tkb_admin_user_images_images_logo_20djp.jpg
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-24/PJ/2011
                            
TENTANG
                            

PETUNJUK PELAKSANAAN PERTUKARAN DATA ANTARA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

                        
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
 

Menimbang

:

bahwa dalam rangka melaksanakan Diktum Kedelapan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 428/KMK.03/2010 tentang Pertukaran Data antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, perlu menetapkan pedoman pelaksanaan pertukaran data antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **16 TAHUN 2009** (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 1983** tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **36 TAHUN 2008** (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **42 TAHUN 2009** (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor **10 TAHUN 1995** tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor **17 TAHUN 2006** (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

 

 

5.

Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 1995** tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor **39 TAHUN 2007** (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);

 

 

6.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor **184/PMK.01/2010** tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;

 

 

7.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 428/KMK.03/2010 tentang Pertukaran Data antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


MEMUTUSKAN:
 

Menetapkan

:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERTUKARAN DATA ANTARA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI.

 

 

 

 

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

 

 

 

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

 

 

2.

Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut dengan SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

 

 

3.

Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang atau Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.

 

 

4.

PPh Pasal 22 adalah Pajak Penghasilan yang dipungut oleh:

 

 

 

a.

Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;

 

 

 

b.

Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

 

 

5.

PPh Pasal 26 adalah pajak yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

 

 

6.

PPh Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

 

 

7.

Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **16 TAHUN 2009**.

 

 

8.

SKB PPh Pasal 22 Impor adalah Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan yang menyatakan Wajib Pajak dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dalam rangka impor yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar.

 

 

9.

SKB PPN Impor adalah Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk setiap kali melakukan impor dan/atau penyerahan.

 

 

10.

Pemberitahuan pabean ekspor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean untuk kegiatan pengeluaran barang dari daerah pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam undang-undang kepabeanan.

 

 

11.

Pemberitahuan pabean impor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean untuk kegiatan pemasukan barang ke dalam daerah pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam undang-undang kepabeanan.

 

 

12.

Pemberitahuan pabean untuk tempat penimbunan berikat adalah Pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean untuk kegiatan pemasukan barang ke dalam tempat penimbunan berikat dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam undang-undang kepabeanan.

 

 

13.

Nomor Identitas Kepabeanan yang selanjutnya disebut NTK adalah nomor identitas yang bersifat pribadi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada importir yang telah melakukan registrasi untuk mengakses atau berhubungan dengan sistem kepabeanan yang menggunakan teknologi informasi maupun secara manual.

 

 

14.

Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disebut NPPBKC adalah nomor identitas yang diberikan kepada Pengusaha Barang Kena Cukai yang mempunyai izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai.

 

 

15.

Nomor Pokok Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disebut NP-PPJK adalah nomor identitas yang diberikan kepada Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan dalam rangka akses kepabeanan.

 

 

 

 

 

BAB II
PERTUKARAN DATA

 

 

Pasal 2

 

 

(1)

Direktur Jenderal memerintahkan kepada Direktur Teknologi Informasi Perpajakan sesuai dengan tugas dan fungsi untuk melakukan pertukaran data secara elektronik dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

 


Pasal 3

 

 

(1)

Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak sebagai unit kerja yang menghasilkan data, Direktorat Jenderal Pajak bertindak sebagai Pemilik Data yang menyediakan data yang paling mutakhir (up to date) untuk dikirimkan secara berkala kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

 

(2)

Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak sebagai unit kerja yang menerima data, Direktorat Jenderal Pajak bertindak sebagai Penerima Data yang menerima data paling mutakhir (up to date) dan memanfaatkannya sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

 

(3)

Data yang dipertukarkan terdiri dari data sebagaimana dimaksud dalam Diktum Ketiga Keputusan Menteri Keuangan Nomor 428/KMK.03/2010.

 

 

(4)

Sebagai Pemilik Data, data yang dikirimkan meliputi:

 

 

 

a.

NPWP yang terkait dengan kepabeanan dan cukai;

 

 

 

b.

Elemen data tertentu pada SPT Masa PPN;

 

 

 

c.

Data Restitusi/Pengembalian Pajak yang terkait dengan pelaksanaan ekspor;

 

 

 

d.

Data PPh Pasal 22 impor, PPh Pasal 26 untuk importir, dan PPh Pasal 23 untuk pengusaha penerima fasilitas di Kawasan Berikat;

 

 

 

e.

Wajib Pajak Patuh;

 

 

 

f.

Data Penagihan sebagai tindak lanjut atas Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRI) dan penagihan cukai; dan

 

 

 

g.

Data SKB PPh Pasal 22 impor dan SKB PPN impor.

 

 

(5)

Sebagai Penerima Data, data yang diterima meliputi:

 

 

 

a.

Data pemberitahuan pabean ekspor;

 

 

 

b.

Data pemberitahuan pabean impor;

 

 

 

c.

Data pemberitahuan pabean untuk tempat penimbunan berikat;

 

 

 

d.

Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRl) dan penagihan cukai;

 

 

 

e.

NIK, NPPBKC, NP-PPJK, dan nomor identitas kepabeanan dan cukai lainnya; dan

 

 

 

f.

Elemen data tertentu dari outward manifest.

 

 


Pasal 4

 

 

(1)

Format data yang dipertukarkan adalah data terstruktur yang meliputi teks, basis data dan format lain yang disepakati bersama.

 

 

(2)

Standar format data yang dipertukarkan:

 

 

 

a.

Dalam hal format data dalam bentuk teks, menggunakan format file csv dan/atau spreadsheet;

 

 

 

b.

Dalam hal format data dalam bentuk basis data, menggunakan format file RDBMS.

 

 


Pasal 5

 

 

(1)

Direktorat Jenderal Pajak sebagai Pemilik Data menyediakan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan untuk dikirimkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai Penerima Data.

 

 

(2)

Data pemberitahuan pabean ekspor yang diterima adalah:

 

 

 

a.

Data pemberitahuan pabean ekspor bulan sebelumnya; dan/atau

 

 

 

b.

Data perubahan atas pemberitahuan pabean ekspor.

 

 

(3)

Data pemberitahuan pabean impor yang diterima adalah data bulan sebelumnya.

 

 


Pasal 6

 

 

(1)

Pemilik Data menyediakan:

 

 

 

a.

Kamus data beserta penjelasan yang diperlukan; dan

 

 

 

b.

Tabel referensi yang terkait dengan data yang dipertukarkan.

 

 

(2)

Dalam hal terjadi perubahan, Pemilik Data melakukan pemutakhiran kamus data dan tabel referensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 


Pasal 7

 

 

(1)

Dalam hal sebagai Penerima Data, Direktorat Jenderal Pajak menginformasikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai apabila terdapat indikasi adanya inkonsistensi atas data yang diterima.

 

 

(2)

Dalam hal sebagai Pemilik Data, Direktorat Jenderal Pajak menindaklanjuti laporan indikasi adanya inkonsistensi data yang diterima oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

 


Pasal 8

 

 

(1)

Direktur Teknologi Informasi Perpajakan wajib melakukan evaluasi atas pelaksanaan pertukaran data dan membuat laporan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap 3 (tiga) bulan sekali.

 

 


Pasal 9

 

 

(1)

Direktorat Jenderal Pajak wajib menjaga kerahasiaan atas data yang dipertukarkan.

 

 

(2)

Pelanggaran atas kewajiban menjaga kerahasiaan data yang dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP

 

 

Pasal 10

 

 

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

 

 

 

 

 Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Agustus 2011
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
 
ttd
 
A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001