tkb_admin_user_images_images_logo_20djp.jpg

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO 40-42 JAKARTA 12190, KOTAK POS 124

TELEPON (021) 525-0208; 525-1609; FAKSIMILE (021) 573-2062; SITUS: http://www.pajak.go.id

LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KRING PAJAK (021) 1500200;

EMAIL [email protected]; [email protected]


Nomor
Sifat
Hal

:
:
:
:

S-330/PJ.02/2017
Sangat Segera

Penegasan Bukti Penerimaan Negara (BPN) atas Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak (JKP) dari Luar Daerah Pabean

 1 Agustus 2017

 

 

 

 

 

 

 

Yth.

1.
2.

Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; dan
Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak

di seluruh Indonesia,

 

 

 

         Sehubungan dengan telah diberlakukannya sistem pembayaran pajak secara elektronik (MPN G2) dan akan berlakunya MPN G2 secara penuh mulai tanggal 1 Juli 2016, atas pembayaran/penyetoran pajak akan diberikan bukti pembayaran/penyetoran berupa BPN. BPN sebagai bukti pembayaran/penyetoran tidak memuat nama dan NPWP penyetor.

        Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor **40/PMK.03/2010** tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean (selanjutnya disebut PMK 40) dijelaskan bahwa Surat Setoran Pajak (SSP) merupakan bukti pembayaran/penyetoran PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN bulan terutangnya pajak. Dalam SSP tersebut, salah satunya harus memuat nama dan NPWP penyetor.

         Dengan tidak adanya nama dan NPWP penyetor dalam BPN, menimbulkan pertanyaan dari Wajib Pajak dan beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) apakah atas BPN tersebut dapat dilaporkan dan dikreditkan dalam SPT Masa PPN. Untuk memberikan kepastian hukum dan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik maka perlu diberikan penegasan atas permasalahan tersebut.

A.

Dasar Hukum

 

1.

Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **16 TAHUN 2009** (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP), antara lain dalam Pasal 1 angka 14, diatur bahwa:

 

 

Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

 

2.

Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **42 TAHUN 2009** (selanjutnya disebut Undang-Undang PPN), antara lain:

 

 

a.

Pasal 9 ayat (2), diatur bahwa:

 

 

 

Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.

 

 

b.

Pasal 9 ayat (8) huruf g, diatur bahwa:

 

 

 

Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6).

 

 

c.

Pasal 13 ayat (6), diatur bahwa:

 

 

 

Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

 

3.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor **40/PMK.03/2010** tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean, antara lain:

 

 

a.

Pasal 6 ayat (1) diatur bahwa:

 

 

 

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dipungut dan disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

 

 

b.

Pasal 6 ayat (2) diatur bahwa:

 

 

 

Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan Surat Setoran Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, dengan ketentuan pengisian sebagai berikut:

 

 

 

1)

pada kolom “Nama WP” dan “Alamat WP” diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean.

 

 

 

2)

pada kolom “NPWP” diisi dengan angka 0 (nol), kecuali kode Kantor Pelayanan Pajak diisi dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.

 

 

 

3)

pada kotak “Wajib Pajak/Penyetor” diisi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.

 

4.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-10/PJ/2010** tentang Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-33/PJ/2014**, antara lain:

 

 

a.

Pasal 1 huruf j, diatur bahwa:

 

 

 

Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;

 

 

b.

Pasal 4, diatur bahwa:

 

 

 

Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf i dan huruf j dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

c.

Pasal 5 ayat (2), diatur bahwa:

 

 

 

Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf i dan huruf j merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sepanjang dokumen tertentu tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan nama pihak yang melakukan impor Barang Kena Pajak, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak tidak berwujud.

 

5.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-26/PJ/2014** tentang Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik, antara lain:

 

 

a.

Pasal 2 ayat (1), diatur bahwa:

 

 

 

Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran/penyetoran pajak dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik.

 

 

b.

Pasal 2 ayat (5), diatur bahwa:

 

 

 

Transaksi pembayaran/penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan Kode Billing.

 

 

c.

Pasal 3 ayat (1), diatur bahwa:

 

 

 

Transaksi Pembayaran/penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dapat dilakukan melalui Teller Bank/Pos Persepsi, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Internet Banking dan EDC.

 

 

d.

Pasal 3 ayat (2), diatur bahwa:

 

 

 

Atas pembayaran/penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak menerima BPN sebagai bukti setoran.

 

 

e.

Pasal 3 ayat (3), diatur bahwa:

 

 

 

BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dalam bentuk:

 

 

 

1)

dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi, untuk pembayaran/penyetoran melalui Teller dengan Kode Billing;

 

 

 

2)

struk bukti transaksi, untuk pembayaran melalui ATM dan EDC;

 

 

 

3)

dokumen elektronik, untuk pembayaran/penyetoran melalui internet banking; dan

 

 

 

4)

teraan BPN pada SSP/SSP PBB, untuk pembayaran melalui Teller Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB.

B.

Penegasan Terkait Permasalahan

 

Berdasarkan permasalahan dan dasar hukum yang diuraikan di atas, kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

 

1.

Dengan berlakunya sistem pembayaran MPN G2, maka bukti pembayaran/penyetoran pajak tidak lagi menggunakan formulir SSP namun menggunakan BPN. Sehingga kedudukan BPN dalam sistem pembayaran/penyetoran pajak adalah sebagai Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang KUP.

 

2.

Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan JKP dari luar Daerah Pabean secara elektronik, BPN merupakan bukti pembayaran/penyetoran pajak yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan dalam PMK 40.

 

3.

Dalam hal BPN yang diterbitkan oleh sistem pembayaran elektronik belum memuat nama dan NPWP penyetor sebagaimana dimaksud dalam PMK 40, agar dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN, BPN tersebut harus dilengkapi dengan Cetakan kode billing dari aplikasi billing DJP yang memuat nama dan NPWP penyetor.

 

4.

Dalam hal cetakan kode billing tidak memuat nama dan NPWP penyetor, pelaporan dan pengkreditan Pajak Masukan dilakukan dengan melampirkan invoice yang paling sedikit memuat:

 

 

a.

nama orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean,

 

 

b.

nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean yang menyerahkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP ke dalam Daerah Pabean, dan

 

 

c.

jumlah tagihan yang seharusnya dibayarkan oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.

 

5.

Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada angka 2, dilakukan dengan menginput data BPN pada aplikasi e-Faktur, sedangkan dokumen fisik BPN beserta lampirannya tetap harus disimpan oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

 

 

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

 

 

 

 

 

 

 

a.n.
 

Direktur Jenderal
Direktur Peraturan Perpajakan I,

ttd.

Arif Yanuar
NIP 19670128 199503 1 001

 

 

 

 

 

 

 

Tembusan

 

 

1.
2.
3.
4.

Direktur Jenderal Pajak
Para Staf Ahli Bidang Perpajakan, Menteri Keuangan
Para Pejabat Eselon II di Lingkungan Kantor Pusat DJP
Kepala Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan.

 

 

 

KP.: PJ.021/PJ.0201/2017