tkb_admin_user_images_images_logo_20djp.jpg

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO 40-42 JAKARTA 12190, KOTAK POS 124

TELEPON (021) 525-0208; 525-1609; FAKSIMILE (021) 573-2062; SITUS: http://www.pajak.go.id

LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KRING PAJAK (021) 1500200;

EMAIL [email protected]; [email protected]


Nomor
Sifat
Hal

:
:
:

S-856/PJ.02/2016
Sangat Segera

Penegasan atas Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak

atas PPN yang Dipungut oleh Bendahara Pemerintah selaku

Pemungut PPN

 27 Desember 2016

 

 

 

 

 

 

Yth.

1.

Para Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak

 

2.

Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak

di seluruh Indonesia,

 

 

 

          Berdasarkan hasil evaluasi dari beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP), terdapat permasalahan terkait pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang atas pemungutan PPN yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN. Kelebihan pemungutan PPN ini terjadi karena mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan yang Tidak Terselesaikan sampai dengan Akhir Tahun Anggaran, dengan kronologis sebagai berikut:

a)

Dalam hal terdapat kontrak atau perjanjian antara instansi pemerintah dengan rekanan pemerintah yang penyelesaiannya melebihi jangka waktu satu tahun anggaran, pelunasan pembayaran kontrak tersebut sudah dilakukan seluruhnya pada tahun anggaran pertama di mana kontrak belum seluruhnya diselesaikan, dan atas pembayaran tersebut dipungut PPN dari jumlah keseluruhan nilai kontrak.

b)

Wajib Pajak rekanan pemerintah diwajibkan membuat garansi bank terhadap pembayaran atas bagian kontrak yang belum diselesaikan. Dalam hal terjadi pencairan sisa nilai kontrak dari garansi bank, klaim pencairan garansi bank tersebut dilakukan tanpa memperhitungkan pajak-pajak yang telah disetorkan ke Kas Negara.

c)

Dalam hal sampai dengan akhir tahun anggaran kontrak belum diselesaikan, jumlah sisa nilai kontrak dalam garansi bank disetorkan ke rekening Kas Negara dengan menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP).

Kondisi I:

d.

Pada tahun anggaran berikutnya, terhadap sisa nilai kontrak yang telah diselesaikan, Bendahara Pemerintah membayarkan sisa nilai kontrak tersebut kepada Wajib Pajak rekanan pemerintah dengan kembali melakukan pemungutan PPN karena dibebankan pada DIPA tahun anggaran baru.

e.

Mengingat pada saat pelunasan pembayaran kontrak pada tahun anggaran sebelumnya telah dilakukan pemungutan PPN dari jumlah keseluruhan nilai kontrak, sedangkan pada tahun anggaran berikutnya dilakukan pemungutan PPN kembali terhadap sisa nilai kontrak, maka terdapat kelebihan pemungutan PPN atas transaksi tersebut.

f.

Kelebihan pemungutan PPN tersebut mengurangi hak yang seharusnya diterima oleh rekanan pemerintah.

Kondisi II:

d.

Kuasa Pengguna Anggaran memutuskan untuk tidak melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan ke tahun anggaran berikutnya karena Wajib Pajak rekanan pemerintah tidak sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati di kontrak.

e.

Mengingat pada saat pembayaran kontrak telah dilakukan pemungutan PPN dari jumlah keseluruhan nilai kontrak, sedangkan penyelesaian sisa pekerjaan tidak dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya, maka terdapat kelebihan pemungutan PPN atas transaksi tersebut.

f.

Kelebihan pemungutan PPN tersebut mengurangi hak yang seharusnya diterima oleh rekanan pemerintah.

          Berkenaan dengan hal-hal sebagaimana tersebut di atas, dalam rangka untuk memberikan kepastian hukum dan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka perlu diberi penegasan atas permasalahan tersebut.

A.

Dasar Hukum

 

1.

Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **16 TAHUN 2009** (selanjutnya disingkat Undang-Undang KUP) mengatur antara lain:

 

 

a.

Pasal 178 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

 

 

b.

Pasal 17C ayat (1), Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.

 

 

c.

Pasal 170 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.

 

2.

Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **42 TAHUN 2009** (selanjutnya disingkat Undang-Undang PPN) mengatur antara lain:

 

 

a.

Pasal 9 ayat (4), apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.

 

 

b.

Pasal 9 ayat (4a), atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku.

 

 

c.

Pasal 9 ayat (4b) huruf b, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimasud pada ayat (4) dan ayat (4a), atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh: Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

 

 

d.

Pasal 11 ayat (2), terutangnya pajak terjadi pada saat:

 

 

 

1)

penyerahan Barang Kena Pajak;

 

 

 

2)

impor Barang Kena Pajak;

 

 

 

3)

penyerahan Jasa Kena Pajak;

 

 

 

4)

pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;

 

 

 

5)

pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;

 

 

 

6)

ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;

 

 

 

7)

ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau

 

 

 

8)

ekspor Jasa Kena Pajak.

 

 

e.

Pasal 11 ayat (2), dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.

 

3.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.05/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara pada Akhir Tahun Anggaran (selanjutnya disingkat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.05/2013), mengatur antara lain:

 

 

a.

Pasal 7 ayat (1), permintaan pembayaran untuk tagihan pihak ketiga atas kontrak yang prestasi pekerjaannya belum mencapai 100% (seratus persen), harus dilampiri asli Jaminan.

 

 

b.

Pasal 7 ayat (2), jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal sebesar nilai pekerjaan yang belum diselesaikan.

 

 

c.

Pasal 7 ayat (3), dalam hal pelaksanaan pekerjaan tidak diselesaikan/tidak dapat diselesaikan 100% (seratus persen) sampai dengan berakhirnya masa kontrak, Kepala KPPN berwenang mengajukan klaim pencairan Jaminan untuk untung Kas Negara.

 

 

d.

Pasal 8 ayat (1), klaim pencairan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) tanpa memperhitungkan pajak yang telah disetorkan ke Kas Negara melalui potongan SPM.

 

 

e.

Pasal 8 ayat (2), dalam hal besarnya klaim pencairan Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kelebihan pembayaran pajak melalui potongan SPM, penyelesaian kelebihan pembayaran pajak tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan.

 

4.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor **72/PMK.03/2010** tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (selanjutnya disingkat Peraturan Menteri Keuangan Nomor **72/PMK.03/2010**) mengatur antara lain:

 

 

a.

Pasal 3 ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan menggunakan:

 

 

 

1)

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan cara mengisi kolom “Dikembalikan (restitusi)”; atau

 

 

 

2)

Surat permohonan tersendiri, apabila kolom “Dikembalikan (restitusi)” dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak.

 

 

b.

Pasal 4 ayat (1), permohonan pengembalian kelebihan pajak dapat di proses melalui penelitian atau pemeriksaan.

 

 

c.

Pasal 4 ayat (2), penelitian dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh:

 

 

 

1)

Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP;

 

 

 

2)

Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Undang-Undang KUP; atau

 

 

 

3)

Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.

 

 

d.

Pasal 4 ayat (3), Pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

5.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor **242/PMK.03/2014** tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak (selanjutnya disingkat Peraturan Menteri Keuangan Nomor **242/PMK.03/2014**) mengatur antara lain:

 

 

a.

Pasal 16 ayat (1), dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Pemindahbukuan kepada Direktur Jenderal Pajak.

 

 

b.

Pasal 16 ayat (2) huruf h, Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: Pemindahbukuan karena sebab lain yang diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.

 

 

c.

Pasal 17 ayat (1), permohonan Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diajukan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat pembayaran diadministrasikan menggunakan surat permohonan Pemindahbukuan.

 

 

d.

Pasal 17 ayat (3), permohonan Pemindahbukuan karena kesalahan pembayaran atau penyetoran diajukan oleh Wajib Pajak penyetor.

 

 

e.

Pasal 17 ayat (7), pembayaran pajak yang tercantum dalam SSP, SSPCP, BPN atau Bukti Pbk dapat diajukan permohonan Pemindahbukuan dalam hal pembayaran tersebut belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan, Surat Tagihan Pajak dan/atau surat ketetapan pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Tagihan Pajak PBB dan/atau Surat Ketetapan Pajak PBB, Pemberitahuan lmpor Barang (PIB), dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan.

 

6.

Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-29/PJ/2015** tentang Bentuk, lsi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagian Petunjuk Pengisian Formulir 1111 SPT Masa PPN mengatur bahwa bagian “PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama” diisi dengan Pajak Keluaran yang telah disetor di muka dalam Masa Pajak yang sama, misalnya PPN atas stiker kaset rekaman suara (kaset isi) dan PPN atas pabrikan tembakau buatan dalam negeri. Bagian ini juga digunakan untuk melaporkan pembayaran PPN yang lebih besar dari yang seharusnya pada Masa Pajak yang bersangkutan, yang pembayarannya telah dilakukan sebelum melaporkan SPT Masa PPN.

B.

Penegasan terkait Permasalahan

 

Berdasarkan permasalahan dan dasar hukum yang diuraikan di atas, kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

 

Kondisi I:

 

1.

Pada kasus kondisi I di atas pembayaran kontrak dilakukan sebelum penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak, sehingga saat terutangnya PPN adalah pada saat pembayaran kontrak.

 

2.

Pemungutan PPN telah selesai dilakukan pada tahun pertama saat pembayaran seluruhnya atas nilai kontrak, sehingga pada saat penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak di tahun berikutnya seharusnya tidak lagi dilakukan pemungutan PPN. 

 

3.

Dalam hal PPN dipungut atas pembayaran sisa nilai kontrak di tahun berikutnya, atas PPN yang dipungut tersebut merupakan kelebihan pembayaran pajak.

 

4.

Atas kelebihan pembayaran pajak tersebut dapat diminta oleh Wajib Pajak rekanan pemerintah melalui:

 

 

a.

SPT Masa PPN

 

 

 

Dalam hal permohonan pengembalian dilakukan melalui SPT Masa PPN, tata cara yang berlaku sebagai berikut:

 

 

 

1)

Faktur Pajak yang tel ah di bu at sebagai bukti pemungutan PPN atas pembayaran sisa nilai kontrak dibatalkan dan tetap dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh Wajib Pajak rekanan pemerintah maupun oleh Bendahara Pemerintah.

 

 

 

2)

Nilai PPN yang dipungut pada Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut, dilaporkan oleh rekanan pemerintah dalam SPT Masa PPN untuk Masa Pajak yang sama dengan tanggal Faktur Pajak dibuat, pada bagian “PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama”.

 

 

 

3)

Dalam hal status SPT Masa PPN lebih bayar, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pajak tersebut dan diproses oleh KPP sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **72/PMK.03/2010** serta Peraturan Menteri Keuangan lain yang terkait dengan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

 

 

b.

Permohonan Pemindahbukuan

 

 

 

Dalam hal permohonan pengembalian dilakukan melalui permohonan Pemindahbukuan, tata cara yang berlaku sebagai berikut:

 

 

 

1)

Faktur Pajak yang telah dibuat sebagai bukti pemungutan PPN atas pembayaran sisa nilai kontrak dibatalkan dan tetap dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh Wajib Pajak rekanan pemerintah maupun oleh Bendahara Pemerintah.

 

 

 

2)

Setelah Faktur Pajak dibatalkan dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN, atas SSP yang telah disetorkan ke Kas Negara tersebut menjadi kelebihan pembayaran pajak.

 

 

 

3)

Atas kelebihan pembayaran pada SSP tersebut dapat diajukan permohonan Pemindahbukuan oleh Bendahara Pemerintah sebagai pihak penyetor ke KPP tempat rekanan pemerintah terdaftar, untuk dipindahbukuan ke utang pajak atau pajak yang akan terutang atas nama rekanan pemerintah.

 

 

 

4)

Permohonan pemindahbukuan disetujui dalam hal memenuhi ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

 

a)

atas kelebihan PPN yang dipungut tersebut merupakan hak rekanan

pemerintah;

 

 

 

 

b)

PPN tersebut telah disetor ke Kas Negara; dan

 

 

 

 

c)

PPN tersebut tidak dimasukkan ke bagian “PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama” di SPT Masa PPN rekanan pemerintah.

 

Kondisi II:

 

 

1.

Pada kasus kondisi II di atas pembayaran kontrak dilakukan sebelum penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak, sehingga saat terutangnya PPN adalah pada saat pembayaran kontrak.

 

2.

Pemungutan PPN telah selesai dilakukan pada saat pembayaran seluruhnya atas nilai kontrak, namun karena sisa pekerjaan tidak dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya dan sisa nilai kontrak dalam garansi bank telah disetorkan ke rekening Kas Negara tanpa memperhitungkan PPN yang telah dipungut, maka bagian dari PPN yang dipungut atas sisa pekerjaan yang tidak dilanjutkan tersebut merupakan kelebihan pembayaran pajak.

 

3.

Atas kelebihan pembayaran pajak tersebut dapat diminta oleh Wajib Pajak rekanan pemerintah melalui:

 

 

a.

SPT Masa PPN

 

 

 

Dalam hal permohonan pengembalian dilakukan melalui SPT Masa PPN , tata cara yang berlaku sebagai berikut:

 

 

 

(1)

Faktur Pajak yang telah dibuat sebagai bukti pemungutan PPN atas pembayaran seluruh nilai kontrak dilakukan penggantian menjadi sebesar nilai pekerjaan yang diselesaikan.

 

 

 

(2)

Nilai PPN yang dipungut pada Faktur Pajak Pengganti dilaporkan oleh rekanan pemerintah dalam SPT Masa PPN untuk Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang dilakukan penggantian, pada bagian “PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama”. Faktur Pajak Pengganti tersebut juga harus dilaporkan oleh Bendahara Pemerintah di SPT Masa PPN Pemungut.

 

 

 

(3)

Dalam hal Faktur Pajak yang dilakukan penggantian telah dilaporkan di SPT Masa PPN , Wajib Pajak rekanan pemerintah harus membetulkan SPT Masa PPN Masa Pajak tersebut.

 

 

 

(4)

Dalam hal status SPT Masa PPN lebih bayar, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pajak tersebut dan diproses oleh KPP sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **72/PMK.03/2010** serta Peraturan Menteri Keuangan lain yang terkait dengan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

 

 

b.

Permohonan Pemindahbukuan

 

 

 

Dalam hal permohonan pengembalian dilakukan melalui permohonan Pemindahbukuan, tata cara yang berlaku sebagai berikut:

 

 

 

1)

Faktur Pajak yang telah dibuat sebagai bukti pemungutan PPN atas pembayaran seluruh nilai kontrak dilakukan penggantian menjadi sebesar nilai pekerjaan yang diselesaikan.

 

 

 

2)

Setelah Faktur Pajak Pengganti diterbitkan dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN, atas SSP yang telah disetorkan ke Kas Negara tersebut menjadi kelebihan pembayaran pajak.

 

 

 

3)

Atas kelebihan pembayaran pada SSP tersebut dapat diajukan permohonan Pemindahbukuan oleh Bendahara Pemerintah sebagai pihak penyetor ke KPP tempat rekanan pemerintah terdaftar, untuk dipindahbukuan ke utang pajak atau pajak yang akan terutang atas nama rekanan pemerintah.

 

 

 

4)

Permohonan pemindahbukuan disetujui dalam hal memenuhi ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

 

a)

atas kelebihan PPN yang dipungut tersebut merupakan hak rekanan pemerintah;

 

 

 

 

b)

PPN tersebut telah disetor ke Kas Negara; dan

 

 

 

 

c)

PPN tersebut tidak dimasukkan ke bagian “PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama” di SPT Masa PPN rekanan pemerintah.

 

 

 

 

 

 

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

a.n.

Direktur Jenderal

 

 

 

 

 


 

Direktur Peraturan Perpajakan I



ttd.


Arif Yanuar
NIP 19670128 199503 1 001

 

 

 

 

 

 

 

Tembusan:

 

 

1.

Direktur Jenderal Pajak

 

 

2.

Para Staf Ahli Bidang Perpajakan, Kementerian Keuangan

 

 

3.

Para Pejabat Eselon II di Lingkungan Kantor Pusat DJP

 

 

4.

Kepala Kantor Layanan lnformasi dan Pengaduan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KP.: PJ.021/PJ.0201/2016