PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 21 TAHUN 1996

                        TENTANG

                   PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.  bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan, diatur ketentuan mengenai
    wewenang Pejabat Bea dan Cukai;
b.  bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dipandang perlu 
    mengatur pelaksanaan kewenangan Pejabat Bea dan Cukai dalam melakukan penindakan di bidang 
    kepabeanan dengan Peraturan Pemerintah.

Mengingat : 

1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.  Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
        
                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENINDAKAN Dl BIDANG KEPABEANAN.


                         BAB I
                        KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.  Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan;
2.  Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia;
3.  Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
4.  Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam 
    jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu;
5.  Pemeriksaan adalah tindakan untuk memeriksa sarana pengangkut, barang, bangunan atau tempat 
    lainnya, surat atau dokumen yang berkaitan dengan barang, serta terhadap orang;
6.  Pencegahan Barang adalah tindakan untuk menunda pengeluaran, pemuatan dan pengangkutan barang 
    impor atau ekspor sampai dipenuhinya kewajiban pabean;
7.  Pencegahan Sarana Pengangkut adalah tindakan untuk mencegah keberangkatan sarana pengangkut;
8.  Penyegelan adalah tindakan untuk mengunci, menyegel dan/atau melekatkan tanda pengaman yang 
    diperlukan guna mengamankan hakhak negara.


                        Pasal 2

(1)     Untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya ketentuan Undang-undang, Pejabat Bea dan Cukai 
    mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan di bidang Kepabeanan sebagai upaya untuk 
    mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran ketentuan Undang-undang.
(2)     Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
    a.  Penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut;
    b.  Pemeriksaan terhadap barang, bangunan atau tempat lain, surat atau dokumen yang 
        berkaitan dengan barang, atau terhadap orang;
    c.  Pencegahan terhadap barang dan sarana pengangkut; dan
    d.  Penguncian, penyegelan, dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan terhadap 
        barang maupun sarana pengangkut


                        BAB II
                         PEMERIKSAAN

                        Pasal 3

(1)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta 
    barang diatasnya.
(2)     Sarana Pengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos dikecualikan dari 
    pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 
(3)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan pembongkaran barang dari sarana 
    pengangkut apabila ternyata barang yang dibongkar tersbut bertentangan dengan ketentuan yang 
    berlaku.


                        Pasal 4

(1)     Untuk keperluan pemeriksaan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, atas 
    permintaan atau isyarat Pejabat Bea dan Cukai pengangkut wajib menghentikan sarana 
    pengangkutnya.
(2)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta agar sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (1) dibawa ke Kantor Pabean atau di tempat lain yang sesuai untuk keperluan pemeriksaan.
(3)     Atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai, pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib 
    membuka sarana pengangkut atau bagiannya untuk diperiksa.
(4)     Segala biaya yang timbul sebagai akibat pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (2) merupakan tanggung jawab :
    a.  pengangkut, apabila dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran ketentuan 
        Undang-undang;
    b.  Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, apabila dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya 
        pelanggaran ketentuan Undang-undang.
(5)     Tindak lanjut dari pemeriksaan sarana pengangkut dan barang diatasnya sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan sebagai berikut :
    a.  apabila terdapat pelanggaran, segera dilakukan pencegahan tehadap sarana pengangkut dan/
        atau barang di atasnya;
    b.  apabila tidak terdapat pelanggaran, segera mengizinkan pengangkut beserta sarana 
        pengangkut berikut barang yang ada diatasnya untuk meneruskan perjalanan.


                        Pasal 5

(1)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pcmeriksaan terhadap barang.
(2)     Untuk melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), importir, eksportir, 
    pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau kuasanya 
    wajib menyerahkan barang dan membuka setiap bungkusan atau kemasan barang yang akan 
    diperiksa.
(3)     Jika permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Pejabat Bea dan Cukai 
    berwenang melakukan pemeriksaan atas resiko dan biaya pihak yang diperiksa.


                        Pasal 6

(1)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap :
    a.  bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan 
        bangunan atau tempat lain yang penyelenggaraannya dengan izin yang diberikan berdasarkan
        Undang-undang; atau
    b.  bangunan atau tempat lain yang menurut Pemberitahuan Pabean berisi barang dibawah 
        pengawasan pabean.
(2)     Pejabat Bea dan Cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau tempat yang bukan 
    merupakan rumah tinggal yang berdasarkan Undang-undang penyelenggaraannya tidak berada di 
    bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dapat memeriksa setiap barang yang 
    ditemukan.


                        Pasal 7

Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa badan setiap orang :
1.  Yang berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang masuk ke dalam Daerah 
    Pabean.
2.  Yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya adalah tempat di luar 
    Daerah Pabean;
3.  Yang sedang berada di atau baru saja meninggalkan Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat 
    Penimbunan Berikat; atau
4.  Yang sedang berada di atau baru saja meninggalkan Kawasan Pabean.


                        BAB III
                            PENCEGAHAN

                        Pasal 8

Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pencegahan terhadap :
1.  Barang impor yang berada di Kawasan Pabean yang oleh pemiliknya akan dikeluarkan ke peredaran 
    bebas tanpa memenuhi kewajiban pabean;
2.  Barang impor yang keluar dari Kawasan Pabean yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum 
    memenuhi sebagian atau seluruh kewajiban pabeannya;
3.  Barang ekspor yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum memenuhi sebagian atau seluruh 
    kewajiban pabeannya; 
4.  Sarana pengangkut yang memuat barang yang belum dipenuhi kewajiban pabeannya; atau
5.  Sarana pengangkut yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya.


                        Pasal 9

Pencegahan tidak dapat dilakukan terhadap :
1.  Paket atau barang yang disegel oleh Penegak Hukum lain atau Dinas Pos;
2.  Barang yang berdasarkan hasil pemeriksaan ulang atas Pemberitahuan, atau Dokumen Pelengkap 
    Pabean menunjukkan adanya kekurangan pembayaran Bea Masuk;
3.  Sarana Pengangkut yang disegel oleh Penegak Hukum lain atau Dinas Pos; atau
4.  Sarana pengangkut Negara atau Negara Asing.


                        Pasal 10

Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai dikuasai negara dan disimpan 
di Tempat Penimbunan Pabean.


                        Pasal 11

Pemilik barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 8, dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 
30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat bukti pencegahan, dengan ketenluan:
1.  Menyebutkan alasan-alasan keberatan; dan
2.  Melampirkan bukti-bukti yang mcnguatkan keberatan.


                        Pasal 12

(1)     Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah diselesaikan dengan cara :
    a.  diserahkan kembali kepada pemiliknya, dalam hal:
        1.  telah memenuhi kewajiban pabean;
        2.  pencegahan barang dan/atau sarana pengangkut yang dilakukan tanpa surat perintah 
            pencegahan karena alasan mendesak dan perlu, tidak mendapat persetujuan dari
            Direktur Jenderal;
        3.  keberatan yang diajukan oleh pemilik barang dan/atau sarana pengangkut diterima 
            oleh Menteri;
        4.  keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tidak mendapat pulisan Menteri 
            setelah lewat waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya permohonan 
            keberatan; atau
        5.  tidak diperlukan untuk bukti di pengadilan, setelah diserahkan uang pengganti yang 
            besarnya tidak melebihi harga barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah.
    b.  dimusnahkan karena barang tersebut busuk;
    c.  dilelang, karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau pengurusannya 
        memerlukan biaya tinggi, sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi;
    d.  diserahkan kepada penyidik sebagai bukti dalam proses penyidikan ;
    e.  dalam hal menyangkut barang yang dilarang atau dibatasi, menjadi milik negara.
(2)     Tata cara penyelesaian barang pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                        Pasal 13

(1)     Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diterima karena tidak ditemukan adanya 
    pelanggaran, Menteri memerintahkan :
    a.  barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah;
    b.  uang hasil lelang barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah; atau
    c.  uang pengganti barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah, diserahkan kepada 
        pemiliknya.
(2)     Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ditolak karena terbukti adanya 
    pelanggaran ketentuan Undang- undang yang berkaitan dengan impor yang diancam dengan sanksi 
    administrasi, Menteri memerintahkan:
    a.  barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah;
    b.  uang hasil lelang barang dan/ataiu sarana pengangkut yang ditegah; atau
    c.  uang pengganti barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah, diserahkan kepada pemiliknya 
        setelah Bea Masuk dan sanksi administrasi berupa denda telah dibayar dan semua persyaratan 
        yang diperlukan dalam rangka impor telah dipenuhi.
(3)     Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ditolak karena terbukti adanya 
    pelanggaran ketentuan Undang- undang yang berkaitan dengan ekspor yang diancam dengan sanksi 
    administrasi, Menteri memerintahkan :
    a.  barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah;
    b.  uang hasil lelang barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah; atau
    c.  uang pengganti barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah, diserahkan kepada pemiliknya 
        setelah sanksi administrasi berupa denda dan pungutan negara dalam rangka ekspor telah 
        dibayar dan semua persyaratan yang diperlukan dalam rangka ekspor telah dipenuhi.
(4)     Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ditolak karena terbukti adanya 
    pelanggaran ketentuan Undang-undang yang diancam dengan sanksi pidana Menteri memerintahkan :
    a.  barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah;
    b.  uang hasil lelang barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah; atau
    c.  uang pengganti barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah, diserahkan kepada 
        penyidik sebagai barang bukti.
(5)     Apabila setelah lewat 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya permohonan keberatan Menteri tidak 
    memberikan putusan, keberatan dianggap diterima serta barang dan/atau sarana pengangkut 
    diselesaikan sesuai ketentuan pada ayat (1)
(6)     Putusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) segera 
    diberitahukan kepada pemilik barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah.


                         BAB IV
                            PENYEGELAN

                        Pasal 14

Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penyegelan terhadap :
1.  Barang impor yang belum disclesaikan kowajiban pabeannya;
2.  Barang ekspor yang harus diawasi yang berada . di sarana pcngangkut atau di tempat pcnimbunan 
    alau lompat lain; atau
3.  Barang dantatau sarana pcngangkut yang dilogah.


                        Pasal 15

(1)     Segel dan/atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi pabean di negara lain atau pihak lain 
    dapat diterima sebagai pengganti segel.
(2)     Pemilik dan/atau yang menguasai sarana pengangkut atau tempat-tempat yang disegel oleh Pejabat 
    Bea dan Cukai wajib menjaga agar semua kunci, segel, atau tanda pengaman tidak rusak atau hilang.
(3)     Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang tidak boleh dibuka, dilepas atau dirusak tanpa 
    izin dari Pejabat Bea dan Cukai.


                        Pasal 16

Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam dihentikan dalam hal :
1.  Barang dan/atau sarana pengangkut telah diselesaikan kewajiban pabeannya;
2.  Penyegelan sebagai tindak lanjut dari pencegahan yang dilakukan tanpa surat perintah tidak 
    mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal; atau
3.  Barang dan/atau sarana pengangkut diserahkan kepada penyidik sebagai barang bukti.


                          BAB V
             SURAT PERINTAH, SURAT BUKTI PENCEGAHAN, DAN BERITA ACARA

                        Pasal 17

Untuk melaksanakan penindakan berupa pemeriksaan, pencegahan, dan penyegelan, Pejabat Bea dan Cukai 
harus dilengkapi dengan surat perintah dari Direktur Jenderal.


                        Pasal 18

(1)     Surat perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 tidak diperlukan dalam hal :
    a.  Pemeriksaan bangunan atau tempat lain yang menurut Undang-undang berada dibawah 
        pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
    b.  Dalam keadaan mendesak diperlukan tindakan untuk menghentikan atau menegah sarana 
        pengangkut dan/atau barang;
    c.  Melakukan pengejaran terhadap orang pribadi dan/atau sarana pengangkut yang membawa 
        barang yang diduga melanggar Undang-undang.
(2)     Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau 
    huruf c segera melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya, dalam waktu 
    selambat-lambatnya 1 x 24 jam terhitung sejak penindakan dilakukan.


                        Pasal 19

Surat perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sekurang-kurangnya memuat :
1.  Nama pejabat Bea dan Cukai yang diberi perintah;
2.  Bentuk dan alasan penindakan;
3.  Jangka waktu berlakunya surat perintah; dan
4.  Kewajiban pelaporan hasil penindakan.


                        Pasal 20

(1)     Atas pencegahan barang dan/atau sarana pengangkut, Pejabat Bea dan Cukai wajib membuat surat 
    bukti pencegahan dengan menyebutkan alasannya.
(2) Surat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemilik barang dan/atau sarana 
    pengangkut atau kuasanya dengan mendapatkan tanda terima dari yang bersangkutan.


                        Pasal 21

Tindakan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut, barang, bangunan atau tempat lain, dan/atau surat atau 
dokumen yang bertalian dengan barang, serta pencegahan dan penyegelan wajib dibuatkan berita acara.


                        Pasal 22

Bentuk surat perintah, surat bukti pencegahan serta berita acara pemeriksaan, pencegahan, dan penyegelan 
ditetapkan oleh Menteri.


                         BAB VI
                        KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 23

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini diatur oleh
Menteri.


                        Pasal 24

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




                            Ditetapkan di Jakarta
                            pada tanggal 2 April 1996
                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                            ttd.

                            SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 April 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

MOERDIONO





               LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TUHUN 1996 NOMOR 36






                              PENJELASAN
                           ATAS

                    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 21 TAHUN 1996

                        TENTANG

                   PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN

UMUM

Penindakan terhadap barang dan/atau sarana pengangkut serta bangunan atau tempat lain adalah suatu 
wewenang kepabeanan yang bersifat administratif dalam rangka menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya 
ketentuan larangan dan pembatasan. Disadari bahwa penindakan tersebut tentunya akan menghambat 
kelancaran arus barang dan mengakibatkan keadaan yang kurang memuaskan bagi pemiliknya. Oleh karena 
itu, dalam pelaksanaannya dituntut kesadaran yang tinggi berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dan 
bersifat objektif. Pejabat Bea dan Cukai yang akan melaksanakan penindakan harus telah mempunyai 
petunjuk yang cukup atas tindakan yang akan diambilnya dan tetap mengutamakan tingkat pelayanan yang 
tinggi serta memberikan kepastian bagi pemilik barang dan orang yang dikenakan penindakan. Setiap 
penindakan harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum berdasarkan alasan dan bukti yang cukup 
untuk mendapatkan penyelesaian akhir berupa penyidikan terhadap tindak pidana atau pengenaan sanksi 
administralif berupa denda atau penyerahan kembali kepada pemiliknya.


PASAL DEMI PASAL


Pasal 1

    Cukup jelas

Pasal 2

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 3

    Ayat (1)

        Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap sarana 
        pengangkut serta barang di atasnya bertujuan untuk menjamin hak-hak negara dan 
        dipatuhinya peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya dibebankan kepada 
        Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut dan 
        barang yang ada diatasnya dilakukan secara selektif.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 4

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan "isyarat" adalah tanda yang diberikan kepada nahkoda atau 
        pengangkut, berupa isyarat tangan, isyarat bunyi, isyarat lampu, radio, dan sebagainya yang 
        lazim dipergunakan sebagai isyarat untuk menghentikan sarana pengangkut.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Cukup jelas

    Ayat (5)

        Cukup jelas

Pasal 5

    Ayat (1)

        Tindakan pemeriksaan terhadap barang dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran 
        ketentuan Undang-undang Kepabeanan dan peraturan perundang-undangan yang 
        pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kewenangan ini 
        termasuk juga melakukan pemeriksan surat yang dicurigai berisi barang impor atau barang 
        ekspor yang dikirim melalui pos. Pembukaan surat tersebut harus dilakukan bersama petugas 
        Pos. Yang dimaksud dengan barang pada ayat ini meliputi barang impor, barang ekspor, dan 
        barang yang dikirim dari satu tempat ke tempat lain dalam Daerah Pabean.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 6

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan berhubungan langsung adalah berhubungan secara fisik sedangkan 
        berhubungan tidak langsung adalah yang secara fisik tidak berhubungan secara langsung 
        tetapi secara operasional saling berhubungan. Tujuannya adalah untuk mencegah usaha untuk 
        menghindari pemeriksaan atau menyelundupkan barang, mengingat pada waktu dilakukan 
        pemeriksaaan oleh Pejabat Bea dan Cukai ada kemungkinan barang telah dipindahkan ke 
        bangunan atau tempat lain yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan 
        bangunan sedang diperiksa.

    Ayat (2)

        Yang dimaksud dengan bangunan dan tempat lain yang bukan rumah tinggal pada ayat ini 
        adalah bangunan yang bukan merupakan tempat untuk menimbun barang yang berada di
        bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Undang-
        undang. Apabila berdasarkan petunjuk yang ada bahwa di tempat tersebut terdapat barang 
        yang tersangkut pelanggaran Kepabeanan atau peraturan larangan pembatasan Direktur 
        Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk dapat memerintahkan Pejabat Bea dan 
        Cukai melakukan pemeriksaan terhadap tempat tersebut.

Pasal 7

    Pemeriksaan badan harus diusahakan sedemikian rupa sesuai norma kesusilaan dan kesopanan. Oleh 
    karena itu, pemeriksaan harus dilakukan di tempat tertutup oleh orang yang sama jenis kelaminnya, 
    serta dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Pasal 8

    Angka 1

        Cukup jelas

    Angka 2

        Keluar dari Kawasan Pabean mengandung pengertian sepanjang barang impor tersebut masih 
        dapat diketahui berasal dari Kawasan Pabean dan dalam pengawasan berlanjut, sedangkan 
        yang dimaksud dengan petunjuk yang cukup adalah bukti permulaan ditambah dengan 
        keterangan dan data yang diperoleh antara lain :
        1.  Laporan pegawai;
        2.  Laporan hasil pemeriksaan biasa;
        3.  Keterangan saksi dan/atau informan;
        4.  Hasil kegiatan intelijen; atau
        5.  Hasil pengembangan penyelidikan.

        Contoh :

        Terdapat ketidaksesuaian antara cargo manifest kapal dengan bay plan kapal atas suatu party 
        barang impor yang dibongkar dipelabuhan.

        Walau sudah terdapat bukti permulaan berupa ketidaksesuaian antara cargo manifest kapal 
        dan bay plan kapal, namun hal ini belum cukup untuk melakukan pencegahan.

        Agar bukti permulaan tersebut menjadi cukup untuk dapat melakukan pencegahan barang 
        maka harus ada unsur pendukung misalnya laporan atau keterangan pegawai atau informasi
        lainnya yang diperoleh tentang ketidakbenaran partai barang impor tersebut sehingga 
        terdapat cukup alasan untuk melakukan pencegahan barang.

    Angka 3

        Cukup jelas

    Angka 4

        Cukup jelas

    Angka 5

        Sebagai contoh sarana pengangkut yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya misalnya 
        kapal yang semula dimasukkan dengan fasilitas impor sementara kemudian 
        dipindahtangankan/dijual kepada warga negara Indonesia atau penduduk Indonesia dan 
        diganti bendera Indonesia. Pada saat terjadi, pemindahtanganan maka atas sarana 
        pengangkut tersebut berdasarkan, Undang-undang wajib diselesaikan kewajiban pabeannya 
        sebagai barang impor untuk dipakai. Dengan demikian apabila terjadi pemindahtanganan 
        pemilik atau yang menguasai sarana pengangkut tidak menyelesaikan kewajiban pabeannya 
        maka sarana pengangkut tersebut dapat ditegah.

Pasal 9

    Angka 1

        Cukup jelas

    Angka 2

        Pemeriksaan ulang (verifikasi) terhadap Pemberitahuan atau Dokumen Pelengkap Pabean 
        yang dilakukan oleh Kantor Pabean dapat mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk 
        yang telah dilakukan oleh importir/pemilik barang. Pelunasan kekurangan pembayaran Bea 
        Masuk 1 tersebut diselesaikan secara administratif. Namun demikian, ada kemungkinan bahwa 
        barang impor tersebut masih berada di gudang importir yang bersangkutan. Terhadap barang 
        yang bersangkutan tidak dapat dilakukan pencegahan.

    Angka 3

        Cukup jelas

    Angka 4

        Yang dimaksud dengan Sarana Pengangkut Negara adalah pesawat Udarsa atau Kapal Laut 
        yang dipergunakan oleh ABRI dan instasi pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan 
        kewenangan untuk menegakkan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang 
        berlaku. Ketentuan ini berlaku juga untuk sarana pengangkut negara asing milik Angkatan 
        Bersenjata asing dan/atau instansi pemerintah asing yang diberi fungsi dan kewenangan 
        penegakan hukum atau pertahanan dan keamanan negara.

Pasal 10

    Cukup jelas

Pasal 11

    Pasal ini memberikan hak kepada pemilik barang atau pihak yang merasa dirugikan untuk 
    mengajukan keberatan atas pencegahan barang dan/atau sarana pengangkut yang dilakukan oleh 
    Pejabat Bea dan Cukai serta untuk memberikan kepastian hukum.

Pasal 12

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 13

    Ayat (1)

        huruf a

            Cukup jelas

        huruf b

            Barang yang ditegah karena sifalnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau 
            pengurusannya memerlukan biaya tinggi sepanjang bukan merupakan barang yang 
            dilarang atau dibatasi dilakukan pelelangan. Hasil lelang tersebut merupakan hak
            pemilik barang oleh karena itu harus dikembalikan karena ternyata tidak terbukti 
            adanya pelanggaran.

        huruf c
    
            Barang yang dilegah yang lelah diselesaikan kewajiban pabeannya dan telah 
            diserahkan sejumlah uang atau jaminan, kemudian lernyata tidak terdapat 
            pelanggaran maka uang jaminan lersebut harus dikembalikan kepada pemilik barang.


    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Cukup jelas

    Ayat (5)

        Cukup jelas

    Ayat (6)

        Cukup jelas

Pasal 14

    Yang dimaksud dengan penyegelan adalah mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda 
    pengaman yang bertujuan untuk menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan 
    keuangan negara karena tidak diperlukan adanya penjagaan/pengawalan secara terus menerus oleh
    Pejabat Bea dan Cukai.

    Angka 1

        Cukup jelas

    Angka 2

        Yang dimaksud dengan "barang ekspor" yang harus diawasi adalah barang tertentu yang 
        berdasarkan peraturan perundangundangan ekspornya diawasi. Terhadap barang ekspor yang
        harus diawasi yang berada di sarana Pengangkut atau di Tempat penimbunan atau Tempat 
        lain dapat disegel apabila barang tersebut berdasarkan Pemberitahuan Pabean atas barang
        ekspor benar-benar merupakan bagian dari barang cespor yang ditegah oleh Pejabat Bea dan 
        Cukai pada saat akan diekspor.

    Angka 3

        Cukup jelas

Pasal 15

    Ayat (1)

        "Dapat diterima" mengandung pcngertian bahwa penyegelan atau pembubuhan tanda 
        pengaman tersebut dianggap telah disegel atau dibubuhkan di dalam negeri berdasarkan 
        peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan pihak lain pada ayat ini 
        adalah badan resmi yang keberadaannya diakui oleh Pemerintah misalnya perusahaan
        pelayaran.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 16

    Cukup jelas

Pasal 17

    Cukup jelas

Pasal 18

    Ayat (1)

        Huruf a

            Cukup jelas

        Huruf b

            Yang dimaksud dengan "keadaan mendesak" adalah suatu keadaan dimana 
            pencegahan harus seketika itu dilakukan dan apabila tidak dilakukan dalam arti harus 
            menunggu surat perintah terlebih dahulu, barang dan sarana pengangkut tidak dapat 
            lagi ditegah sehingga penegakan hukum tidak dapat dilakukan.

        Huruf c

            Cukup jelas

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 19

    Cukup jelas

Pasal 20

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Surat Bukti Pencegahan diserahkan kepada pemilik barang dan/atau sarana pengangkut yang 
        ditegah atau kuasanya dengan tanda penerimaan berupa pembubuhan tanggal dan tanda
        tangan. Dalam hal yang bersangkutan tidak bersedia membubuhkan tanda tangan maka 
        Pejabat Bea dan Cukai membuat catatan atau keterangan tentang hal itu.

Pasal 21

    Cukup jelas

Pasal 22

    Cukup jelas

Pasal 23

    Cukup jelas

Pasal 24

    Cukup jelas





                TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3626