PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 23/PJ/2008
TENTANG
TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK, SUBJEK PAJAK DAN OBJEK PAJAK
DALAM RANGKA PEMBENTUKAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
DI LUAR PULAU JAWA DAN BALI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka memperlancar penatausahaan Wajib Pajak, Subjek Pajak dan Objek Pajak serta
keseragaman administrasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama, perlu menetapkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penatausahaan Wajib Pajak, Subjek Pajak dan Objek Pajak Dalam Rangka
Pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Luar Pulau Jawa dan Bali;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3985);
3. Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
4. Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312)
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1994 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3569);
5. Undang-Undang Nomor 13 TAHUN 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
6. Undang-Undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3686); sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 TAHUN 2000 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3987);
7. Undang-Undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3688); sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 TAHUN 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3988);
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah beberapa diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008;
9. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001 tentang Jangka Waktu dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan
dan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ./2007;
10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-149/PJ./2007 tentang Pelaksanaan Pengurangan Pajak
Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam Wilayah Kerja Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Yang Telah Menerapkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Sesuai
Dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 55/PMK.01/2007 Selain Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar
dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK, SUBJEK PAJAK
DAN OBJEK PAJAK DALAM RANGKA PEMBENTUKAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DI LUAR PULAU JAWA
DAN BALI.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :
1. Undang-undang perpajakan adalah semua undang-undang yang mengatur tentang ketentuan formal
dan material perpajakan.
2. Kantor Pelayanan Pajak Lama yang selanjutnya disebut KPP Lama adalah instansi vertikal Direktorat
Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah,
sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan, kantor Pemeriksaan dan penyidikan Pajak, dan Kantor Penyuluhan dan
Pengamatan Potensi Perpajakan dan perubahannya, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor
132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak dan
perubahannya.
3. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan KPPBB adalah unit kerja
yang melaksanakan administrasi Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak,
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, dan Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 473/KMK.01/2004.
4. Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak yang selanjutnya disebut dengan Karikpa adalah unit kerja
pelaksana pemeriksaan pajak sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
443/KMK.01/2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
473/KMK.01/2004.
5. KPP Pratama adalah KPP dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang menerapkan organisasi dan
tata kerja sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2007.
6. KPP Pratama Induk adalah KPP Pratama yang melakukan pemindahan Wajib Pajak.
7. KPP Pratama Pecahan adalah KPP Pratama yang menerima pemindahan Wajib Pajak.
8. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang terdaftar dan melaporkan usahanya di KPP Pratama.
9. Pengusaha Kena Pajak adalah Wajib Pajak yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP
Pratama Pecahan.
10. Saat mulai operasi yang untuk selanjutnya disebut SMO KPP Pratama adalah tanggal beroperasinya KPP
Pratama yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersendiri.
11. SMO KPP Pratama Induk adalah tanggal beroperasinya KPP Pratama Induk yang ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersendiri.
12. SMO KPP Pratama Pecahan adalah tanggal beroperasinya KPP Pratama Pecahan yang ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersendiri.
13. Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak Lama yang untuk selanjutnya disebut dengan UP3 Lama dalah UP3
yang merupakan mitra kerja dari KPP Lama.
14. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal
diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
15. NPWP Lama adalah NPWP yang diberikan oleh KPP Lama.
16. NPWP Baru adalah NPWP yang diberikan pada saat Wajib Pajak terdaftar pada KPP Pratama Pecahan.
17. Berkas Wajib Pajak adalah dokumen-dokumen perpajakan yang berkaitan dengan Wajib Pajak dan
Objek Pajak dalam bentuk kertas atau bentuk lainnya seperti dokumen perpajakan yang ada dalam
Induk Berkas, Anak Berkas, Berkas Pemeriksaan, Berkas Penagihan, Berkas Keberatan dan berkas lainnya.
18. Data Wajib Pajak adalah data perpajakan yang berkaitan dengan Wajib Pajak yang tertulis di atas
kertas, atau terekam dalam media elektronik yang ada di KPP Lama.
19. Informasi perpajakan adalah dokumen perpajakan, dan/atau data perpajakan yang telah diolah dan
tersimpan dalam bentuk digital yang terdapat dalam aplikasi sistem informasi perpajakan di Direktorat
Jenderal Pajak termasuk pada unit organisasi vertikalnya.
20. Induk Berkas adalah berkas yang berisi dokumen-dokumen (baik dalam bentuk dokumen kertas
maupun media elektronik) tentang subjek pajak, objek pajak, jenis pajak yang menjadi kewajiban
Wajib Pajak, dan laporan penelitian, pemeriksaan atau penyidikan dari UP3 serta informasi lainnya.
21. Anak Berkas adalah dokumen-dokumen (baik dalam bentuk dokumen kertas maupun media elektronik)
yang merupakan bagian dari induk berkas per jenis pajak dan per tahun pajak termasuk Surat
Pemberitahuan (SPT), Surat Setoran Pajak (SSP) dan dokumen penerimaan lainnya, Surat Keterangan
Bebas (SKB), perubahan angsuran, surat ketetapan pajak (skp), Surat Tagihan Pajak (STP) dan
dokumen lainnya.
22. Berkas Pemeriksaan adalah berkas yang berisi Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP), Nota Penghitungan
dan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan
pemeriksaan.
23. Berkas Penagihan adalah berkas yang berisi kartu tunggakan pajak, SKPKB/SKPKBT/STP dengan bukti
pelunasannya, dokumen tindakan penagihan serta dokumen penundaan pembayaran atau permohonan
angsuran pembayaran tunggakan pajak, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan
penagihan yang ada di KPP Lama.
24. Berkas Penerimaan dan Keberatan adalah Induk Berkas yang berisi dokumen Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak (SPMKP)/Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB) dan Pemindahbukuan
(Pbk), pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau
pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, banding dan gugatan serta peninjauan kembali
ke Mahkamah Agung dari Wajib Pajak dengan surat keputusan/putusan, dan uraian penelitian/uraian
pemandangan/kontra memorinya.
25. Berkas Dalam Proses adalah Anak Berkas Wajib Pajak yang sedang dalam proses pemberian pelayanan,
pemeriksaan, penyidikan, penagihan, pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, banding dan gugatan
serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
26. Berkas Tidak Dalam Proses adalah Anak Berkas Wajib Pajak yang tidak sedang dalam proses
pemberian pelayanan, pemeriksaan, penyidikan, penagihan, pembetulan, keberatan, pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar,
banding dan gugatan serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
27. Formulir Perpajakan Lama adalah formulir perpajakan selain Faktur Pajak Standar yang :
a. telah dicetak dengan menggunakan NPWP Lama dan belum digunakan pada saat Wajib Pajak
terdaftar pada KPP Pratama Pecahan; atau
b. diterbitkan dengan menggunakan sistem penomoran NPWP otomatis yang belum dilakukan
perubahan program oleh Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Pecahan.
28. Formulir Perpajakan Baru adalah formulir perpajakan selain Faktur Pajak Standar yang diterbitkan
dengan menggunakan NPWP Baru.
29. Faktur Pajak Lama adalah :
a. Faktur Pajak Standar yang telah dicetak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak, serta
NPWP Lama dan belum digunakan pada saat Wajib Pajak terdaftar pada KPP Pratama Pecahan;
atau
b. Faktur Pajak Standar yang diterbitkan dengan menggunakan sistem pemberian Kode dan
Nomor Seri Faktur Pajak secara otomatis dan masih menggunakan NPWP Lama yang belum
dilakukan perubahan program oleh Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Pecahan.
30. Faktur Pajak Standar Baru adalah Faktur Pajak Standar yang menggunakan Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak serta NPWP Baru.
31. Nomor Seri Faktur Pajak Lama dalah Nomor Seri yang digunakan oleh Wajib Pajak pada KPP Lama.
32. Nomor Seri Faktur Pajak Baru adalah Nomor Seri yang akan digunakan oleh Wajib Pajak di KPP
Pratama Pecahan.
33. Faktur Pajak Cacat adalah Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006.
Pasal 2
(1) Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak yang diadministrasikan pada KPP Pratama meliputi Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan
Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB) atau Pajak Lainnya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang
berlaku.
(2) Kewajiban perpajakan berupa PPh, PPN, PPnBM, dan PPTLL diadministrasikan berdasarkan tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak sesuai dengan wilayah kerja KPP Pratama.
(3) Kewajiban perpajakan berupa PBB dan BPHTB di administrasikan berdasarkan lokasi Objek Pajak
berupa tanah dan/atau bangunan sesuai dengan wilayah kerja KPP Pratama.
Pasal 3
Tugas dan fungsi KPP Lama yang berkenaan dengan pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi, dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, banding, gugatan,
dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung dialihkan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak.
Pasal 4
(1) Tugas pokok dan fungsi KPPBB yang berkenaan dengan keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan
kembali ke Mahkamah Agung dialihkan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan lokasi
objek PBB dan BPHTB dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Tugas pokok dan fungsi KPPBB yang berkenaan dengan pengurangan PBB dan BPHTB, pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi PBB dan BPHTB, dan pengurangan atau pembatalan atau
pembetulan ketetapan PBB dan BPHTB yang tidak benar dilimpahkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(3) Tugas pokok dan fungsi KPPBB selain sebagaimana disebut pada ayat (1) dan (2) dialihkan ke KPP
Pratama berdasarkan lokasi objek PBB dan BPHTB.
Pasal 5
(1) Tugas pokok dan fungsi Karikpa yang berkenaan dengan pemeriksaan pajak selain pemeriksaan bukti
permulaan dan penyidikan pajak dialihkan ke KPP Pratama berdasarkan tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak dalam wilayah kerja KPP Pratama.
(2) Tugas pokok dan fungsi Karikpa yang berkenaan dengan pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan
pajak dialihkan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 6
Tata cara penanganan berkas Wajib Pajak, informasi perpajakan dan pendaftaran Wajib Pajak sehubungan
dengan pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
Pasal 7
Tata cara pemecahan data Master File, perekaman data Alat Keterangan, dan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib
Pajak sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran II Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 8
Tata cara pemberian Surat Keterangan Bebas, pemberian keputusan pengurangan angsuran PPh Pasal 25,
pelayanan Pelunasan Bea Materai dengan cara lain, pemindahbukuan (Pbk), dan penerbitan Surat Perintah
Membayar Imbalan Bunga (SPMIB) sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana diatur
dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 9
Tata cara pengadministrasian dan pelaksanaan pemeriksaan dan penyidikan pajak sehubungan dengan
pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 10
Tata cara pelaksanaan penagihan aktif dan pemberian persetujuan atau penolakan angsuran atau penundaan
pembayaran utang pajak kepada Wajib Pajak sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah
sebagaimana diatur dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 11
Tata cara pelaksanaan penyelesaian permohonan pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, banding, dan gugatan
serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah
sebagaimana diatur dalam Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 12
Tata cara pengalihan tugas pokok dan fungsi KPPBB ke KPP Pratama dan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak
berdasarkan lokasi objek PBB dan BPHTB sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana
diatur dalam Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 13
Pelaksanaan administrasi Non Perpajakan yang menyangkut keuangan kepegawaian, perlengkapan, dan lainnya
sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran VIII Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 14
Tata cara penggunaan formulir perpajakan, faktur pajak lama dan bukti pemotongan/pemungutan oleh Wajib
Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Pecahan sehubungan dengan pembentukan KPP Pratama adalah
sebagaimana diatur dalam Lampiran IX Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 15
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, akan diatur lebih lanjut oleh Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi KPP Pratama tersebut.
Pasal 16
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Mei 2008
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd.
DARMIN NASUTION
NIP 130605098