DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               25 Februari 2004

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 102/PJ.53/2004

                            TENTANG

                PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 30 September 2003 hal Pemungutan PPN disampaikan 
hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut Saudara menanyakan hal-hal sebagai berikut:
    a.  Apakah atas hibah yang dilakukan oleh Bank Indonesia (Non PKP) kepada pihak ketiga yang 
        dilakukan pada tanggal 31 Maret 1999 berupa peralatan medis (berdasarkan informasi 
        melalui telepon dari Saudara) dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
    b.  Apakah terhadap pembelian barang yang dilakukan di luar negeri (bukan dalam rangka impor 
        barang) tetap terutang Pajak Pertambahan Nilai.
    c.  Apabila Bank Indonesia (BI) bertransaksi dengan Pengusaha yang Non PKP, namun dalam 
        kontrak nilai yang ditawarkan terlanjur sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai, apakah nilai 
        yang diserahkan/dibayarkan kepada Pengusaha tersebut merupakan nilai kontrak termasuk 
        Pajak Pertambahan Nilai atau nilai kontrak setelah dikurangi dengan Pajak Pertambahan Nilai.

2.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa 
    dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 
    Tahun 1994 antara lain menyatakan:
    a.  Pasal 1 huruf d ayat (1) huruf d, bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang 
        Kena Pajak antara lain pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma.
    b.  Pasal 3A ayat (1), bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan    
        sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak 
        Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
    c.  Pasal 4 huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena 
        Pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
        Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa Pengusaha yang melakukan kegiatan 
        penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang melakukan kegiatan 
        penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun 
        Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum 
        dikukuhkan.
    d.  Pasal 16A ayat (1), bahwa pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau    
        penyerahan Jasa kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, 
        dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

3.  Keputusan Presiden Nomor 56 TAHUN 1988 tentang Penunjukan Badan-Badan Tertentu dan 
    Bendaharawan untuk Memungut dan Menyetor Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas 
    Barang Mewah menyatakan:
    a.  Ayat 1, bahwa dengan Keputusan Presiden ini Kantor Perbendaharaan Negara, Bendaharawan 
        Pemerintah Pusat dan Daerah baik Tingkat I maupun Tingkat II, Pertamina, Kontraktor-
        kontraktor bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Minyak dan Gas Bumi dan Pertambangan 
        Umum lainnya, Badan Usaha Milik Negara dan Daerah, Bank Pemerintah, dan Bank 
        Pembangunan Daerah, ditetapkan sebagai pemungut dan penyetor Pajak Pertambahan Nilai 
        dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terhutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang 
        melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
    b.  Ayat 2, bahwa tata cara pemungutan dan penyetoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
        dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 648/KMK.04/1994 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak 
    Pertambahan Nilai mengatur antara lain:
    a.  Pasal 1 ayat (1), bahwa Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf l 
        Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan 
        Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang 
        nomor 11 TAHUN 1994 adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan 
        penyerahan:
        -   Barang Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari 
            Rp 240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah); atau
        -   Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari 
            Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
    b.  Pasal 1 ayat (3), bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang 
        dilakukan oleh Pengusaha Kecil dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
    c.  Pasal 1 ayat (4), bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat 
        (3) tidak berlaku apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena 
        Pajak.
    d.  Pasal 2 ayat (1), bahwa Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan 
        menjadi Pengusaha Kena Pajak apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah 
        peredaran brutonya melebihi batas sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (1) atau ayat (2).
    e.  Pasal 2 ayat (2), bahwa Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan 
        usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak selambatnya pada akhir bulan 
        berikutnya.
    f.  Pasal 2 ayat (3), bahwa Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan 
        pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila jumlah peredaran brutonya dalam suatu 
        tahun buku tidak melebihi batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) atau ayat (2).

5.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4 serta memperhatikan surat 
    Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa:
    a.  Pada prinsipnya hibah merupakan pemberian cuma-cuma. Apabila dalam tahun 1999, BI   
        melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka hibah (pemberian cuma-cuma) 
        dengan jumlah Rp 240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah), maka BI wajib 
        melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dalam jangka waktu sebagaimana 
        tersebut dalam butir 4, dan kemudian BI wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN 
        yang terutang atas penyerahan tersebut sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar 
        pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
    b.  Atas pembelian Barang Kena Pajak yang dilakukan di Luar Daerah Pabean dan tidak di impor 
        ke dalam daerah pabean tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai.
    c.  BI tidak perlu memungut PPN atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau JKP dari pengusaha 
        rekanan yang non PKP. Namun apabila diketahui bahwa pengusaha rekanan tersebut telah 
        memenuhi syarat sebagai PKP, seperti melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau 
        JKP yang telah melebihi batasan Pengusaha Kecil, maka rekanan tersebut diwajibkan untuk 
        melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan transaksi dengan 
        BI dan PPN-nya dipungut oleh BI selaku Pemungut PPN, dalam hal transaksi dilakukan 
        sebelum tanggal 1 Januari 2004. Namun apabila transaksi terjadi pada tanggal 1 Januari 2004 
        dan sesudahnya maka PPN yang terutang dipungut oleh pengusaha rekanan yang 
        bersangkutan.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
PJ. DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd

ROBERT PAKPAHAN