KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                    NOMOR 134/KMK.05/1997

                        TENTANG 

          PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK ATAS IMPOR HASIL LAUT
             YANG DITANGKAP DENGAN SARANA PENANGKAP YANG TELAH MENDAPAT IZIN

                       MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan, dipandang 
perlu untuk mengatur ketentuan tentang pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor hasil 
laut yang ditangkap dengan sarana penangkap ya ng telah mendapat izin dengan Keputusan Menteri Keuangan;

Mengingat :

1.  Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, 
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
2.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 25/KMK.05/1997 tentang Tata Laksana Kepabeanan di bidang 
    Impor.

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA 
MASUK ATAS IMPOR HASIL LAUT YANG DITANGKAP DENGAN SARANA PENANGKAP YANG TELAH MENDAPAT 
IZIN.


                        Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1.  Hasil laut adalah semua jenis tumbuhan laut, ikan dan hewan laut yang layak untuk dimakan seperti 
    udang, kerang, dan kepiting yang belum atau sudah diolah dalam sarana penangkap yang 
    bersangkutan;
2.  Sarana Penangkap adalah satu atau sekelompok kapal yang mempunyai peralatan untuk menangkap 
    atau mengambil hasil laut termasuk juga yang didalamnya mempunyai peralatan pengolahan hasil 
    laut;
3.  Sarana penangkap yang telah mendapat izin adalah sarana penangkap yang berbendera Indinesia     
    atau berbendera asing yang telah memperoleh izin dari pemerintah Indonesia untuk melakukan 
    penangkapan atau pengambilan hasil laut.


                        Pasal 2

Hasil laut yang ditangkap dan diambil dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang dimasukkan ke dalam 
daerah pabean Indonesia dapat diberikan pembebasan atau keringanan bea masuk yang besarnya ditetapkan 
kemudian oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.


                        Pasal 3

Importir yang dapat diberikan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 2 adalah perusahaah perikanan yang berbentuk badan hukum Indonesia termasuk koperasi yang telah 
memiliki Izin Usaha Perikanan dan izin penangkapan hasil laut di Zona Ekonomi Eksklusid Indonesia.


                        Pasal 4

Sarana penangkap yang dipergunakan oleh perusahaan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, 
untuk yang berbendera Indonesia wajib dilengkapi dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI), dan untuk yang 
berbendera asing wajib dilengkapi denga Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI).


                        Pasal 5

mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk, Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 
mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai.


                        Pasal 6

Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib dilampiri :
a.  Akte Pendirian Perusahaan dan Surat Izin Usaha Perikanan;
b.  Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP);
c.  Surat Penangkapan Ikan (SPI) dan/atau Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI);
d.  Daftar sarana penangkap yang digunakan untuk usaha menangkap hasil laut;
e.  Rincian jumlah hasil laut yang akan dimasukkan kedalam daerah pabean serta nilai pabeannya.


                        Pasal 7

Dalam hal permohonan pembebasan atau keringanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 disetujui, Direktur 
Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pembebasan atau keringanan 
bea masuk dengan dilampiri daftar rincian jumlah, dan nilai pabean dari hasil laut yang diberikan pembebasan 
atau keringana n bea masuk, serta penunjukan pelabuhan tempat pembongkarannya.


                        Pasal 8

Importir yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor hasil
laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib :
a.  menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan Standar Akuntansi Indonesia;
b.  menyimpan dan memelihara untuk sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya 
    semua dokumen, catatan, dan pembukuan yang berkaitan dengan pemberian pembebasan atau 
    keringanan bea masuk atas impor hasil laut;
c.  membuat laporan dan mengirimkan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pengeluaran barang, 
    mengenai realisasi impor hasil laut selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak 
    realisasi impor.


                        Pasal 9

Pada saat kedatangan sarana penangkap di pelabuhan pembongkaran, nakhoda atau kuasanya wajib 
menyampaikan manifest sesuai ketentuan yang berlaku.


                        Pasal 10

(1) Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan-ketentuan kepabeanan 
    dan cukai yang berlaku, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas pembukuan, catatan 
    dan dokumen Importir yang berkaitan dengan pemasukan, penggunaan, pengeluaran dan sediaan 
    barang
(2) Berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir bertanggung jawab atas 
    pelunasan bea masuk yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda.


                        Pasal 11

Ketentuan teknis lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan dalam Keputusan ini diatur oleh 
Direktur Jenderal Bea dan Cukai.


                        Pasal 12

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1997.

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam 
Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Maret 1997
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

MAR'IE MUHAMMAD