PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                     NOMOR 22 TAHUN 1996

                        TENTANG

                  PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI KEPABEANAN

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.  bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan diatur sanksi administrasi 
    bagi pelanggaran yang bersifat administatif;
b.  bahwa unluk meIaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dipandang perlu untuk 
    mengatur cara pengenaan sanksi administrasi dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat : 

1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.  Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan ( Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 
    75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
        
                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI KEPABEANAN


                        Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.  Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan.
2.  Menteri adalah Menteri Keuangan.
3.  Sanksi administrasi adalah sanksi berupa denda yang dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan 
    Undang- undang yang bersifat administralif.


                        Pasal 2

(1)     Sanksi Administrasi dikenakan hanya terhadap pelanggaran administrasi yang secara nyata telah 
    diatur dalam Undang-undang.
(2)     Sanksi Administrasi scbagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
    a.  denda yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah tertentu;
    b.  denda yang besarnya dinyatakan dalam persentase dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar;
    c.  denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah;
    d.  denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam persentase 
        tertentu dari kekurangan pembayaran Bea Masuk.


                        Pasal 3

(1)     Terhadap pelanggaran yang diancam dengan Sanksi Administrasi berupa denda yang besarnya 
    dinyatakan dalam nilai rupiah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (8), Pasal 10 ayat 
    (5), Pasal 11 ayat (3), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52, Pasal 81 ayat (3), Pasal 82 ayat (4), Pasal 86 ayat 
    (2), Pasal 89 ayat (4), Pasal 90 ayat (4), atau Pasal 91 ayat (4) Undang-undang, dikenakan denda 
    sebesar nilai rupiah yang tersebut dalam pasal Undangundang yang bersangkutan.
(2)     Terhadap pelanggaran yang diancam dengan Sanksi Administrasi berupa denda yang besarnya 
    dinyatakan dalam persentase dari , Bea Masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam 
    Pasal 8 ayat (6), Pasal 9 ayal (4), Pasal 25 ayat (4), Pasal 26 ayat (4), Pasal 43 ayat (3), atau Pasal 45
    ayat (4) Undang-undang, dikenakan denda sebesar nilai rupiah yang diperoleh dari hasil perkalian 
    antara besarnya Sanksi Administrasi dengan Bea Masuk yang seharusnya dibayar.
(3)     Terhadap pelanggaran yang diancam dengan Sanksi Administrasi berupa denda minimum sampai 
    dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
    7 ayat (3), Pasal 7 ayat (4), Pasal 7 ayat (5), Pasal 11 ayat (4), atau Pasal 82 ayat (6) Undang-undang,
    dikenakan denda sebesar nilai rupiah yang ditetapkan secara berjenjang berdasarkan jumlah 
    pelanggaran selama enam bulan terakhir. 
(4)     Terhadap pelanggaran yang diancam dengan Sanksi Administrasi berupa denda minimum sampai 
    dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam persentase tertentu dari kekurangan pembayaran 
    Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) atau Pasal 82 ayat (5) Undang-undang, 
    dikenakan denda sebesar nilai rupiah yang ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan 
    antara kekurangan pembayaran Bea Masuk dengan Bea Masuk yang telah dibayar.


                        Pasal 4

Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) diletapkan dengan ketentuan :
a.  apabila dalam enam bulan terakhir dilakukan satu kali pelanggaran, dikenakan denda sebesar satu 
    kali denda minimum;
b.  apabila dalam enam bulan terakhir dilakukan dua kali kali pelanggaran, dikenakan denda sebesar dua 
    kali denda minimum;
c.  apabila dalam enam bulan terakhir dilakukan tiga sampai dengan empat kali pelanggaran, dikenakan 
    denda sebesar lima kali denda minimum;
d.  apabila dalam enam bulan terakhir dilakukan lima sampai enam kali pelanggaran, dikenakan denda 
    sebesar tujuh kali denda minimum;
e.  apabila dalam enam bulan terakhir dilakukan lebih dari enam kali pelanggaran, dikenakan denda 
    sebesar satu kali denda maksimum.


                        Pasal 5

Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) ditetapkan dengan ketentuan :
a.  apabila kekurangan pembayaran Bea Masuk sampai dengan 25 (dua puluh lima) persen dari Bea 
    Masuk yang telah dibayar, dikenakan denda sebesar 100 (seratus) persen dari kekurangan 
    pembayaran Bea Masuk;
b.  apabila kekurangan pembayaran Bea Masuk diatas 25 (dua puluh lima) persen sampai dengan 50 
    (lima puluh) persen dari Bea Masuk yang telah dibayar, dikenakan denda sebesar 200 (dua ratus) 
    persen dari kekurangan pembayaran Bea Masuk;
c.  apabila kekurangan pembayaran Bea Masuk diatas 50 (lima puluh) persen sampai dengan 75 (tujuh 
    puluh lima) persen dari Bea Masuk yang telah dibayar, dikenakan denda sebesar 300 (tiga ratus) 
    persen dari kekurangan pembayaran Bea Masuk;
d.  apabila kekurangan pembayaran Bea Masuk diatas 75 (tujuh puluh lima) persen sampai dengan 100 
    (seratus) persen dari Bea Masuk yang telah dibayar, dikenakan denda sebesar 400 (empat ratus) 
    persen dari kekurangan pembayaran Bea Masuk;
e.  apabila kekurangan pembayaran Bea Masuk diatas 100 (seratus) persen dari Bea Masuk yang telah 
    dibayar, dikenakan denda sebesar 500 (lima ratus) persen dari kekurangan pembayaran Bea Masuk


                        Pasal 6

Apabila tarif Bea Masuk atas barang yang berkaitan dengan pelanggaran yang dikenakan Sanksi Administrasi 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 besarnya nol persen, maka denda ditetapkan sebesar Rp 5.000.000,00 
(lima juta rupiah).


                        Pasal 7

(1)     Pengenaan denda administrasi sebagaimana dilaksanakan dalam Undangundang dan Peraturan 
    Pemerintah ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan disampaikan kepada yang 
    dikenakan sanksi administrasi dengan surat pemberitahuan.
(2)     Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat besarnya sanksi administrasi 
    yang dikenakan dan ketentuan Undangundang yang dilanggar.


                        Pasal 8

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini diatur oleh 
Menteri.


                        Pasal 9

Peraturan Penaerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




                                Diundangkan di Jakarta
                                pada langgal 2 April 1996
                                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                ttd.

                                SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pad tanggal 2 April 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO






            LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996 NOMOR






                        PENJELASAN
                                 ATAS

                       PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 22 TAHUN 1996

                          TENTANG

                    PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI KEPABEANAN

UMUM

Dalarn praktik Kepabeanan internasional dewasa ini, penanganan atas pelanggaran ketentuan Kepabeanan lebih 
dititik beratkan pada penyelesaian secara fiskal yaitu berupa pembayaran sejumlah uang kepada negara 
dalam bentuk denda. Hal ini merupakan pengaruh era globalisasi yang menuntut kecepatan dan kelancaran 
arus barang bagi kemajuan perdagangan internasional. Oleh karena itu peraturan Kepabeanan diharapkan 
tidak menjadi penghalang bagi perkembangan perdagangan tersebut. Dalam Undang-undang Kepabean yang 
merupakan bagian dari hukum fiskal, beberapa ketentuan yang diatur didalamnya telah diselaraskan dengan 
praktik Kepabeanan Internasional yang didasarkan pada persetujuan dan konvensi internasional di bidang 
Kepabeanan dan perdagangan, antara lain ketentuan yang menyatakan bahwa penyelesaian pelanggaran yang 
tidak bersifat serius dapat diselesaikan dengan pengenaan Sanksi Administrasi. Undang-undang Kepabeanan 
pada dasarnya menganut azas menghitung dan menyetor sendiri Bea Masuk yang terhutang oleh importir 
(Self-Assesment). Sistim Self Assesment memberikan kepercayaan yang besar kepada para pengguna jasa 
Kepabeanan. Namun kepercayaan tersebut harus diimbangi dengan tanggung jawab, kejujuran, dan kepatuhan 
dalam pemenuhan ketentuan undang- undang yang berlaku, sehingga apabila pengguna jasa Kepabeanan 
dalam rangka pemenuhan kewajiban Kepabeanan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan 
kewajiban Kepabeanan melakukan tindakan yang tindak sesuai dengan ketentuan yang diwajibkan maka 
dalam Undang-undang Kepabeanan diatur pengenaan sanksi administrasi bagi mereka yang melakukan 
pelanggaran tersebut. Sanksi Administrasi ditujukan untuk memulihkan hak-hak negara dan untuk menjamin 
ditaatinya aturan-aturan yang secara tegas telah diatur dalam ketentuan Undang-undang, dengan demikian 
Sanksi Adminisitrasi tersebut harus merupakan sarana fiskal yang dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien. Karena Sanksi Administrasi merupakan kewajiban yang dapat memberatkan mereka yang terkena, 
maka penerapannya harus memenuhi kriteria-kriteria yang transparan agar dapat dicegah terjadinya 
ketidakpastian dalam menetapkan sanksi dimaksud. Untuk kepraktisan penyelenggaraannya, kewenangan 
Direktur Jenderal Bea dan Cukai untuk menetapkan sanksi administrasi dapat dilaksanakan oleh Kepala Kantor 
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai.


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

    Cukup jelas

Pasal 2

    Ayat (I)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 3

    Pasal ini menganut azas kesebandingan (propssionaliteit beginsel) yaitu bahwa besar kecilnya suatu 
    Sanksi Administrasi berupa denda yang dapat dikenakan dipengaruhi oleh besar kecilnya kerugian 
    negara atau frekuensi pelanggaran yang dilakukan oleh si pelanggar dalam kurun waktu tertentu, 
    sehingga, kerugian negara dapat dipulihkan.

Pasal 4

    Pasal ini mengatur ketentuan tentang cara penetapan denda atas pelanggaran Undang-undang yang 
    dikenai Sanksi Administrasi dalam bentuk denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya 
    dinyatakan dalam nilai rupiah.

    Contoh: 

    Pada tanggal 15 Juli, Pengangkut barang impor melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam 
    Pasal 7 ayat (4) Undang-undang, yaitu jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang 
    diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean, sehingga berdasarkan Undang-undang dikenai Sanksi 
    Administrasi berupa denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit 
    Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Untuk mengenakan Sanksi Administrasi berupa denda terhadap 
    Pengangkut tersebut di atas terlebih dahulu harus dilihat jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh 
    Pengangkut tersebut dalam kurun waktu enam bulan terakhir dihitung sejak tanggal terjadinya 
    pelanggaran terakhir, dalam kasus ini antara kurun waktu 15 Januari sampai dengan 15 Juli. Apabila 
    dalam kurun waklu tersebut, Pengangkut misalnya melakukan tiga kali pelanggaran, maka dikenakan 
    denda lima kali dari denda minimum, yaitu sebesar Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 5

    Pasal ini mengatur ketentua tentang cara penetapan denda atas pelanggaran undang-undang yang 
    dikenai Sanksi Administrasi dalam bentuk denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya 
    dinyatakan dalam persentase tertentu dari kekurangan pembayaran Bea Masuk.

    Contoh:

        Dalam Pemberitahuan Impor Barang, Importimebayar Bea Masuk atas barang yang 
        diimpornya sebesar Rp 1.000.000.00 (satu juta rupiah) berdasarkan tarif Bea Masuk sebesar 
        10% dan nilai pabean  atas barang impor tersebut sebesar Rp 10.000.000.00 (sepuluh juta 
        rupiah). Dari hasil penelitian Pejabat Bea dan Cukai ternyata nilia transaksi dari barang 
        bersangkutan adalah sebesar Rp 12.500.000 00 (dua belas juta lima ratus ribu rupiah) dan 
        Bea Masuk yang seharusnya dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000 00 (satu juta dua ratus 
        lima puluh ribu rupiah) sehingga importir kurang membayar Bea Masuk sebesar Rp 
        250.000 00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

        Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 16 ayat (4) undang-undang atas kesalahan 
        memberitahukan nilai pabean yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk 
        Importir dikenai Sanksi Adminisirasi berupa denda paling banyak lima ratus persen dari Bea 
        Masuk yang kurang dibayar atau paling sedikit seratus persen dari Bea Masuk yang kurang 
        dibayar. Dalam kasus di atas kekurangan pembayaran Bea Masuk adalah sebesar 25% (dua
        puluh lima persen) dari Bea Masuk yang telah dibayar (Rp 250.000 00 dibagi Rp 1.000.000,00) 
        sehingga denda adminisitrasi yang dikenakan terhadap Importir adalah l00 % (seratus 
        persen) dari kekurangan pembayaran Bea Masuk yaitu sebesar Rp 250.000 00 (dua ratus lima 
        puluh ribu rupiah).

Pasal 6

    Pada dasarnya terhadap pelanggaran yang timbul karena tidak dipenuhinya ketentuan dalam Undang-
    undang tetap dikenakan suatu sanksi. Oleh karena itu apabila Sanksi Administrasi yang dasar 
    perhitungannaya adalah persentasi kekurangan Bea Masuk, ternyata Bea Masuk atas barang yang 
    dilakukan pelanggaran terebut tarifnya 0 % (nol persen), maka sanksi yang dijatuhkan tidak lagi 
    bersifat proposional, tetapi didasarkan pada satuan jumlah dalam rupiah.

Pasal 7

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Pencantuman besarnya sanksi administrasi dan ketentuan Undang-undang yang dilanggar 
        dalam surat pemberitahuan dimaksud untuk memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang 
        dikenakan sanksi administrasi, khususnya agar yang bersangkutan mengetahui secara jelas 
        ketentuan yang dilanggarnya, sehingga apabila yang bersangkutan keberatan terhadap 
        pengenaan sanksi administrasi dimaksud dapat mengajukan keberatan kepada Direktur 
        Jenderal Bea dan Cukai

Pasal 8

    Cukup jelas

Pasal 9

    Cukup jelas





              TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3627