DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 7 Mei 1994 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1150/PJ.53/1994 TENTANG PERMOHONAN PEMBEBASAN PEMBAYARAN PPN DAN PPh ATAS PEMBELIAN KAPAL DARI LUAR NEGERI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 16 Pebruari 1994 perihal tersebut pada pokok surat di atas, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : I. Pajak Penghasilan 1. PT. XYZ merencanakan membeli/mengimpor 5-6 buah kapal niaga dari luar negeri. 2. Pembelian/impor barang-barang sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas, oleh PT. XYZ tidak termasuk dalam pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam : - Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 538/KMK.04/1990 - Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 382/KMK.04/1989 - Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-30/PJ.24/1985 3. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka permohonan pembebasan PPh Pasal 22 atas pembelian kapal dari luar negeri oleh PT. XYZ tidak dapat dipenuhi, kecuali apabila PPh yang akan terutang setelah tahun pajak berakhir lebih kecil dari 3/4 dari PPh yang telah dilunasi selama tahun berjalan, baik yang disetor sendiri maupun yang dipungut/dipotong pihak lain (SE-10/PJ.432/1992). II. Pajak Pertambahan Nilai 1. Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 huruf d, Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 jis. Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 TAHUN 1988 dan Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-05/PJ./1994 Tanggal 26 Januari 1994 Pasal 1 angka 6, bahwa atas penyerahan jasa persewaan kapal (bare boat dan time charter) terutang PPN. 2. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 huruf i Peraturan Pemerintah Nomor 28 TAHUN 1988 atas penyerahan jasa angkutan laut dan angkutan darat tidak dikenakan PPN. 3. Di dalam Undang-undang PPN 1984 tidak mengenal adanya ketentuan yang mengatur tentang fasilitas pembebasan PPN, sehingga setiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada pihak manapun dan atau impor BKP yang dilakukan oleh siapapun terutang PPN. 4. Walaupun dalan Undang-undang PPN 1984 tidak mengenal adanya fasilitas pembebasan PPN dan PPn BM, namun ada beberapa ketentuan yang mengatur fasilitas pembayaran yang dapat diberikan atas PPN dan PPn BM yang terutang yaitu berupa : 4.1. Penangguhan Pembayaran PPN atas impor atau perolehan Barang Modal Tertentu. 4.2. Penundaan Pembayaran PPN dan PPn BM atas impor Barang Modal oleh Pengusaha tertentu. 5. Fasilitas Penangguhan Pembayaran PPN seperti dimaksud pada butir 4.1. di atas diatur dalam Kep.Men.Keu. Nomor 577/KMK.00/1989 tanggal 29 Mei 1989 antara lain mengatur : 5.1. Yang dimaksud Barang Modal Tertentu adalah mesin, peralatan dan peralatan pabrik, yang diperlukan untuk proses menghasilkan BKP/JKP. 5.2. Penangguhan Pembayaran PPN dikenakan atas impor atau perolehan Barang Modal Tertentu sepanjang pengusaha tersebut adalah Pengusaha Kena Pajak. 5.3. Pemberian Penangguhan Pembayaran PPN dilaksanakan oleh : 1. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN); 2. Direktorat Jenderal Pajak dalam hal ini KPP dimana perusahaan tersebut terdaftar, apabila perusahaan tersebut diluar PMA/PMDN. 6. Fasilitas Penundaan Pembayaran PPN dan PPn BM seperti dimaksud pada butir 4.2. di atas diatur dalam Keppres Nomor 37 TAHUN 1986 tanggal 13 Agustus 1986 jo. Kep.Men.Keu Nomor 187/KMK.04/1987 tanggal 1 April 1987 antara lain mengatur : 6.1. Pengusaha Tertentu adalah pengusaha dalam rangka UU tentang PMA atau UU PMDN yang bergerak dibidang usaha yaitu antara lain angkutan umum di laut termasuk kapal ikan. 6.2. Barang Modal dimaksud adalah peralatan yang mempunyai hubungan langsung dengan proses menghasilkan jasa oleh pengusaha, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. 6.3. Jangka waktu penundaan pembayaran PPN dan PPn BM diberikan untuk jangka waktu sesuai menurut Daftar Lampiran dalam Kep.Men.Keu Nomor 187/KMK.04/1987 dan tidak lebih dari 5 (lima) tahun terhitung sejak perusahaan mulai berproduksi komersial. 6.4. Pengusaha sebagaimana pada ad. 6.1. untuk memperoleh fasilitas penundaan pembayaran PPN dan PPn BM wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Dirjen Pajak atau pejabat yang ditunjuk dan harus dilengkapi dengan Rekomendasi dari Ketua BKPM. 7. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permohonan Saudara untuk memperoleh kemudahan perlakuan berupa pembebasan PPN dan PPn BM tidak dapat dipenuhi, namun ada kemudahan lain yang dapat diberikan kepada Saudara, jika sepanjang atas pembelian kapal tersebut dimaksudkan untuk persewaan kapal (butir 1) maka fasilitas yang dapat diberikan adalah fasilitas penangguhan pembayaran PPN (butir 5), sedangkan apabila pembelian kapal tersebut dimaksudkan untuk jasa angkutan laut (butir 2) maka fasilitas yang dapat diberikan adalah fasilitas penundaan pembayaran PPN dan PPn BM (butir 6). Demikian untuk menjadikan maklum. DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd FUAD BAWAZIER