KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                    NOMOR 48/KMK.013/1991

                        TENTANG 

                 KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)

                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.  bahwa dengan dikeluarkannya Paket Kebijaksanaan di bidang Lembaga Pembiayaan pada tanggal 20 
    Desember 1988 maka telah dibuka kemungkinan untuk berusaha di bidang Lembaga Pembiayaan yang 
    antara lain meliputi kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing);
b.  bahwa berdasarkan kebijaksanaan tersebut, dalam rangka pembinaan dan pengawasan dipandang 
    perlu untuk mengatur kegiatan Sewa Guna Usaha dengan Keputusan Menteri Keuangan;

Mengingat :

1.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Tahun 1983 Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara 3262);
2.  Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 
    Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263);
3.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51; Tambahan Lembaran Negara 
    Nomor 3264);
4.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 TAHUN 1988 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan 
    Nilai Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Besar Dan Penyerahan Jasa 
    Kena Pajak Disamping Jasa Yang Dilakukan Oleh Pemborong (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 
    54; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3385)
5.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan;
6.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 
    1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana diubah 
    dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1256/KMK.00/1989 tanggal 18 Nopember 1989;
7.  Keputusan Menteri Keuangan Repubik Indonesia Nomor 634/KMK.013/1990 tanggal 5 Juni 1990 tentang 
    Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing).

                        MEMUTUSKAN :

Menetapkan :    

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING).


                        BAB I
                        KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan :

a.  Sewa Guna Usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik 
    secara sewa guna usaha dengan hak opsi ("finance lease") maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi 
    ("operating lease") untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan 
    pembayaran secara berkala;

b.  Barang Modal adalah setiap aktiva tetap berwujud termasuk tanah dimana aktiva dimaksud melekat
    di atasnya (plant), yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara
    langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan atau memperlancar produksi barang atau jasa oleh 
    lessee.

c.  Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau Perusahaan Sewa Guna Usaha yang telah memperoleh 
    izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa guna usaha;

d.  Lessee adalah Perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan
    dari lessor;

e.  Pembayaran Sewa Guna Usaha ("Lease Payment") adalah jumlah uang yang harus dibayar secara
    berkala oleh Lessee kepada Lessor selama jangka waktu yang telah disetujui bersama sebagai
    imbalan penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian Sewa Guna Usaha;

f.  Piutang Sewa Guna Usaha ("Lease Receivable") adalah jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha 
    selama masa sewa guna usaha;

g.  Harga perolehan ("Acqusition cost") adalah harga beli barang modal yang dilease ditambah dengan
    biaya langsung;

h.  Nilai Pembiayaan adalah jumlah pembiayaaan untuk pengadaan barang modal yang secara riil
    dikeluarkan oleh lessor;

i.  Angsuran Pokok Pembiayaan adalah bagian dari pembayaran sewa guna usaha yang diperhitungkan 
    sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan;

j.  Imbalan Jasa sewa Guna Usaha adalah bagian dari pembayaran sewa guna usaha yang diperhitungkan 
    sebagai pendapatan sewa guna usaha bagi lessor;

k.  Nilai Sisa ("Residual Value") adalah nilai barang modal pada akhir masa sewa guna usaha yang telah 
    disepakati oleh lessor dengan lessee pada awal masa sewa guna usaha;

l.  Simpanan Jaminan ("Security Deposit") adalah jumlah uang yang diterima lessor dari Lessee pada
    permulaan masa lease sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran lease;

m.  Masa sewa Guna Usaha ("Lease Term") adalah jangka waktu sewa guna usaha yang dimulai sejak
    diterimanya barang modal yang disewa guna usaha oleh Lessee sampai dengan perjanjian sewa-guna-
    usaha berakhir;

n.  Masa Sewa Guna Usaha Pertama adalah jangka waktu sewa-guna -usaha barang modal untuk
    transaksi sewa guna usaha yang pertama kalinya;

o.  Opsi adalah hak Lessee untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha atau memperpanjang
    jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha.


                        BAB II
                        KEGIATAN USAHA 

                        Pasal 2

Kegiatan Sewa Guna Usaha dapat dilakukan secara :
a.  Sewa-guna-usaha dengan hak Opsi ("Finance Lease");
b.  Sewa-guna-usaha tanpa hak Opsi ("Operating Lease").

Kegiatan sewa-guna-usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a Pasal ini ditetapkan 
sebagai kegiatan Lembaga Keuangan Lainnya.


                        Pasal 3

Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua 
kriteria berikut :
a.  Jumlah Pembayaran sewa-guna-usaha selama Masa Sewa-Guna-Usaha Pertama ditambah dengan nilai 
    sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan Lessor;
b.  Masa Sewa-Guna-Usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk Barang Modal Golongan 
    I, 3 (tiga) tahun untuk Barang Modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) Tahun untuk golongan 
    Bangunan.
c.  Perjanjian Sewa Guna Usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.


                        Pasal 4

Kegiatan Sewa Guna Usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi semua 
kriteria berikut :
a.  Jumlah Pembayaran sewa guna usaha selama Masa Sewa Guna Usaha Pertama tidak dapat menutupi 
    Harga Perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang 
    diperhitungkan oleh Lessor;
b.  Perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.


                        Pasal 5

Penggolongan jenis Barang Modal yang disewa-guna-usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b
Keputusan ini, ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
Penghasilan.


                        Pasal 6

(1) Lessor hanya diperkenankan memberikan pembiayaan Barang Modal kepada Lessee yang telah
    memiliki NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.

(2) Lessee dilarang menyewa guna-usahakan kembali Barang Modal yang disewa-guna-usaha kepada
    pihak lain.


                        Pasal 7

(1) Dalam menjalankan kegiatan sewa guna usaha dengan hak opsi. Lessor wajib menempelkan plakat
    atau etiket pada Barang Modal yang disewa guna usahakan.

(2) Plakat atau etiket sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini harus ditempatkan sedemikian rupa 
    sehingga dengan mudah Barang Modal tersebut dapat dibedakan dari Barang Modal lainnya yang 
    pengadaannya tidak dilakukan secara Sewa Guna Usaha.

(3) Plakat atau etiket sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini sekurang-kurangnya harus memuat 
    keterangan-keterangan sebagai berikut :

    a.  Nama Lessor             :
        Alamat                  :
        Izin Usaha              :

    b.  Nomor Seri Barang Modal     :

    c.  Nama Barang Modal           :

    d.  Nomor Kontrak Sewa Guna Usaha   :

    e.  Masa Sewa Guna Usaha            :
        (Dari........s/d...............)

(4) Selama Masa sewa Guna Usaha, Lessee bertanggung Jawab untuk memelihara agar plakat atau etiket 
    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini tetap melekat pada Barang Modal yang disewa-guna-
    usaha.


                        BAB III
                     PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA

                        Pasal 8

(1) Setiap Transaksi Sewa Guna Usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian Sewa Guna Usaha ("Lessee 
    Agreement");

(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini sekurang-kurangnya memuat hal-hal
    sebagai berikut :
    a.  jenis transaksi sewa-guna-usaha;
    b.  Nama dan alamat masing-masing pihak;
    c.  Nama, jenis, type dan lokasi penggunaan Barang Modal;
    d.  Harga perolehan, nilai pembiayaan, pembayaran sewa guna usaha, angsuran pokok
        pembiayaan, imbalan jasa sewa guna usaha, nilai sisa, simpanan jaminan, dan ketentuan
        asuransi atas barang modal yang disewa guna usahakan;
    e.  Masa Sewa-Guna-Usaha;
    f.  Ketentuan mengenai pengakhiran transaksi sewa guna usaha yang dipercepat, dan penetapan 
        kerugian yang harus ditanggung Lessee dalam hal Barang Modal yang disewa guna usaha 
        dengan hak opsi hilang, rusak atau tidak berfungsi karena sebab apapun;
    g.  Opsi bagi Penyewa Guna Usaha dalam hal transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi;
    h.  Tanggung jawab para pihak atas Barang Modal yang disewa-guna-usaha;

(3) Perjanjian Sewa Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini wajib dibuat dalam
    Bahasa Indonesia, dan apabila dipandang perlu dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa asing.


                        BAB IV
                    PELAKSANAAN HAK OPSI

                        Pasal 9

Pada saat berakhirya Masa sewa-guna-usaha dari transaksi sewa-guna-usaha, Lessee dapat melaksanakan
Opsi yang telah disetujui bersama pada permulaan Masa Sewa-Guna-Usaha.


                        Pasal 10 

(1) Opsi untuk membeli dilakukan dengan melunasi pembayaran Nilai Sisa Barang Modal yang disewa-
    guna-usaha.

(2) Dalam hal lessee memilih untuk memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha, maka
    Nilai sisa Barang Modal yang disewa guna usahakan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan
    piutang Sewa-guna-usaha.


                        Pasal 11

Dalam hal Lessee menggunakan opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah Nilai Sisa Barang Modal.


                        BAB V
                    PERLAKUAN AKUNTANSI

                        Pasal 12

Perlakuan akuntansi transaksi sewa guna usaha ditetapkan sesuai dengan Standar Khusus Akuntansi Sewa 
Guna Usaha sebagaimana tercantum dalam Pernyataan Nomor 6 Prinsip Akuntansi Indonesia.


                        BAB VI
                    PERLAKUAN PERPAJAKAN

                              Bagian Pertama
                       Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi

                        Pasal 13

Atas pembayaran sewa-guna-usaha yang diterima atau diperoleh dari transaksi sewa-guna-usaha dengan hak 
opsi, tidak diberlakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23.


                        Pasal 14

Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi dari Lessor kepada Lessee,
dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai


                        Pasal 15

(1) Lessor yang melakukan transaksi sewa-guna usaha dengan hak opsi, dapat membentuk atau
    memupuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu sebesar 2,5% (dua setengah persen) dan rata-
    rata saldo awal dan saldo akhir jumlah Piutang Sewa-Guna-Usaha.

(2) Kerugian dari piutang sewa guna usaha yang sebenarnya diderita karena tidak dapat ditagih lagi,
    dibebankan kepada perkiraan cadangan penghapusan piutang ragu-ragu.

(3) Dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini 
    tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) 
    Pasal ini, cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan, sedangkan dalam hal cadangan tidak 
    mencukupi, kekurangannya diperhitungkan pada perkiraan rugi/laba.


                              Bagian Kedua
                       Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi

                        Pasal 16

Atas Pembayaran sewa-guna-usaha yang diterima atau diperoleh dari transaksi sewa-guna-usaha tanpa hak 
opsi, diberlakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23.


                        Pasal 17

Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha tanpa hak opsi dari Lessor kepada Lessee, terhutang 
Pajak Pertambahan Nilai.


                              Bagian Ketiga
                    Pajak Penghasilan dan Pengakuan Pembayaran
                      Sewa Guna Usaha Sebagai Biaya.

                        Pasal 18

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 setiap bulan bagi Lessor adalah jumlah Pajak Penghasilan yang 
terhutang atas penghasilan kena pajak berdasarkan laporan keuangan triwulanan terakhir sebagaimana
dimaksud pada Pasal 26 Keputusan ini, disetahunkan dibagi 12 (dua belas).


                        Pasal 19

Pembayaran sewa guna usaha yang dilakukan untuk transaksi sewa guna usaha sebagaimana diatur dalam
Keputusan ini, ditetapkan sebagai biaya usaha bagi Lessee.


                        BAB VII
                                LAPORAN

                        Pasal 20

(1) Lessor wajib menyampaikan Laporan Keuangan fiskal secara triwulanan kepada Direktorat Jenderal
    Pajak dan Direktorat Jenderal Moneter;

(2) Laporan Keuangan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini paling lambat harus
    sudah disampaikan 15 (lima belas) hari setelah masa triwulanan berakhir.


                        Pasal 21

(1) Lessor wajib menyampaikan laporan operasional secara semesteran berdasarkan tahun takwim
    kepada Direktorat Jenderal Moneter.

(2) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini dan tata cara penyampaiannya
    ditetapkan oleh Direktur Jenderal Moneter.


                               BAB VIII
                        SANKSI

                        Pasal 22

Pelanggaran terhadap ketentuan Keputusan ini, dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 jo. No.1256/KMK.00/1989
tanggal 18 Nopember 1989.


                        BAB IX
                      KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 23

Pelaksanaan teknis lebih lanjut  tentang perlakuan perpajakan di bidang sewa guna usaha diatur oleh Direktur 
Jenderal Pajak.


                        Pasal 24

Perlakuan akuntansi dan perpajakan sebagaimana ditetapkan dalam BAB V dan BAB VI Keputusan ini mulai 
berlaku untuk tahun pajak 1991.


                        Pasal 25

Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka ketentuan lain dibidang sewa guna usaha yang tidak bertentangan 
dengan Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku.


                        Pasal 26

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman keputusan ini dengan penempatannya dalam 
Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di JAKARTA
pada tanggal 19 Januari 1991
MENTERI KEUANGAN

ttd.

J.B. SUMARLIN.