PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA
                    NOMOR 96 TAHUN 2007

                        TENTANG

              PETUNJUK TEKNIS PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH
                    PELAYANAN PERTAMANAN

                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

            GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :

1.  bahwa berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 8 Tahun 2001 telah ditetapkan Petunjuk Teknis 
    Pemungutan Retribusi Dinas Pertamanan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
2.  bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah dan 
    Peraturan Gubernur Nomor 126 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi 
    Daerah, perlu dilakukan Penyempurnaan terhadap Keputusan Gubernur Nomor 8 Tahun 2001 
    Sebagaimana tersebut pada huruf a; 
3.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan untuk menerapkan prinsip 
    transparansi, akuntabilitas dan peningkatan pelayanan dalam rangka peningkatan pelayanan dalam 
    rangka pemungutan retribusi daerah, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Teknis 
    Pemungutan Retribusi Daerah Pelayanan Pertamanan. 

Mengingat :

1.  Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah 
    diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 TAHUN 2000;
2.  Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara 
    Republik Indonesia Jakarta;
3.  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
4.  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
5.  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
6.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
7.  Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan 
    Pemerintahan Daerah;
8.  Peraturan Pemerintah Nomor 66 TAHUN 2001 tentang Retribusi Daerah;
9.  Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
10.     Keputusan Presiden Nomor 80 TAHUN 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa 
    Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 85 
    Tahun 2006;
11.     Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan 
    Retribusi Daerah;
12.     Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Cara Pemeriksaan di Bidang 
    Retribusi Daerah;
13.     Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang Sistem Administrasi Pajak Daerah, 
    Retribusi Daerah dan Penerimaan Pendapatan Lain-lain;
14.     Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan 
    Daerah;
15.     Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat 
    Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
16.     Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
17.  Keputusan Gubernur Nomor 8 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertamanan 
    Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
18.     Keputusan Gubernur Nomor 108 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan 
    dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana telah diubah dengan 
    Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2007;
19.     Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2005 tentang Pengadaan dan Pengendalian Benda-benda 
    Berharga sebagai Sarana Pemungutan Retribusi Daerah;
20.     Peraturan Gubernur Nomor 126 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi 
    Daerah.


                           MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH PELAYANAN 
PERTAMANAN.


                        BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
1.  Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
2.  Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
3.  Badan Pengawasan Daerah adalah Badan Pengawasan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota 
    Jakarta;
4.  Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
5.  Kepala Dinas Pendapatan Daerah adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus 
    Ibukota Jakarta;
6.  Dinas Pertamanan adalah Dinas Pertamanan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
7.  Kepala Dinas Pertamanan adalah Kepala Dinas Pertamanan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
8.  Biro Keuangan adalah Biro Keuangan pada Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
9.  Kepala Biro Keuangan adalah Kepala Biro Keuangan pada Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Khusus 
    Ibukota Jakarta;
10.     Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah adalah Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah Provinsi 
    Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
11.     Suku Dinas Pertamanan adalah Suku Dinas Pertamanan Kotamadya di Provinsi Daerah Khusus Ibukota 
    Jakarta.
12.     Kepala Suku Dinas Pertamanan adalah Kepala Suku Dinas Pertamanan Kotamadya di Provinsi Daerah 
    Khusus Ibukota Jakarta.
13.     Retribusi Daerah Pelayanan Pertamanan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah 
    sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau 
    diberikan oleh Dinas Pertamanan untuk kepentingan orang pribadi atau badan;
14.     Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan 
    retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong 
    retribusi tertentu;
15.     Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek 
    retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada 
    Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya;
16.     Penghitungan Retribusi Daerah adalah rincian besarnya retribusi yang harus dibayar oleh Wajib 
    Retribusi baik pokok retribusi, bunga, tambahan pembayaran retribusi, kelebihan pembayaran 
    retribusi, maupun sanksi administrasi;
17.     Bendahara Penerimaan adalah setiap orang yang ditunjuk menerima, menyimpan, menyetorkan, 
    menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka 
    pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Dinas Pertamanan Provinsi Daerah 
    Khusus Ibukota Jakarta.
18.     Bendahara Penerimaan Pembantu adalah setiap orang yang ditunjuk menyimpan, menyetorkan, 
    menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka 
    pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Dinas Pertamanan Provinsi Daerah 
    Khusus Ibukota Jakarta.
19.     Surat Ketetapan Restribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Ketetapan yang 
    menentukan besarnya retribusi daerah terutang yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pertamanan 
    berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Wajib Retribusi;
20.     Surat Ketetapan Restribusi Daerah Jabatan yang selanjutnya disingkat SKRD Jabatan adalah surat 
    ketetapan retribusi daerah terutang yang diterbitkan karena jabatan oleh Kepala Dinas Pertamanan 
    apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Retribusi tidak mengajukan permohonan 
    pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
21.     Surat Ketetapan Restribusi Daerah Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRD Tambahan adalah 
    surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah retribusi terutang yang diterbitkan oleh Kepala 
    Dinas Pertamanan apabila, berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan/atau data yang 
    semula belum terungkap;
22.     Piutang Retribusi Daerah adalah retribusi yang tidak dilunasi oleh Wajib Retribusi sampai batas waktu 
    bayar dan merupakan tagihan kepada Wajib Retribusi berupa pokok retribusi beserta sanksi 
    administrasi baik berupa bunga, dan/atau denda yang harus dilunasi oleh Wajib Retribusi yang 
    tercantum dalam SKRD Tambahan, SKRD Jabatan dan STRD sebagai akibat pemberian jasa/pelayanan 
    yang sudah diberikan oleh Pemerintah Daerah;
23.     Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan 
    tagihan terutang dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda;
24.     Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat 
    ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi 
    lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
25.     Surat keputusan Persetujuan/Penolakan Pembayaran Angsuran Retribusi Daerah adalah surat 
    keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pertamanan yang memuat persetujuan atau penolakan 
    permohonan pembayaran secara angsuran yang diajukan oleh Wajib Retribusi;
26.     Surat Pernyataan Kesanggupan Pembayaran Angsuran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat 
    SPKPARD adalah surat pernyataan yang dibuat oleh Wajib Retribusi yang menyatakan kesanggupan 
    pembayaran retribusi daerah secara angsuran;
27.     Surat Pembayaran Angsuran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPARD adalah surat yang 
    digunakan untuk membayar retribusi secara angsuran yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pertamanan 
    sesuai surat pernyataan kesanggupan pembayaran secara angsuran;
28.     Sistem Informasi Pemungutan Retribusi Daerah adalah sistem yang menghubungkan kegiatan 
    pemungutan retribusi daerah antara Dinas Pertamanan dengan Sistem Informasi Dinas Pendapatan 
    Daerah;
29.     Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan/
    atau keterangan lainnya dalam rangka untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi 
    daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan 
    daerah.


                        BAB II
                JENIS PELAYANAN DAN SARANA PEMUNGUTAN

                        Pasal 2

(1) Jenis Pelayanan pertamanan terdiri dari :
    a.  pemakaian lokasi taman dan jalur hijau untuk :
            1)      shooting film;
            2)      bazaar, perlombaan, sarasehan, pameran, acara ritual dan kegiatan lainnya;
            3)      pemakaian lokasi taman untuk perkemahan;
            4)  penggunaan lokasi taman/jalur hijau untuk bedeng proyek (direksi keet) dan 
            sejenisnya;
            5)  penggunaan lokasi taman/jalur hijau untuk material pekerjaan proyek-proyek dan 
            sejenisnya;
            6)  Pemakaian lokasi taman dan jalur hijau pada titik lubang tiang umbul-umbul;
    b.  pemakaian peralatan pertamanan untuk :
            1)      tenda kemah;
            2)      tiang umbul-umbul.
    c.  izin penebangan pohon pelindung khususnya pohon yang sehat.
(2)     Pelayanan pertamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut retribusi dengan menggunakan 
    sarana pemungutan berupa :
    a)      SKRD;
    b)      SKRD Jabatan;
    c)      SKRD Tambahan.


                        BAB III
                 PENGADAAN, PENGESAHAN DAN PENDISTRIBUSIAN
                    SARANA PEMUNGUTAN

                        Pasal 3

(1) Rencana kebutuhan sarana pemungutan berupa SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan dan STRD 
    disampaikan oleh Dinas Pertamanan kepada Dinas Pendapatan Daerah.
(2)     Pengadaan sarana pemungutan retribusi daerah berupa SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan dan 
    STRD dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah.
(3)     Sarana pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sah penggunaannya setelah 
    dilegalisasi oleh Dinas Pendapatan Daerah.
(4)     Pendistribusian sarana pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Dinas 
    Pendapatan Daerah berdasarkan permohonan kebutuhan Dinas Pertamanan.


                        BAB IV
                          PEMUNGUTAN

                          Bagian Kesatu
                        Pendaftaran dan Pendataan

                        Pasal 4

(1)     Dinas Pertamanan dan Suku Dinas Pertamanan wajib melakukan pendataan terhadap obyek dan 
    subyek retribusi sebagai data awal yang disusun dalam bentuk data induk.
(2)     Data induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dan pendaftaran pelayanan Wajib 
    Retribusi dan/atau hasil pendataan lapangan.
(3)     Suku Dinas Pertamanan wajib menyampaikan hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
    kepada Dinas Pertamanan secara periodik setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(4)     Berdasarkan data induk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya ditetapkan potensi 
    penerimaan retribusi Dinas Pertamanan.


                        Pasal 5

(1)     Data induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayata (4) wajib dilakukan pemutakhiran data secara 
    periodik setiap semester.
(2)     Hasil pemutakhiran data induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Dinas 
    Pertamanan kepada Dinas Pendapatan Daerah paling lambat akhir semester 1 (satu) tahun berikutnya.
(3)     Hasil pemutakhiran data induk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar 
    perhitungan rencana penerimaan retribusi Dinas Pertamanan.


                           Bagian Kedua
                             Penetapan

                        Pasal 6

Penetapan besarnya retribusi dengan menggunakan SKRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) 
huruf a, dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.  Wajib Retribusi harus terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas 
    Pertamanan untuk mendapatkan Jasa Pelayanan Pertamanan.
b.  Berdasarkan permohonan jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada huruf a, petugas Dinas 
    Pertamanan melakukan perhitungan besarnya retribusi terutang menurut tarif sebagaimana diatur 
    dalam Peraturan Daerah yang berlaku dan dituangkan dalam nota perhitungan.
c.  Nota perhitungan sebagaimana dimaksud pada huruf b diajukan kepada Kepala Dinas Pertamanan 
    untuk mendapat persetujuan.
d.  Berdasarkan nota perhitungan yang telah disetujui, Kepala Dinas Pertamanan sebagaimana dimaksud 
    huruf c, selanjutnya diterbitkan SKRD.


                        Pasal 7

(1)     SKRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, terdiri dari 5 (lima) rangkap dengan rincian 
    sebagai berikut:
    a.  Lembar ke-1 (putih), ke-2 (kuning), ke-3 (merah) dan ke-4 (hijau) disampaikan kepada wajib 
        retribusi sebagai alat untuk membayar retribusi.
    b.  Lembar ke-5 (biru) sebagai pertinggal pada Dinas Pertamanan untuk alat kendali pembayaran.
(2)     Jatuh tempo pembayaran retribusi daerah terutang yang tertera pada SKRD sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 6 huruf d adalah 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak tanggal diterbitkan SKRD.
(3)     Apabila jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2, jatuh pada hari libur, maka 
    pembayaran paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya.


                        Pasal 8

Penetapan besarnya retribusi daerah dengan menggunakan SKRD Jabatan sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 2 ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.  Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, ternyata Wajib Retribusi tidak menyampaikan permohonan 
    jasa pelayanan.
b.  Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a petugas Dinas Pertamanan 
    melakukan perhitungan besarnya retribusi yang seharusnya dibayar.
c.  Perhitungan besarnya retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada huruf b ditambah sanksi 
    administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pokok retribusi terutang.
d.  Perhitungan dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dituangkan dalam nota 
    perhitungan.
e.  Nota Perhitungan sebagaimana dimaksud pada huruf d harus diajukan kepada Kepala Dinas 
    Pertamanan untuk mendapat persetujuan.
f.  Berdasarkan nota perhitungan yang telah disetujui sebagaimana dimaksud pada huruf e Kepala Dinas 
    Pertamanan selanjutnya menerbitkan SKRD Jabatan.


                        Pasal 9

(1)     SKRD Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f terdiri dari 5 (lima) rangkap, dengan 
    rincian sebagai berikut :
    a.  Lembar ke-1 (putih), ke-2 (kuning), ke-3 (merah) dan ke-4 (hijau) disampaikan kepada Wajib 
        Retribusi sebagai alat untuk membayar retribusi.
    b.  Lembar ke-5 (biru) sebagai pertinggal pada Dinas Pertamanan untuk alat kendali pembayaran.
(2)     Jatuh tempo pembayaran retribusi terutang yang tertera pada SKRD Jabatan sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 8 huruf f adalah 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak tanggal diterbitkan SKRD jabatan.
(3)     Apabila jatuh tempo pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur, 
    maka pembayaran paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya.


                        Pasal 10

Penetapan besarnya retribusi dengan menggunakan SKRD Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
ayat (2) huruf c dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.  Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum 
    terungkap yang menyebabkan retribusi terutang menjadi lebih besar dari yang ditetapkan semula;
2.  Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a petugas pada Dinas Pertamanan 
    melakukan perhitungan besarnya retribusi atas data baru dan/atau data yang semula belum terungkap;
3.  Perhitungan besarnya retribusi terutang ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% 
    (lima puluh persen) dari jumlah pokok retribusi terutang;
4.  Perhitungan dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dituangkan dalam nota 
    perhitungan.
5.  Nota Perhitungan sebagaimana dimaksud pada huruf d harus diajukan kepada Kepala Dinas 
    Pertamanan untuk mendapat persetujuan;
6.  Berdasarkan nota perhitungan yang telah disetujui sebagaimana dimaksud pada huruf e Kepala Dinas 
    Pertamanan selanjutnya menerbitkan SKRD Tambahan.


                        Pasal 11

(1)     SKRD Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf f terdiri dari 5 (lima) rangkap, dengan 
    rincian sebagai berikut :
    a.  Lembar ke-1 (putih), ke-2 (kuning), ke-3 (merah) dan ke-4 (hijau) disampaikan kepada Wajib 
        Retribusi sebagai alat untuk membayar retribusi;
    b.  Lembar ke-5 (biru) sebagai pertinggal pada Dinas Pertamanan untuk alat kendali pembayaran.
(2)     Jatuh tempo pembayaran retribusi terutang yang tertera pada SKRD Tambahan sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 10 huruf f adalah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterbitkan SKRD 
    Tambahan.
(3)     Apabila jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur, maka 
    pembayaran paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya.


                             Bagian Ketiga
                              Pembayaran

                        Pasal 12

(1)     Pembayaran retribusi menggunakan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan dilakukan pada Kantor ]
    Perbendaharaan dan Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk.
(2)     Jasa Pelayanan diberikan setelah Wajib Retribusi memperlihatkan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD 
    Tambahan yang dibayar lunas dan telah divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah.
(3)     Tempat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan 
    Gubernur.
(4)     Dalam hal pembayaran dilakukan pada tempat lain yang ditunjuk maka jasa pelayanan diberikan 
    setelah Wajib Retribusi memperlihatkan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan yang dibayar lunas dan 
    telah divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah.


                         BAB V
                            PENAGIHAN

                        Pasal 13

(1)     Dinas Pertamanan wajib :
    a.  menyampaikan surat pemberitahuan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo 
        pembayaran yang tercantum dalam SKRD;
    b.  menyampaikan surat peringatan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo 
        pembayaran yang tercantum dalam SKRD Jabatan/SKRD Tambahan, apabila Wajib Retribusi 
        tidak melaksanakan kewajiban membayar retribusi terutang;
    c.  menyampaikan surat teguran paling lama 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran, 
        apabila Wajib Retribusi tidak melaksanakan kewajiban membayar retribusi terutang setelah 
        disampaikan surat peringatan.
(2)     Wajib Retribusi harus melunasi retribusi terutang paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat 
    teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterbitkan.


                        Pasal 14

(1)     Penerbitan surat peringatan dan surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b 
    dan huruf c dengan rincian sebagai berikut :
    a.  Lembar ke-1 (putih) untuk Wajib Retribusi.
    b.  Lembar ke-2 (kuning) untuk Dinas Pertamanan.
    c.  Lembar ke-3 (merah) untuk Dinas Pendapatan Daerah.
(2)     Apabila berdasarkan surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c hutang 
    retribusi belum dibayar, maka dalam tempo paling lambat 7 (tujuh) hari Dinas Pertamanan wajib 
    menerbitkan STRD.
(3)     STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat perhitungan jumlah pokok retribusi terutang 
    ditambah dengan sanksi bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan dan/atau denda yang harus 
    dibayar lunas paling lambat 7 (tujuh) hari, setelah diterbitkan STRD.
(4)     Apabila Wajib Retribusi tidak melunasi retribusi terutang sampai dengan batas waktu sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (3), maka wajib retribusi dinyatakan merugikan keuangan daerah dan akan 
    diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                         BAB VI
                    KADALUWARSA PENAGIHAN

                        Pasal 15

(1)     Hak untuk melakukan penagihan retribusi kadaluwarsa, setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) 
    tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak 
    pidana di bidang retribusi.
(2)     Saat terutangnya retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak STRD 
    diterbitkan.
(3)     Terhadap retribusi yang tidak tertagih, Kepala Dinas Pertamanan wajib membuat pertanggungjawaban 
    terhadap piutang retribusi yang tidak tertagih, sehingga mengakibatkan  kadaluwarsa penagihan.
(4)     Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa :
    a.  kronologis yang memuat pelaksanaan pemungutan piutang retribusi sebagaimana dimaksud 
        pada ayat (3);
    b.  daftar umur piutang retribusi;
    c.  surat keterangan yang menyangkut keberadaan Wajib Retribusi;
    d.  Keterangan lain yang diperlukan sebagai pertanggungjawaban terjadinya kadaluwarsa 
        penagihan.
(5)     Penetapan kadaluwarsa penagihan oleh Kepala Dinas Pertamanan dibahas bersama instansi terkait 
    dan dituangkan dalam berita acara.
(6)     Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai usulan Dinas Pertamanan 
    kepada Gubernur untuk menghapusan piutang retribusi.
(7)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan piutang retribusi sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (6) diatur dengan Peraturan Gubernur.


                        BAB VII
                PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN
                 KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN
                    SANKSI ADMINSTRASI

                           Bagian Kesatu
                             Pembetulan

                        Pasal 16

(1)     Terhadap SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD yang terdapat kesalahan tulis dan/atau 
    kesalahan hitung dapat dilakukan pembetulan.
(2)     Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas dasar permohonan atau tanpa 
    adanya permohonan dari Wajib Retribusi.
(3)     Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Kepala Dinas 
    Pertamanan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SKRD/SKRD Jabatan/SKRD 
    Tambahan/STRD dengan memberikan alasan yang jelas.
(4)     Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Kepala Dinas Pertamanan 
    didasarkan atas hasil rapat internal yang dituangkan dalam berita acara pembetulan.
(5)     Berdasarkan berita acara pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Dinas Pertamanan 
    membuat Surat Keputusan Pembetulan dan menerbitkan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/ 
    STRD sebagai pengganti yang salah tulis dan/atau salah hitung.
(6)     Terhadap lembar SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD yang salah tulis dan/atau salah hitung 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dicatat sebagai pengurangan atas persediaan sarana 
    pemungutan yang masih ada.


                            Bagian Kedua
                             Pembatalan

                        Pasal 17

(1)     Pembatalan SKRD dapat dilakukan apabila telah melampaui jatuh tempo pembayaran dan sepanjang 
    belum diberikan pelayanan.
(2)     Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas permohonan atau tanpa 
    permohonan dari Wajib Retribusi, didahului dengan rapat internal Dinas Pertamanan yang hasilnya 
    dituangkan dalam berita acara rapat.
(3)     Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar penerbitan Surat Keputusan 
    Pembatalan SKRD yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pertamanan.
(4)     SKRD yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat sebagai 
    pengurangan atas persediaan sarana pemungutan yang masih ada.


                            Bagian Ketiga
                     Pengurangan Ketetapan

                        Pasal 18

(1)     Kepala Dinas Pertamanan dapat memberikan pengurangan ketetapan retribusi akibat adanya 
    kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dengan atau tanpa permohonan dari Wajib Retribusi.
(2)     Pengurangan ketetapan retribusi akibat adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dengan atau 
    tanpa permohonan dari Wajib Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan rapat 
    internal Dinas Pertamanan dan hasilnya dituangkan dalam berita acara rapat.
(3)     Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar diterbitkannya Surat Keputusan 
    Pengurangan Ketetapan Retribusi sebagai akibat adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung 
    dengan atau tanpa permohonan dari Wajib Retribusi dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Pertamanan.


                          Bagian Keempat
                     Penghapusan atau Pengurangan
                       Sanksi Administrasi

                        Pasal 19

(1)     Terhadap SKRD Jabatan dan SKRD Tambahan yang terlambat dibayar dikenakan sanksi administrasi 
    berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling tinggi 12 (dua belas) bulan.
(2)     Atas sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penagihannya 
    dilakukan dengan menggunakan STRD yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pertamanan.
(3)     Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi 
    berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam hal sanksi tersebut dikenakan 
    karena kekhilafan Wajib Retribusi atau bukan karena kesalahannya.
(4)     Penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (3) didahului dengan rapat internal Dinas Pertamanan yang dituangkan dalam berita acara rapat.
(5)     Berita acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan dasar penerbitan Surat Keputusan 
    yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pertamanan.
(6)     Dalam hal isi Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam bentuk pengurangan, 
    Kepala Dinas Pertamanan menerbitkan STRD baru.
(7)     STRD yang telah diganti sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dicatat sebagai pengurangan atas 
    persediaan sarana pemungutan yang masih ada.


                        BAB VIII
                        PEMBUKUAN DAN PELAPORAN

                        Pasal 20

(1)     Dinas Pertamanan membukukan semua SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD menurut 
    golongan, jenis dan ruang lingkup retribusi.
(2)     SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dengan 
    memuat paling kurang :
    a.  nama dan alamat obyek dan subyek retribusi;
    b.  nomor dan tanggal SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan;
    c.  tanggal jatuh tempo;
    d.  besarnya ketetapan pokok retribusi dan sanksi administrasi;
    e.  jenis retribusi;
    f.  jumlah pembayaran.
(3)     STRD sebagimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dengan memuat paling kurang :
    a.  tanggal penerbitan STRD;
    b.  nomor STRD;
    c.  alamat obyek dan subyek retribusi;
    d.  besarnya pokok retribusi yang terhutang dan sanksi administrasi.


                        Pasal 21

(1)     Dinas Pertamanan melaporkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada Gubernur 
    melalui Kepala Dinas Pendapatan Daerah dengan tembusan kepada Badan Pengawasan Daerah 
    tentang jumlah ketetapan retribusi Dinas Pertamanan, beserta sanksi yang tercantum dalam SKRD/
    SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD yang memuat rincian :
    a.  nama dan alamat obyek dan subyek retribusi;
    b.  jenis retribusi;
    c.  nomor dan tanggal SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD;
    d.  tanggal jatuh tempo;
    e.  besar ketetapan dan sanksi;
    f.  jumlah pembayaran.
(2)     Dalam hal pembayaran retribusi pelayanan Pertamanan dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka 
    tempat yang ditunjuk tersebut harus melaporkan kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah 
    paling lambat 7 (tujuh) hari setelah uang retribusi diterima.
(3)     Dinas Pertamanan melaporkan hasil penerimaan retribusi paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan 
    berikutnya Kepala Dinas Pendapatan Daerah dengan tembusan kepada Badan Pengawasan Daerah 
    dan Kepala Biro Keuangan.
(4)     Bendahara Penerimaan pada Dinas Pertamanan dengan diketahui kepala Dinas Pertamanan 
    menyampaikan pertanggungjawaban seluruh penerimaan uang retribusi yang dipungut kepada 
    Gubernur dalam hal ini Kepala Biro Keuangan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.


                        BAB  IX
                          PEMERIKSAAN

                        Pasal 22

(1)     Pemeriksaan secara teknis untuk pemenuhan kewajiban pembayaran retribusi terutang yang 
    tercantum dalam SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD dilakukan petugas Dinas Pertamanan 
    yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Pertamanan.
(2)     Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan pedoman pemeriksaan 
    yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)     Pemeriksaan secara fungsional terhadap pelaksanaan pemungutan retribusi dilakukan oleh aparat 
    pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                         BAB X
                       PENGENDALIAN, EVALUASI DAN
                            PELAPORAN    

                        Pasal 23

(1)     Pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan Gubernur ini dilakukan oleh Kepala Dinas Pertamanan.
(2)     Terhadap kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan evaluasi setiap 6 (enam) 
    bulan atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
(3)     Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Gubernur melalui Sekretaris 
    daerah.


                        BAB XI
                    KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 24

Pada saat peraturan Gubernur ini mulai berlaku maka Keputusan Gubernur Nomor 8 Tahun 2001 tentang 
Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Dinas Pertamanan di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dicabut 
dan dinyatakan tidak berlaku.


                        Pasal 25

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan 
penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.




                        Ditetapkan di Jakarta
                        Pada tanggal 3 Juli 2007
                        GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA

                        ttd

                        SUTIYOSO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Juli 2007
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA

ttd.

RITOLA TASMAYA
NIP 140091657




            BERITA DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2007 NOMOR 97