PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 87/PJ/2007
TENTANG
TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK, SUBJEK PAJAK DAN OBJEK PAJAK DALAM RANGKA
PEMBENTUKAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DI PULAU JAWA DAN PULAU BALI
SELAIN KPP PRATAMA DI WILAYAH KANWIL DJP JAKARTA PUSAT
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka memperlancar penatausahaan Wajib Pajak, Subjek Pajak, dan Objek Pajak serta
keseragaman administrasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama, perlu menetapkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penatausahaan Wajib Pajak, Subjek Pajak dan Objek Pajak Dalam Rangka
Pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Pulau Jawa dan Pulau Bali Selain KPP Pratama di Wilayah
Kanwil DJP Jakarta Pusat.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
2. Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3985);
3. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor
128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
4. Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1985 Nomor 68); Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312);
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1994 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3569);
5. Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3686); sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 TAHUN 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3987);
6. Undang-undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3688); sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3988);
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
55/PMK.01/2007;
8. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001 tentang Jangka Waktu dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta pengukuhan
dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK, SUBJEK PAJAK DAN OBJEK PAJAK DALAM RANGKA PEMBENTUKAN
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DI PULAU JAWA DAN PULAU BALI SELAIN KPP PRATAMA DI WILAYAH
KANWIL DJP JAKARTA PUSAT
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-undang perpajakan adalah semua undang-undang yang mengatur tentang ketentuan formal
dan material perpajakan.
2. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) lama adalah KPP dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang
menerapkan organisasi dan tata kerja sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 443/KMK.01/2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 473/KMK.01/2004.
3. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) adalah unit kerja yang melaksanakan
administrasi Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 473/KMK.01/2004.
4. Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) adalah unit kerja pelaksana pemeriksaan pajak
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 473/KMK.01/2004.
5. KPP Pratama adalah KPP dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang menerapkan organisasi
dan tata kerja sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2007.
6. KPP Pratama Induk adalah KPP Pratama yang melakukan pemindahan Wajib Pajak.
7. KPP Pratama Pecahan adalah KPP Pratama yang menerima pemindahan Wajib Pajak.
8. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang terdaftar dan melaporkan usahanya di KPP Pratama.
9. Pengusaha Kena Pajak adalah Wajib Pajak yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP
Pratama Pecahan.
10. Saat mulai operasi (SMO) KPP Pratama adalah tanggal beroperasinya KPP Pratama yang ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersendiri.
11. SMO KPP Pratama Induk adalah tanggal beroperasinya KPP Pratama Induk yang ditetapkan dengan
keputusan Direktur Jenderal Pajak tersendiri.
12. SMO KPP Pratama Pecahan adalah tanggal beroperasinya KPP Pratama Pecahan yang ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersendiri.
13. Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak (UP3) Lama adalah UP3 yang merupakan mitra kerja dari KPP
Lama.
14. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Lama adalah NPWP yang diberikan oleh KPP Lama.
15. NPWP Baru adalah NPWP yang diberikan pada saat Wajib Pajak terdaftar pada KPP Pratama Pecahan.
16. Berkas Wajib Pajak adalah dokumen-dokumen perpajakan yang berkaitan dengan Wajib Pajak dan
Objek Pajak dalam bentuk kertas atau bentuk lainnya seperti dokumen perpajakan yang ada dalam
Induk Berkas, Anak Berkas, Berkas Pemeriksaan, Berkas Penagihan, Berkas Keberatan dan berkas
lainnya.
17. Berkas Data Wajib Pajak adalah data perpajakan yang berkaitan dengan Wajib Pajak dan Objek Pajak
dalam bentuk kertas, elektronik maupun pendukung penyimpanan data elektronik lainnya.
18. Informasi Perpajakan adalah dokumen dan/atau data perpajakan dalam bentuk digital yang terdapat
dalam aplikasi Sistem Informasi Perpajakan dan Sistem Informasi perpajakan lainnya di Direktorat
Jenderal Pajak termasuk pada unit organisasi vertikalnya.
19. Induk Berkas adalah berkas yang berisi dokumen-dokumen (baik dalam bentuk dokumen kertas
maupun media elektronik) tentang subjek pajak, objek pajak, jenis pajak yang menjadi kewajiban
Wajib Pajak, dan laporan penelitian, pemeriksaan atau penyidikan dari UP3 serta informasi lainnya.
20. Anak Berkas adalah dokumen-dokumen (baik dalam bentuk dokumen kertas maupun media
elektronik) yang merupakan bagian dari induk berkas per-jenis pajak dan per-tahun pajak termasuk
Surat Pemberitahuan (SPT), Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran BPHTB (SSB), Surat Keterangan
Bebas (SKB), perubahan angnsuran, Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak (STP) dan
dokumen lainnya.
21. Berkas Pemeriksaan adalah induk berkas yang berisi Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP). Nota
Penghitungan dan Kertas Kerja Pemeriksaan (KPP) serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan
pelaksanaan pemeriksaan.
22. Berkas Penagihan adalah induk berkas yang berisi kartu tunggakan pajak, SKP/STP dengan bukti
pelunasannya, dokumen tindakan penagihan serta dokumen penundaan pembayaran atau permohonan
angsuran pembayaran tunggakan pajak.
23. Berkas Penerimaan dan Keberatan adalah induk berkas yang berisi dokumen Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak (SPMKP)/Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB) dan Pemindahbukuan
(Pbk), permohonan keberatan/peninjauan kembali dan banding dari Wajib Pajak dengan hasil
keputusan/putusannya dan uraian pemandangannya.
24. Berkas Dalam Proses adalah Anak Berkas Wajib Pajak yang sedang dalam proses pemberian
pelayanan, pemeriksaan, penyidikan, penagihan, keberatan maupun banding.
25. Berkas Tidak Dalam Proses adalah Anak Berkas Wajib Pajak yang tidak sedang dalam proses
pemberian pelayanan, pemeriksaan, penyidikan, penagihan, keberatan maupun banding.
26. Formulir Perpajakan Lama adalah formulir perpajakan selain Faktur Pajak Standar yang:
a. telah dicetak dengan menggunakan NPWP Lama dan belum digunakan pada saat Wajib Pajak
terdaftar pada KPP Pratama Pecahan; atau
b. diterbitkan dengan menggunakan sistem penomoran NPWP otomatis yang belum dilakukan
perubahan program oleh Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Pecahan.
27. Formulir Perpajakan Baru adalah formulir perpajakan selain Faktur Pajak Standar yang diterbitkan
dengan menggunakan NPWP Baru.
28. Faktur Pajak Lama adalah:
a. Faktur Pajak Standar yang telah dicetak dan belum digunakan pada saat Wajib Pajak terdaftar
pada KPP Pratama Pecahan; atau
b. Faktur Pajak Standar yang diterbitkan dengan menggunakan sistem penomoran otomatis
yang belum dilakukan perubahan program oleh Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama
Pecahan.
29. Faktur Pajak Baru adalah Faktur Pajak Standar yang menggunakan kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Standar Baru.
30. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Lama adalah Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan
oleh KPP Lama.
31. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Baru adalah Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang akan
digunakan sejak Wajib Pajak terdaftar di KPP Pratama Pecahan.
32. Faktur Pajak Cacat adalah Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000.
Pasal 2
1. Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak yang diadministrasikan pada KPP Pratama meliputi Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) dan
tidak Langsung Lainnya (PTLL). Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB) atau Pajak Lainnya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku.
2. Kewajiban perpajakan berupa PPh, PPN, PPn BM, dan PPTLL diadministrasikan berdasarkan tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak sesuai dengan wilayah kerja KPP Pratama.
3. Kewajiban perpajakan berupa PBB dan BPHTB di administrasikan berdasarkan lokasi Objek Pajak
berupa tanah dan/atau bangunan sesuai dengan wilayah kerja KPP Pratama.
Pasal 3
Tugas dan fungsi KPP Lama yang berkenaan dengan pengurangan, keberatan dan banding dialihkan ke Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dalam
wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 4
1. Tugas dan fungsi KPPBB yang berkenaan dengan pengurangan, keberatan dan banding dialihkan ke
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan lokasi objek PBB dan BPHTB dalam wilayah
kerja Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
2. Tugas dan fungsi KPPBB selain sebagaimana disebut dalam ayat 1 dialihkan ke KPP Pratama
berdasarkan lokasi objek PBB dan BPHTB.
Pasal 5
1. Tugas dan fungsi Karikpa yang berkenaan dengan pemeriksaan pajak selain pemeriksaan bukti
permulaan dialihkan ke KPP Pratama berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
dalam wilayah kerja KPP Pratama.
2. Tugas dan fungsi Karikpa yang berkenaan dengan pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak
dialihkan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 6
Tata cara penanganan berkas Wajib Pajak, informasi perpajakan dan pendaftaran Wajib Pajak sehubungan
dengan pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
Pasal 7
Tata cara pemecahan data Master File, Alat Keterangan, perekaman data dan Surat Pemberitahuan (SPT)
Wajib Pajak sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 8
Tata cara pemberian Surat Keterangan Bebas, pemberian keputusan pengurangan angsuran PPh Pasal 25,
pelayanan Pelunasan Bea Materai dengan cara lain, pemindahbukuan (Pbk), dan penerbitan Surat Perintah
Membayar Imbalan Bunga (SPMIB) sehubungan dengan pembentukan Pratama adalah sebagaimana diatur
dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 9
Tata cara administrasi dan pelaksanaan pemeriksaan dan penyidikan pajak sehubungan dengan pembentukan
KPP Pratama adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 10
Tata cara pelaksanaan penagihan aktif dan pemberian persetujuan atau penolakan angsuran atau penundaan
pembayaran utang pajak kepada Wajib Pajak sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah
sebagaimana diatur dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 11
Tata cara pelaksanaan penyelesaian permohonan pembetulan ketetapan pajak, keberatan, Banding
Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi, pengurangan/pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar
sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran VI Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 12
Tata cara pengalihan tugas dan fungsi KPPBB ke KPP Pratama dan Kanwil Direktorat Jnderal Pajak berdasarkan
lokasi objek PBB dan BPHTB sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana diatur dalam
Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 13
Pelaksanaan administrasi Non Perpajakan yang menyangkut keuangan, kepegawaian, perlengkapan, dan
lainnya sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran VIII
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 14
Tata cara penggunaan formulir perpajakan dan faktur pajak lama oleh Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP
Pratama Pecahan sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran
IX Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 15
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, akan diatur lebih lanjut oleh Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dimana KPP Pratama tersebut berada.
Pasal 16
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 Juni 2007
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
DARMIN NASUTION