KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAVLING 40-42 JAKARTA 12190 TROMOL POS 124
TELEPON (021) 5250208, 5251609, 5262880; FAKSIMILI (021) 5732064; SITUS www.pajak.go.id
LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KRING PAJAK (021) 1500200
EMAIL [email protected], [email protected]
Nomor
Sifat
Hal
:
:
:
S-261/PJ.03/2017
Biasa
Penegasan terkait Pengampunan Pajak
24 Maret 2017
Yth.
Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
di Seluruh Indonesia,
Sehubungan dengan masih adanya pertanyaan terkait dengan pelaksanaan peraturan Pengampunan Pajak, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut
1.
Ketentuan terkait:
a.
Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2016** lentang Pengampunan Pajak (UU TA);
b.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor **118/PMK.03/2016** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2016** tentang Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **141/PMK.03/2016** (PMK 118/2016);
c.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor **119/PMK.08/2016** tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan Pada lnstrumen lnvestasi di Pasar Keuangan Dalam
Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2016 (PMK 119/2016);
d.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-07/PJ/2016** tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen Dalam Rangka Pe!aksanaan Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan **PER-26/PJ/2016** (PER-07/2016).
2.
Surat Direktur Peraturan Perpajakan II Nomor **S-150/PJ.03/2017**:
a.
Surat tersebut dimaksudkan untuk memudahkan Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak dan te!ah diterbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak dalam menyampaikan kewajlban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak 2016 atau 2017;
b.
Sesuai Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor **119/PMK.08/2016** bahwa tambahan harta dan utang yang membentuk nilai harta bersih yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) dan telah diterbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak diperlakukan sebagai perolehan harta baru dan perolehan utang baru Wajib Pajak sesuai tanggal Surat Keterangan Pengampunan Pajak. Ketentuan ini berlaku bagi Wajib Pajak baik yang menyelenggarakan pembukuan maupun pencatatan;
c.
Nilai perolehan harta tambahan berupa kas atau setara kas dalam mata uang selain rupiah adalah sesuai dengan nilai yang tercantum dalam Surat Keterangan Pengampunan Pajak. Pelaporan harta tambahan tersebut dalam SPT Tahunan sesuai dengan keadaan pada akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. Nilai harta tambahan tersebut dilaporkan pada SPT Tahunan menggunakan kurs yang berlaku pada akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. Kenaikan atau penurunan nilai mata uang asing dapat menimbulkan keuntungan atau kerugian selisih kurs dengan memperhatikan bahwa keuntungan selisih kurs bagi Wajib Pajak yang melakukan pencatatan (cash basis) diakui pada saat realisasi kas atau setara kas ke dalam bentuk rupiah. Sedangkan untuk Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan, keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia;
d.
Perolehan dan penilaian harta tambahan selain kas dan setara kas yang tercantum dalam formulir B1, C1, dan D1 Surat Pernyataan Harta (SPH) pada pelaporan SPT Tahunan sesuai nilai harta yang dilaporkan dalam SPH dan telah diterbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak. Dalam hal terjadi pengalihan atau penarikan atas harta tambahan tersebut pada Tahun Pajak diterbitkannya Surat Keterangan Pengampunan Pajak, pelaporan mengikuti ketentuan umum pelaporan harta pada SPT Tahunan;
e.
Wajib Pajak wajib menyampaikan SPT Tahunan sampai dengan batas waktu yang ditentukan. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Dalam hal terdapat kekeliruan dalam pengisian SPT Tahunan, Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.
Perubahan kepemilikan dari Nominee kepada Wajib Pajak yang Mengikuti Pengampunan Pajak terhadap Hak atas Tanah dan/atau Bangunan:
a.
Proses perubahan kepemilikan bergantung kesepakatan nominee dan Wajib Pajak;
b.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) membuat akta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang menjadi dasar Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memproses pendaftaran pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
4.
Perubahan kepemilikan dari Nominee kepada Wajib Pajak yang Mengikuti Pengampunan Pajak atas saham:
a.
Proses perubahan kepemilikan bergantung kepada kesepakatan nominee dan Wajib Pajak tersebut;
b.
Dalam hal saham dimaksud diperdagangkan di bursa efek, proses perubahan dilakukan melalui pedagang efek.
5.
Bagi Wajib Pajak Pengembang yang Mengikuti Pengampunan Pajak:
a.
kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak terakhir diberikan Pengampunan Pajak;
b.
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pembeli:
1)
PPh atas penghasilan yang telah diterima sampai dengan akhir Tahun Pajak terakhir dianggap telah dilunasi;
2)
penghasilan yang diterima setelah akhir Tahun Pajak terakhir wajib dilunasi sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
6.
Nilai Wajar Tanah dan/atau Bangunan dalam SPH yang Berbeda dengan NJOP:
Permohonan SKB atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari nominee kepada Wajib Pajak dapat diproses meskipun nilai wajar tanah dan/atau bangunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak berbeda dengan NJOP sepanjang obyek yang dialihkan tercantum da!am Surat Keterangan Pengampunan Pajak dan memenuhi syarat yang diatur dalam PMK 118/2016 dan PER-07/2016.
7.
Penghasilan Setelah Tahun Pajak Terakhir dari Harta yang Diatasnamakan Nominee yang Mendapatkan Fasilitas Pengampunan Pajak:
a..
merupakan penghasilan Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak;
b.
dalam hal atas penghasilan dimaksud telah dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh atas nama nominee dapat dimintakan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang oleh nominee, dengan syarat nominee dapat membuktikan:
1)
telah dilaporkan dan disetorkan oleh pemotong atau pemungut PPh;
2)
penghasilan tersebut telah dilaporkan oleh Wajib Pajak yang menglkuti Pengampunan Pajak; dan
3)
PPh atas penghasilan tersebut telah dilunasi oleh Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak.
8.
Pelaporan Harta yang Diatasnamakan Nominee yang Mendapatkan Fasilitas Pengampunan Pajak:
a.
harta yang diatasnamakan nominee diakui oleh Wajib Pajak yang mengikuti Pengarnpunan Pajak sebagai harta baru pada tahun Surat Keterangan Pengampunan Pajak diterbitkan. Harta dimaksud dihapuskan dari daftar harta nominee saat Surat Keterangan Pengampunan Pajak diterbitkan;
b.
nominee tidak boleh membebankan biaya terkait harta dimaksud setelah akhir Tahun Pajak terakhir dan seterusnya.
9.
Harta-Harta yang Menjadi Dasar Penghitungan Uang Tebusan:
Harta yang belum atau belum se!uruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir merupakan harta tambahan sebagai dasar penghitungan uang tebusan.
10.
Penetapan Pajak dalam rangka Impor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
Penetapan PPh Pasal 22, PPN dan/atau PPnBM oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk Tahun Pajak 2015 dan sebelumnya yang belum ditindaklanjuti oleh DJP dengan menerbitkan surat ketetapan pajak termasuk dalam pajak yang diampuni jika Wajib Pajak mengikuti Pengampunan Pajak.
11.
Penyampaian Laporan atas Realisasi Pengallhan dan Realisasi lnvestasi Harta Tambahan:
a.
Dalam hal pengalihan harta dilakukan pada tanggal 1 Desember 2016 maka laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan:
1)
dalam hal tahun buku Wajib Pajak sama dengan tahun kalender, untuk kondisi harta dan realisasi investasi per 31 Desember 2017 disampaikan paling lambat tanggal 30 April 2018 (Wajib Pajak badan);
2)
dalam hal tahun buku Wajib Pajak tidak sama dengan tahun ka!ender, misal Juni-Mei, untuk kondisi harta dan realisasi investasi per 31 Mei 2018 disampaikan paling lambat tanggal 30 September 2018 (Wajib Pajak badan);
b.
Bentuk formulir laporan pengalihan dan realisasi investasi harta tambahan akan diatur lebih lanjut.
12.
Penempatan Dana Repatriasi tidak dalam Rekening Khusus:
Atas dana tersebut harus segera dipindahkan ke rekening khusus. Jangka waktu penempatan dana repatriasi dihitung sejak dana tersebut seluruhnya dimasukkan dalam rekening khusus.
13.
Dana Repatriasi dari Luar Negeri Periode Satu dan Periode Dua Baru Masuk ke Dalam Negeri Melalui Rekening Khusus setelah Tanggal 31 Desember 2016:
a.
Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak pada periode kesatu dan kedua yang menyatakan repatriasi namun belum merepatriasi seluruh dananya sebelum tanggal 31 Desember 2016 dianggap tidak melakukan repatriasi;
b.
Wajib Pajak dapat menyampaikan SPH kedua atau ketiga yang menyatakan harta tersebut sebagai deklarasl luar negeri;
c.
dalam hal repatriasi dilakukan sejak 31 Desember 2016 sampai dengan 31 Maret 2017, Wajib Pajak dapat menyampaikan SPH ketiga dan menyatakan kembali harta deklarasl luar negeri di atas sebagai harta repatriasi.
14.
Pengungkapan Harta Tambahan sebagai Dasar Perhitungan dan Penyesuaian Angsuran PPh Pasal 25:
a.
Harta tambahan yang diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam SPH bukan merupakan penghasilan Tahun Pajak 2015, sehingga tidak dapat dijadikan dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2016;
b.
Penghasilan pada Tahun Pajak 2016 yang diperoleh dari harta yang diungkapkan dalam SPH dapat dijadikan dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2017.
15.
PPh atas Penghapusan Sanksi Administrasi Perpajakan:
Penghapusan sanksi administrasi perpajakan bukan merupakan objek pajak penghasilan.
16.
Pengaturan mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPH sebagaimana dimaksud Pasal 18 UU TA akan diatur lebih lanjut.
17.
Pengkreditan Pajak Masukan pada Masa yang Tidak Sama (Masa Pajak Oktober, November dan/atau Desember 2015 yang belum dikreditkan dalam SPT Masa PPN Desember 2015):
a.
Wajib Pajak tidak berhak mengkompensasikan kelebihan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa untuk Masa pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir ke Masa Pajak berikutnya.
b.
Tidak temasuk dalam pengertian mengkompensasikan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a yaitu Faktur Pajak untuk Masa Pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir dan sebelumnya yang dikreditkan sebagai Pajak Masukan untuk Masa Pajak setelah Masa Pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir, sepanjang pengkreditan atas Faktur Pajak untuk Masa Pajak tidak sama tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, bersama ini diminta bantuan seluruh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak menginstruksikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang berada di wilayahnya masing-masing, untuk menghimbau Wajib Pajak agar memenuhi ketentuan-ketentuan dimaksud dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut.
Demikian disampaikan.
a.n.
Direktur Jenderal Pajak Direktur Peraturan Perpajakan II, ttd. Yunirwansyah NIP 19670622 199311 1 001 |
Tembusan:
Direktur Jenderal Pajak
KP: PJ.032/PJ.0301/2017