DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


24 November 2005

 

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 1018/PJ.312/2005

TENTANG

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS JASA DRILLING YANG DILAKUKAN
BENTUK USAHA TETAP

 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal XXX perihal Perlakuan Perpajakan atas Jasa Drilling yang Dilakukan oleh Badan Usaha Tetap, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.

Dalam surat Saudara disampaikan hal-hal sebagai berikut :

 

a.

ABC telah memandatangani kontrak kerjasama dengan PT. XYZ untuk melaksanakan pekerjaan pengeboran minyak atau pengeboran ulang (drilling) dalam rangka kontrak bagi  hasil dengan JOB Pertamina - PetroChina East Java. Menurut kontrak kerjasama antara ABC dan XYZ (Cooperation Agreement), pekerjaan fisik pengeboran dan pengeboran ulang termasuk penydiaan peralatan drilling (rig) dilaksanakan sepenuhnya oleh ABC, sedangkan XYZ bertindak sebagai partener lokal kontrak pengeboran minyak yang memperoleh imbalan jasa sebesar 8,5% dari kebutuhan pendukung kegiatan pengeboran minyak yang diterima ABC dari JOB Pertamina - PetroChina East Java;

 

b.

Tagihan atas imbalan jasa pengeboaran minyak atau pengeboran ulang (drilling) kepada JOB Pertamina - PetroChina East Java dilakukan dengan penerbitan faktur komersial oleh ABC (sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-09/PJ.531/2000**), di mana instruksi pembayaran ditujukan langsung ke rekening ABC. Selanjutnya, XYZ akan menagih komisinya kepada ABC;

 

c.

Saudara mohon penegasan hal-hal sebagai berikut :

 

 

1)

Apakah imbalan jasa pengeboran minyak (drilling) yang dibayarkan JOB Pertamina - Petro China East Java kepada ABC tidak perlu dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23, karena jasa drilling tersebut dilakukan BUT?;

 

 

2)

Apakah komisi yang dibayarkan ABC kepada XYZ harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 6% dari jumlah imbalan komisi yang diterima?

2.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 1983** tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor **17 TAHUN 2000** (UU PPh), antara lain diatur sebagai berikut :

 

a.

Pasal 15, Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan. Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (“build, operate, and transfer”);

 

b.

Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2, atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,  jasa kontstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;

 

c.

Pasal 23 ayat (2), besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

3.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor **628/KMK.04/1991** tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi Wajib Bumi dan Gas Bumi serta Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak Sendiri, antara lain diatur sebagai berikut :

 

a.

Ayat (1), penghasilan neto Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dari kegiatan usaha pengeboran minyak dan gas bumi dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto;

 

b.

Ayat (2), penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah penghasilan bruto dari jenis-jenis penghasilan yang tercantum dalam kontrak pengeboran minyak dan gas bumi   yang bersangkutan;

 

c.

Ayat (3), penghasilan neto Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dari kegiatan usaha selain pengeboran minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dihitung berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984.

4.

Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-  Undang Nomor **7 TAHUN 1983** tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor **17 TAHUN 2000**, antara lain diatur sebagai berikut :

 

a.

Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa  konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian  jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak;

 

b.

Pasal 4, jenis jasa lain dan Perkiraan Penghasilan Neto atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang atas imbalannya dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 1983** tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-  undang Nomor **17 TAHUN 2000** adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini;

 

c.

Lampiran II angka 2 huruf e dan huruf m, jenis jasa lain yang atas imbalannya dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 ayat (1) huruf c adalah jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap, dan jasa perantara.  Perkiraan penghasilan neto dari kedua jasa tersebut adalah sebesar 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.

5.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

 

a.

Sepanjang jasa pengeboran minyak (drilling) secara fisik benar dilakukan oleh BUT ABC,maka atas pembayaran imbalan jasa pengeboran minyak (drilling) yang dibayarkan JOB Pertamina - PetroChina East Java kepada ABC tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23, akan tetapi ABC berkewajiban membayar angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun berdasarkan NormaPenghitungan Khusus Penghasilan Neto sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto imbalan jasa pengeboran yang diterima atau diperoleh;

 

b.

Namun apabila jasa pengeboran minyak (drilling) secara fisik dilakukan oleh PT. XYZ, maka atas pembayaran imbalan jasa pengeboran minyak pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23;

 

c.

Atas komisi/imbalan jasa perantara yang diterima atau diperoleh XYZ dari ABC dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh ABC sebesar 15% x 40% atau 6% (enam persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.


Demikian penegasan kami untuk dimaklumi.


Direktur,

 

ttd.

 

Herry Sumardjito
NIP 060061993

 

Tembusan :

1.   Direktur Jenderal Pajak;
2.   Direktur Pajak Penghasilan;
3.   Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus;
4.   Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Satu.