20 bulan berikut); b. Dalam hal perusahaan efek menjual obligasi yang dimilikinya langsung kepada nasabahnya yang bukan pemotong pajak (perusahaan efek tersebut adalah juga kustodian/sub-registry bagi nasabahnya), maka perusahaan efek yang bersangkutan selaku kustodian/sub-registry menjadi pemotong pajak pada saat menerima transfer pembayaran atau melakukan pencatatan pengalihan hak kepemilikan, mana yang lebih dulu. Terjadinya kesamaan nama/ NPWP penjual dan nama/NPWP pemotong pajak, yaitu atas nama/NPWP pemotong pajak, bukan merupakan jual-beli dari/kepada dirinya sendiri karena pihak pembeli adalah nasabahnya. Dengan demikian tidak diperlukan tambahan dokumen/informasi selain bukti pemotongan pajak; c. Dalam hal transaksi jual-beli obligasi langsung antara Reksadana pembeli dan Reksadana penjual (keduanya masih berumur di bawah 5 tahun), maka yang menjadi pemotong Pajak Penghasilan adalah Reksadana pembeli (bukan kustodiannya). Namun oleh karena Reksadana penjual masih menikmati status bebas pajak, maka Pajak Penghasilan yang harus dipotong adalah nihil akan tetapi bukti pemotongan tetap harus dibuat oleh Reksadana pembeli; d. Dalam hal investor asing memberikan amanat beli kepada perusahaan efek lokal (dan investor asing tersebut menjadi nasabah bank kustodian), apabila yang menjual obligasi adalah pihak lain, maka perusahaan efek adalah sebagai pedagang perantara dan dalam hal ini menjadi pemotong Pajak Penghasilan yang terutang oleh pihak penjual (sepanjang tidak dikecualikan dari pengenaan pajak). Berlakunya ketentuan tax treaty ditentukan oleh status hak penjual, apakah yang bersangkutan adalah penduduk/berdomisili di luar negeri (Wajib pajak luar negeri). Jika demikian halnya, maka ketentuan tarif khusus menurut tax treaty yang berlaku dapat diterapkan sepanjang pihak penjual yang bersangkutan dapat menunjukkan kepada pemotong pajak surat keterangan penduduk/domisili (certificate of residence) dari otorita pajak yang berwenang (competent authority) di negaranya. Apabila pihak penjual yang bersangkutan tidak dapat menunjukkan surat keterangan dimaksud, maka dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20%. Demikian penegasan kami harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN