DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 5 Agustus 1991

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 1047/PJ.5.1/1991

                            TENTANG

                      PPN ATAS DEPARTMENT STORE

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor: XX tanggal 14 Januari 1991 dan penjelasan tambahan dari wakil 
Saudara tanggal 31 Juli 1991 yang menjelaskan bahwa kegiatan usaha PT.XYZ  NPWP: X.XXX.XXX.X.XXX 
meliputi :
-   Duty Free Shop,
-   Impor dan Ekspor,
-   Departement Store dan
-   Persewaan Ruangan, 

yang menimbulkan keragu-raguan dalam perlakuan PPN, dengan ini disampaikan penjelasan sebagai
berikut:

1.  Duty Free Shop.
    Mengenai kegiatan usaha dan perlakuan perpajakan Duty Free Shop (Toko Bebas Bea) telah diatur 
    dengan Keputusan Menteri Keuangan No.: 765/KMK.00/1989 yang antara lain pengenaannya diatur 
    sebagai berikut :
    1.1.    Atas impor Barang Kena Pajak (BKP) yang akan dijual melalui Toko Bebas Bea tidak dipungut 
        PPN/PPn.BM (Pasal 5 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan tersebut).
    1.2.    Atas penyerahan BKP di dalam negeri kepada Toko Bebas Bea untuk keperluan penjualan 
        kepada orang-orang yang berhak membeli melalui Toko Bebas Bea diberikan penangguhan 
        pembayaran PPN/PPn.BM (Pasal 5 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan tersebut).
    1.3.    Atas penyerahan BKP di dalam lingkungan Toko Bebas Bea pada orang yang berhak membeli 
        tidak terutang PPN (Pasal 1 huruf a Keputusan Menteri Keuangan tersebut).

    Terhadap kegiatan ini PT. XYZ tidak berkewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi 
    PKP.

2.  Impor dan Ekspor
    Atas impor BKP terutang PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN 1984.
    Atas penyerahan BKP asal impor kepada pihak manapun termasuk kepada Departement Store atau 
    dijual langsung sebagai importir melalui Departement Store dan Toko Bebas Bea terutang PPN. 
    Namun demikian sesuai penjelasan pada butir 1.2, atas penyerahan BKP kepada Toko Bebas Bea, 
    PPN yang terutang ditangguhkan. Pajak Masukan yang dibayar atas impor BKP dapat dikreditkan 
    terhadap Pajak Keluaran yang dipungut atas penyerahan BKP impor tersebut. PT.XYZ sebagai importir 
    harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP.

3.  Departement Store
    Atas penyerahan BKP melalui Departement Store sebagai pengecer tidak terutang PPN sesuai dengan 
    ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 TAHUN 1988 anak kalimat "kecuali yang 
    semata-mata melakukan penyerahan sebagai Pedagang Pengecer" yang dijelaskan juga dalam 
    SE Dirjen Pajak Nomor: SE-20/PJ.3/1989 tanggal 19 Mei 1989 (Seri PPN-141). Akan tetapi apabila 
    BKP yang dijual melalui Departement Store berasal dari impor yang dilakukan oleh PT. XYZ, maka 
    penyerahan BKP asal impor tersebut terutang PPN karena PT. XYZ selaku importir adalah PKP 
    sekaligus sebagai Departement Store. PPN yang dibayar atas perolehan barang-barang persediaan 
    bagi Departement Store tidak dapat dikreditkan atau direstitusi.

4.  Persewaan ruangan
    Atas persewaan ruangan milik PT. XYZ di manapun berada termasuk bangunan atau bagian bangunan 
    yang dijadikan tempat untuk Department Store dan Toko Bebas Bea, terutang PPN. Pajak Masukan 
    yang dibayar yang terkait langsung dengan kegiatan persewaan ruangan tersebut dapat dikreditkan.
    Untuk kegiatan ini PT. XYZ harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP.

5.  Berkenaan dengan kegiatan PT. XYZ yang sebagian terutang PPN dan sebagian lagi tidak terutang 
    PPN, maka sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) UU PPN 1984 PT.XYZ harus menyelenggarakan pencatatan 
    dalam pembukuan secara terpisah dan jelas antara harga perolehan dan penyerahan BKP/JKP yang 
    terutang PPN dan yang tidak terutang PPN.

6.  Untuk menghilangkan kesulitan pengenaan PPN dilingkungan Departement Store, PT. XYZ dianjurkan 
    membentuk divisi Departement Store secara tersendiri. Sesuai penjelasan butir 3 di atas, atas 
    penyerahan BKP yang dilakukan melalui divisi retailer tidak terutang PPN. Sebaliknya Pajak Masukan 
    yang dibayar oleh divisi retailer atas perolehan persediaan BKP tidak dapat dikreditkan atau direstitusi.
    Oleh karena itu atas penyerahan BKP/JKP oleh PT. XYZ selaku importir atau selaku produsen atau 
    selaku penyalur utama atau pedagang besar kepada divisi retailer terutang PPN. PT XYZ harus 
    menerbitkan Faktur Pajak kepada divisi retailer dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sesuai dengan 
    harga pasar wajar tanpa dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa atas dasar pemilikan dalam 
    satu tangan. Apabila ternyata kemudian penjualan BKP/JKP kepada divisi retailer lebih rendah dari 
    Dasar Pengenaan Pajak yang ditujukan kepada pihak lain, maka sesuai dengan Pasal 2 UU PPN 1984 
    beserta penjelasannya, divisi retailer (Departement Store) harus dikukuhkan menjadi PKP dan atas 
    penyerahannya dalam Departement Store, terutang PPN.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA,

ttd

Drs. WALUYO DARYADI KS.