KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO 40-42 JAKARTA 12190, KOTAK POS 124
TELEPON (021) 5250208, 5251609, 5262880; FAKSIMILE (021) 5732062; HOME PAGE http://www.pajak.go.id
LAYANAN INFORMASI DAN KELUHAN KRING PAJAK (021) 1500200;
EMAIL [email protected]
Nomor
:
S-246/PJ.02/2016
22 Maret 2016
Sifat
:
Segera
Hal
:
Penegasan terkait Pelaksanaan PMK Nomor 193/PMK.03/2015
Yth.
1.
Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
2.
Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak
di seluruh Indonesia
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan terkait dengan proses penerbitan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2015, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Bahwa pemberian fasilitas tidak dipungut PPN atas impor dan/atau penyerahan alat angkutan tertentu dan/atau penyerahan jasa terkait alat angkutan tertentu berdasarkan Pasal 168 UU PPN dan penjelasannya adalah untuk mendorong pengembangan armada nasional di bidang angkutan darat, air, dan udara dan menjamin tersedianya peralatan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memadai untuk melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia baik dari ancaman eksternal maupun internal.
2.
Ketentuan terkait:
a.
Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, mengatur bahwa batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:
1)
huruf a, untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua pu luh) hari setelah akhir Masa Pajak;
2)
huruf c, untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
b.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas lmpor dan/atau Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu (PMK 193 Tahun 2015), mengatur antara lain :
1)
Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Wajib Pajak yang melakukan impor atau menerima penyerahan alat angkutan tertentu atau menerima penyerahan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang atas impor atau penyerahannya tidak dipungut PPN, harus memiliki SKTD.
2)
Wajib Pajak yang:
a)
melakukan impor alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf I PMK 193 Tahun 2015;
b)
menerima penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h PMK 193 Tahun 2015; dan
c)
menerima penyerahan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 PMK 193 Tahun 2015,
harus memiliki SKTD yang berlaku sampai dengan 31 Desember tahun berkenaan .
3)
PPN yang terutang atas impor atau penyerahan alat angkutan tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu dapat diberikan fasilitas tidak dipungut PPN setelah memperoleh SKTD.
4)
Untuk memperoleh SKTD tersebut, Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Wajib Pajak harus mengajukan permohonan SKTD kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak, bendahara Kementerian Pertahanan, bendahara pada Tentara Nasional Indonesia, atau bendahara pada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdaftar.
5)
Khusus untuk permohonan SKTD yang berlaku sampai dengan 31 Desember tahun berkenaan, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan SKTD dengan melampirkan Rencana Kebutuhan lmpor dan Perolehan (RKIP) yaitu daftar alat angkutan tertentu yang dibutuhkan dalam rangka impor dan/atau daftar alat angkutan tertentu dan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu dalam rangka menerima penyerahan yang digunakan dalam rangka mendapatkan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berkenaan.
6)
Setelah permohonan SKTD diterima, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian terhadap berkas permohonan.
7)
Penelitian antara lain dilakukan terhadap kepatuhan perpajakan dari Wajib Pajak yang mengajukan permohonan SKTD, paling sedikit memenuhi kriteria sebagai berikut:
a)
Wajib Pajak tidak sedang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
b)
Wajib Pajak tidak memiliki utang pajak di Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak mengajukan permohonan, kecuali dalam hal Wajib Pajak mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP, mengajukan keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (3a) Undang-Undang KUP, atau mengajukan banding sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (5a) Undang-Undang KUP;
c)
Wajib Pajak telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir dan/atau Surat Pemberitahuan Masa untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir, sesuai dengan kewajiban perpajakannya.
c.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak, mengatur antara lain:
1)
Pasal 2, bahwa Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan Sanksi Administrasi dalam hal Sanksi Administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
2)
Pasal 4 ayat (1), bahwa dalam rangka mendapatkan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
3)
Pasal 4 ayat (7), bahwa dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan setelah surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim.
4)
Pasal 6, bahwa terhadap Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan kepada Wajib Pajak sehubungan dengan adanya:
a)
penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya;
b)
keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya;
c)
keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya; dan/atau
d)
pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
yang dilakukan pada tahun 2015, tindakan penagihan pajak atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan apabila Wajib Pajak menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan/atau Pasal 4 ayat (7).
3.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami sampaikan bahwa:
a.
SKTD harus dimiliki oleh Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Wajib Pajak, sebelum impor atau penyerahan alat angkutan tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu.
b.
Terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan SKTD yang berlaku sampai dengan 31 Desember tahun berkenaan dengan dilampiri RKIP, tidak dapat diterbitkan SKTD kembali apabila SKTD yang telah diterbitkan masih berlaku.
c.
Kriteria bahwa Wajib Pajak telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir dan/atau Surat Pemberitahuan Masa untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir, sesuai dengan kewajiban perpajakannya, harus tetap memperhatikan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) UU KUP. Contoh: permohonan SKTD yang diajukan pada bulan Maret 2016 maka kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang disyaratkan adalah untuk Tahun Pajak 2013 dan Tahun Pajak 2014.
d.
Alat angkutan tertentu yang diimpor oleh atau diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang dapat diberikan fasilitas tidak dipungut PPN adalah komponen atau bahan yang digunakan untuk pembuatan:
1.
kereta api;
2.
suku cadang;
3.
peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan; serta
4.
prasarana perkeretaapian,
yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.
e.
Terkait penerbitan SKTD dan pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015:
1)
dalam hal Wajib Pajak telah menyampaikan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan, pembetulan Surat Pemberitahuan, dan keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015, tindakan penagihan atas Surat Tagihan Pajak terkait ditangguhkan;
2)
oleh karena itu, dalam penelitian permohonan SKTD oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, sepanjang kriteria yang lain terkait kepatuhan perpajakan terpenuhi , maka Wajib Pajak tersebut dianggap memenuhi kriteria kepatuhan perpajakan.
Demikian disampaikan.
a.n.
Direktur Jenderal
Direktur Peraturan Perpajakan I
ttd.
Irawan
NIP 196708221988031001
Tembusan:
Direktur Jenderal Pajak
Kp. :PJ.022/PJ.0201/2016