DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 6 November 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1082/PJ.51/2003 TENTANG PENEGASAN UNDANG-UNDANG PPN YANG BERLAKU BAGI WAJIB PAJAK KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN GENERASI VI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menunjuk surat Saudara Nomor XXX tanggal 24 Juni 2003 hal Permohonan Penegasan Undang-undang PPN Yang Berlaku Bagi Wajib Pajak Kontrak Karya Pertambangan Generasi VI, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut secara garis besar disampaikan hal-hal sebagai berikut: a. PT ABC, NPWP : XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX, adalah perusahaan yang didirikan pada tanggal 11 April 1997 dalam kerangka UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing. b. Pada tanggal 28 April 1997, PT ABC menandatangani Kontrak karya Pertambangan dengan Pemerintah Republik Indonesia dengan wilayah penambangan di Pulau Halmahera, Maluku untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun. Sesuai dengan Kontrak Karya tersebut, PT ABC bergerak dalam usaha penambangan emas dengan hasil produksi berupa emas batangan. c. Hak dan kewajiban PPN untuk PT ABC diatur secara khusus dalam Pasal 13 (6) Kontrak Karya, sedangkan hak dan kewajiban PPN lainnya yang tidak diatur secara khusus dalam Kontrak Karya mengacu kepada UU PPN No. 11/1994 dan peraturan pelaksanaannya yang berlaku pada saat penandatanganan Kontrak Karya. d. Karena Kontrak Karya bersifat lex specialist, Saudara berpendapat bahwa hak dan kewajiban PPN yang harus dilaksanakan hingga berakhirnya Kontrak Karya adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 13 (6) Kontrak Karya dan UU PPN No. 11/1994. e. Saudara memohon konfirmasi atas pendapat Saudara sebagaimana tersebut pada huruf d. 2. Dalam Kontrak Karya (Contract of Work) antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT ABC tanggal 28 April 1997, antara lain disebutkan bahwa: a. Pasal 13 : Pajak-Pajak Dan Lain-lain Kewajiban Keuangan Perusahaan Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, Perusahaan akan membayar kepada Pemerintah dan akan memenuhi kewajiban-kewajiban pajaknya, termasuk kewajibannya sebagai pemungut pajak, seperti yang ditetapkan sebagai berikut: (vi) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. b. Pasal 13 angka 6 : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) sesuai dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994 dan peraturan-peraturan pelaksanaan yang berlaku. Dengan memperhatikan kewajiban umum yang dimaksud dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1994 dan peraturan pelaksanaannya, maka Perusahaan berkewajiban untuk: (i) melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak; (ii) memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dengan tarif 10% (sepuluh persen) atau tarif lain, sesuai dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya; (iii) memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai Pemungut Pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994 dan peraturan pelaksanaannya; (iv) perusahaan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor atau pembelian Barang Kena Pajak atau perolehan Jasa Kena Pajak yang berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994 dan Peraturan Pelaksanaannya tentang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah; (v) dalam hal Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran untuk suatu masa pajak, maka kelebihan Pajak Masukan tersebut dikompensasikan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak berikutnya kecuali kelebihan pembayaran Pajak Masukan yang disebabkan ekspor dan/atau penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak; (vi) Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan proyek Kontrak Karya yang diperoleh oleh pemegang saham yang merupakan bagian pengeluaran sebelum perusahaan didirikan yang kemudian dialihkan kepada Perusahaan, tidak dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sepanjang pemegang saham adalah Pengusaha Kena Pajak; (vii) Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dialihkan tersebut pada butir (vi) dapat dikreditkan oleh Perusahaan sepanjang belum dikreditkan oleh pemegang saham. 3. Sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor S-1032/MK.04/1988 tanggal 19 September 1988 tentang ketentuan perpajakan dalam Kontrak Karya Pertambangan, Kontrak Karya Pertambangan hendaknya diberlakukan atau dipersamakan dengan undang-undang, oleh karena itu ketentuan perpajakan yang diatur dalam kontrak karya diberlakukan secara khusus (lex specialis). 4. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 angka 6 Kontrak Karya tersebut pada butir 2 huruf b di atas, mengatur secara khusus hak dan kewajiban PPN dan atau PPn BM PT ABC selama berlakunya Kontrak Karya tersebut. Demikian agar Saudara maklum. DIREKTUR JENDERAL, ttd HADI POERNOMO