DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 31 Desember 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1471/PJ.512/2001 TENTANG KLARIFIKASI SAPI BAKALAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 21 Nopember 2001 perihal Klarifikasi Sapi Bibit Bakalan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut, Saudara mengemukakan beberapa hal antara lain : a. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 208/Kpts/OT.210/4/2001, antara lain diatur bahwa yang dimaksud dengan bibit ternak adalah semua ternak hasil proses penelitian dan pengkajian dan atau ternak yang memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan dan atau untuk produksi. Dengan demikian bibit ternak mempunyai 2 (dua) tujuan, yaitu (1) untuk dikembangbiakkan dalam arti menghasilkan anak dan atau tujuan ke (2) adalah bibit ternak tersebut dipelihara dalam waktu tertentu (2-3 tahun) untuk meningkatkan produktivitasnya sehingga dapat meningkatkan produksi daging yang optimal dan berkualitas. b. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 419/Kpts/OT.210/7/2001 disebutkan bahwa pengertian Sapi Bakalan adalah anak sapi jantan dan betina yang tidak layak bibit yang berumur 1-2 tahun untuk digemukkan. Menurut Saudara, kata tidak layak bibit dimaksudkan bahwa sapi tersebut tidak layak dikembangbiakkan yang artinya tidak baik untuk menghasilkan anak, namun dapat ditingkatkan produktivitasnya untuk menghasilkan daging baik kualitas maupun kuantitasnya. Dalam Keputusan tersebut dijelaskan bahwa pemilihan bibit/bakalan bisa berasal dari sapi lokal atau impor, tergantung jenis sapi dan bebas dari penyakit menular. Dalam pemilihan sapi bakalan usaha penggemukan harus memenuhi kriteria berumur 1 (satu) sampai 2 (dua) tahun dengan berat 250 350 kg. c. Dengan mengacu pada penjelasan di atas, Saudara berpendapat bahwa tidak terdapat kerancuan terhadap pengertian sapi bibit bakalan ditinjau dari aspek teknis peternakan. 2. Sesuai Pasal Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2000, antara lain diatur bahwa : a. Atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis antara lain berupa bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. b. Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis antara lain berupa barang hasil pertanian yang diserahkan oleh petani atau kelompok petani dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. c. Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan maupun penangkaran, perikanan baik dari penangkapan atau budidaya. d. Hasil dari kegiatan di bidang peternakan meliputi antara lain ternak besar seperti sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda dan sejenisnya. e. Petani adalah orang yang melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan, penangkaran, penangkapan atau budidaya peternakan. 3. Sesuai Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Atau Keringanan Bea Masuk Atas Impor Bibit dan Benih Untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan atau Perikanan, bahwa yang dimaksud dengan bibit dan benih adalah segala jenis tumbuhan atau hewan yang nyata-nyata untuk dikembangbiakkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. 4. Sesuai Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) Tahun 2001, bibit (pure-bred breeding animals) sapi mempunyai Nomor HS 0102.10.000 sedangkan sapi bakalan termasuk dalam pengertian sapi dengan berat tidak lebih dari 350 kg (Nomor HS 0102.90.110). 5. Sesuai dengan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4 di atas, dengan ini disampaikan bahwa : a. Kami memahami pengertian bibit sapi dari aspek teknis peternakan, tetapi dari aspek teknis perpajakan kami mengacu pada peraturan-peraturan perpajakan. b. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/1997, bahwa yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah bibit dan atau benih dari barang peternakan, yaitu ternak/hewan yang nyata-nyata untuk dikembangbiakkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan di bidang peternakan, dan dalam BTBMI mempunyai Nomor HS 0102.10.000. c. Sapi bakalan adalah anak sapi jantan dan betina yang tidak layak bibit yang berumur 1-2 tahun untuk digemukkan, sehingga tidak untuk dikembangbiakkan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001, sapi bakalan termasuk dalam pengertian barang hasil dari kegiatan di bidang peternakan yang berupa sapi potong, yang dalam BTBMI mempunyai Nomor HS 0102.90.110. Oleh karena itu atas impornya terutang Pajak Pertambahan Nilai. Demikian untuk dimaklumi. Direktur Jenderal, ttd. Hadi Poernomo NIP. 060027375