DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 20 Desember 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1073/PJ.53/2005 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN YANG DILAKUKAN OLEH BADAN KERJA SAMA PASAR GROSIR CILILITAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 7 Juli 2005 hal sebagaimana dimaksud di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dan lampirannya dikemukakan bahwa : a. Badan Kerja Sama Pasar Grosir ABC (BKS-ABC) adalah badan usaha yang kegiatan utamanya adalah pembangunan dan penjualan kios/counter ABC. BKS-ABC berkedudukan di Jakarta dengan NPWP/NPPKP XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX dan dibentuk berdasarkan Akta Notaris AAA Nomor XXX tanggal 28 Januari 2002 tentang Perjanjian Kerjasama, serta telah terdaftar pada KPP Jakarta Kramat Jati sejak 10 Januari 2002. b. Dalam pelaksanaan pembangunan kios/counter pada ABC, BKS-ABC telah menerima uang muka pembelian kios/counter dari pembeli, dan telah menerbitkan Faktur Pajak serta melaporkan PPN terutang dalam SPT Masa PPN secara berkala. c. Pada saat ini pekerjaan konstruksi telah mendekati tahap akhir, sehingga akan segera terjadi penyerahan kios/counter ABC kepada pembeli. Berdasarkan Pasal 11 huruf e Perjanjian Kerjasama, maka akan dibuatkan Surat Kuasa kepada pihak yang ditunjuk Badan Pengurus BKS-ABC untuk menandatangani Akte Jual Beli, Perjanjian Jual Beli dan atau dokumen- dokumen lainnya yang akan diperlukan sehubungan dengan pembangunan dan penjualan tanah tersebut berikut bangunannya dan kuasa mana akan dibuat tersendiri. d. Apabila pekerjaan konstruksi telah berakhir, maka direncanakan BKS-ABC ini akan segera dibubarkan. Pada saat pembubaran masih akan terdapat persediaan kios/counter yang belum terjual. Dengan demikian akan terjadi pengalihan pengelolaan dari yang sebelumnya dikelola oleh BKS-ABC kepada pihak partner BKS-ABC. e. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas Saudara meminta penegasan sebagai berikut : 1) Apakah penandatanganan/pembuatan Akta Jual Beli yang dilakukan oleh Pihak yang ditunjuk oleh BKS-ABC, merupakan pengertian penyerahan Barang Kena Pajak atau bukan penyerahan Barang Kena Pajak? 2) Bagaimana perlakuan pajak (khususnya PPN) terhadap persediaan kios/counter yang belum terjual tersebut? 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur : a. Pasal 1 1) angka 13, bahwa Badan adalah Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya (Badan Kerjasama). 2) angka 15, bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. b. Pasal 1A ayat (1), bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah : 1) huruf a, penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Dalam penjelasannya dijelaskan bahwa perjanjian yang dimaksud dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang. 2) huruf e, Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan. c. Pasal 3A ayat (1), bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP, JKP atau ekspor BKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. d. Pasal 4 huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002, antara lain mengatur : a. Pasal 8 ayat (2), Atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, serta atas pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma, Dasar Pengenaan Pajak dihitung berdasarkan Nilai Lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. b. Pasal 13 ayat (2), Terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak tersebut, baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli. Dalam penjelasannya dijelaskan bahwa dalam penentuan atau penyerahan barang tidak bergerak, Pajak Pertambahan Nilai menganut pendirian bahwa penyerahan hanya dapat dilakukan bila barang tersebut secara fisik telah ada. Oleh karena itu, pajak terutang pada saat penyerahan barang tidak bergerak itu dilakukan, yaitu pada saat surat atau akta perjanjian yang mengakibatkan perpindahan hak atas barang tersebut ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan. c. Pasal 13 ayat (7), bahwa terutangnya Pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan atau persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah pada saat terjadi lebih dahulu diantara saat : 1) ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris; 2) berakhirnya jangka waktu berdirinya perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar; 3) tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perseroan dibubarkan; atau 4) diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada. 4. Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 251/KMK.03/2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, antara lain menetapkan : a. huruf e, bahwa untuk persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar; b. huruf f, bahwa untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar. 5. Pasal 11 huruf e Akta Perjanjian Kerjasama menetapkan bahwa PIHAK PERTAMA menjamin sepenuhnya terhadap PIHAK KEDUA, PIHAK KETIGA, dan PIHAK KEEMPAT bahwa TANAH yang merupakan objek kerjasama ini akan memberikan kuasa kepada pihak yang ditunjuk dan disetujui bersama oleh Badan Pengurus BKS-ABC untuk menandatangani Akta Jual Beli, Perjanjian Jual Beli dan atau dokumen-dokumen lainnya yang diperlukan sehubungan dengan pembangunan, penjualan tanah tersebut berikut bangunannya dan kuasa mana akan dibuat tersendiri. 6. Butir 4 Keputusan Rapat dalam Notulen Rapat Badan Pengurus BKS-ABC tanggal 3 Oktober 2001 menjelaskan bahwa memberikan persetujuan kepada PT BCA (bergerak dalam bidang real estate) dengan NPWP XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX untuk memberikan kuasa kepada pihak yang nantinya akan ditunjuk dalam Surat Kuasa tersendiri untuk menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Akta Jual Beli, Perjanjian Sewa Menyewa dan atau dokumen-dokumen lainnya sehubungan dengan pembangunan pusat perdagangan dan perbelanjaan ABC beserta penjualan tanah yang terletak di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Wilayah Jakarta Timur, Kecamatan Kramat Jati, Kelurahan Cililitan, setempat dikenal sebagai tanah eks. Tanah Terminal ABC yang merupakan objek penyertaan dalam BKS-ABC berikut bangunannya tersebut, meliputi penjualan/penyewaan kios-kios dan atau counter- counternya. 7. Berdasarkan ketentuan-ketentuan dari butir 2 sampai dengan butir 4, isi akta perjanjian dan keputusan rapat pada butir 5 dan 6, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : a. Atas penjualan kios/counter ABC yang dilakukan oleh BKS-ABC kepada konsumen terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, BKS-ABC wajib memungut PPN yang terutang dari konsumen, menyetor dan melaporkannya dalam SPT Masa PPN. b. Atas pemberian persetujuan oleh Badan Pengurus BKS-ABC kepada PT BCA untuk memberikan kuasa kepada pihak yang nantinya akan ditunjuk dalam surat kuasa untuk menandatangani Akta Jual Beli, Perjanjian Jual Beli, Perjanjian Sewa Menyewa dan atau dokumen-dokumen lainnya yang diperlukan sehubungan dengan pembangunan dan penjualan tanah tersebut berikut bangunannya sebagaimana dimaksud dalam butir 5 dan 6 di atas, bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak, sepanjang : 1) Semua transaksi yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh BKS-ABC termasuk biaya pembangunan dan hasil penjualan kios/counter dicatat/ dibukukan dalam Laporan Keuangan BKS-ABC sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan; 2) Invoice dan Faktur Pajak atas penjualan kios/counter kepada konsumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, dibuat dan diterbitkan oleh BKS-ABC; dan 3) PPN yang telah dipungut (Pajak Keluaran) diperhitungkan dengan PPN yang telah dibayar pada saat perolehan BKP dan atau JKP (Pajak Masukan) dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN BKS-ABC. Dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetorkan ke Kas Negara oleh BKS-ABC. c. Dalam hal persediaan kios/counter dijual pada saat sebelum BKS-ABC dibubarkan, maka kewajiban BKS-ABC sebagai PKP tetap melekat sehingga dapat digunakan untuk pemenuhan kewajiban perpajakan. Dengan demikian, atas penjualan kios/counter tersebut BKS-ABC wajib memungut PPN terutang sebesar 10% dari harga jual, menyetor dan melaporkan dalam SPT Masa PPN. d. Dalam hal ada persediaan kios/counter masih tersisa pada saat pembubaran BKS-ABC, maka atas persediaan kios/counter tersebut termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak (disamakan dengan pemakaian sendiri) sehingga terutang PPN. Oleh karena itu, atas persediaan kios/counter tersebut BKS-ABC wajib membayar sendiri PPN terutang sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak, yaitu sebesar harga pasar wajar. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PPN DAN PTLL, ttd. A. SJARIFUDDIN ALSAH NIP 060044664