DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                              3 November 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 1068/PJ.53/2003

                            TENTANG

               PENJELASAN TENTANG PENGGUNAAN BEA METERAI

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 30 Juli 2003 hal sebagaimana tersebut pada pokok 
surat, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut Saudara meminta penjelasan tentang penggunaan bea meterai pada kwitansi 
    yang nilainya di atas Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) transaksi untuk Tahun 1984, 1985, 1986 dan 
    1987.

2.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor KEP-240/MK/II/3/1975 tentang Bea Meterai Atas Tanda 
    Penerimaan Uang, Tanda Masuk Dan Lain-Lain Tanda Sebagai Dimaksud Pada Pasal 38, Pasal 44 A, 
    Pasal 45 Ayat (1) B, Ayat (9) Dan Ayat (11) D, Pasal 61 Ayat (1) A Dan B, Pasal 62, Pasal 63 Ayat (2), 
    Pasal 69 Ayat (3) Dan Pasal 80 Ayat (2) Aturan Bea Meterai 1921, Serta Penetapan Tarif Minimum Bea 
    Meterai antara lain mengatur:
    a.  Pasal 1 ayat (1), bahwa semua tanda-tanda sebagai dimaksud dalam pasal 38, pasal 44 a, 
        pasal 45 ayat (1) b, ayat (9) dan ayat 11 (d), Pasal 61 ayat (1) a dan b, pasal 62, pasal 63 
        ayat (2), pasal 69 ayat (3) dan pasal 80 ayat (2) Aturan Bea Meterai 1921 dikenakan bea 
        meterai tetap sebesar Rp 10,-.
    b.  Pasal 1 ayat (2), bahwa tidak terutang bea meterai apapun atas tanda-tanda yang dimaksud 
        dalam pasal 38 Aturan Bea Meterai 1921 sepanjang tanda-tanda itu mengenai jumlah 
        Rp 5.000,- atau kurang. Di dalam memori penjelasannya diuraikan bahwa tanda-tanda yang 
        dimaksud di dalam pasal 38 Aturan Bea Meterai 1921 hanya dikenakan bea meterai tetap 
        Rp 10,- apabila mengenai jumlah lebih dari Rp 5.000,-. Tanda-tanda tersebut adalah misalnya 
        tanda penerimaan uang, tanda masuk, tanda yang berisi pemberitahuan saldo rekening koran 
        dan sebagainya.

3.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1252/KMK.04/1984 tentang Peninjauan Kembali Bea Meterai atas 
    Tanda-Tanda Sebagai Dimaksud Dalam Pasal 38, Pasal 44a, Pasal 45 Ayat (1) b, Ayat (9) dan Ayat 
    (11) d, Pasal 61 Ayat (1) a dan b, Pasal 62, Pasal 63 Ayat (2), Pasal 69 ayat (3), Pasal 80 Ayat (2) dan 
    Penetapan Tarif Minimum Bea Meterai, Serta Bea Meterai atas Tanda-Tanda Sebagai Dimaksud Dalam 
    Pasal 23 Ayat (1) dan Ayat (3), Pasal 25 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 69 Ayat (1), Pasal 78, Pasal 109 
    Ayat (1) dan Ayat (2) Aturan Bea Meterai 1921 antara lain mengatur:
    a.  Pasal 1 ayat (1), bahwa semua tanda-tanda yang terhutang bea meterai tetap sebesar 
        Rp 10,- (sepuluh rupiah) sebagai dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 44 a, Pasal 45 ayat (1) 
        b, ayat (9) dan ayat 11 (d), Pasal 61 ayat (1) a dan b, Pasal 62, Pasal 63 ayat (2), Pasal 69 
        ayat (3) dan Pasal 80 ayat (2) Aturan Bea Meterai 1921 ditetapkan dikenakan Bea Meterai 
        tetap sebesar Rp 100,- (seratus rupiah).
    b.  Pasal 2 ayat (1), bahwa tidak terhutang Bea Meterai apapun atas tanda-tanda yang dimaksud 
        dalam Pasal 38 Aturan Bea Meterai 1921 sepanjang tanda-tanda itu mengenai jumlah 
        Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) atau kurang.
    c.  Pasal 3, bahwa keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 1985.

4.  Undang-Undang Nomor 13 TAHUN 1985 tentang Bea Meterai yang mulai berlaku sejak tanggal 
    1 Januari 1986 antara lain mengatur:
    a.  Pasal 2 ayat (1) huruf d, bahwa dikenakan Bea Meterai atas dokumen yang berbentuk surat     
        yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
        1). Yang menyebutkan penerimaan uang;
        2). Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
        3). Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
        4). Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah 
            dilunasi atau diperhitungkan.
    b.  Pasal 2 ayat (2), bahwa terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, 
        huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 1.000,- 
        (seribu rupiah).

5.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4, serta memperhatikan isi surat Saudara 
    pada butir 1 di atas, dengan ini disampaikan bahwa kuitansi/tanda penerimaan uang dengan nilai lebih 
    dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) pada tahun:
    a.  1984 terutang Bea Meterai sebesar Rp 10,- (sepuluh rupiah);
    b.  1985 terhitung mulai:
        -   Tanggal 1 Januari s/d 28 Pebruari terutang Bea Meterai sebesar Rp 10,- (sepuluh 
            rupiah);
        -   Tanggal 1 Maret s/d 31 Desember terutang Bea Meterai sebesar 100,- (seratus 
            rupiah).
    c.  1986 terutang Bea Meterai sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah);
    d.  1987 terutang Bea Meterai sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah).

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd

I MADE GDE ERATA