KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI 
                           NOMOR KEP - 12/BC/2000

                              TENTANG

                 TATA LAKSANA AUDIT DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI

                  DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang : 

a.  Bahwa dalam rangka pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai telah diatur tatalaksananya
    berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-35/BC/1997 tanggal 1 April 
    1997 tentang Tatalaksana Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kantor Wilayah Direktorat 
    Jenderal Bea dan Cukai.
b.  Bahwa berdasarkan hasil Evaluasi Komprehensif dipandang perlu adanya perubahan terhadap 
    Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-35/BC/1997 tanggal 1 April 1997 tentang
    Tatalaksana Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan
    Cukai.

Mengingat :

1.  Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75,
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
2.  Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, 
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
3.  Peraturan Pemerintah Nomor 23 TAHUN 1996 tentang Penindakan di Bidang Cukai;
4.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 321/KMK.05/1996 tanggal 1 Mei 1996 
    tentang Pelaksanaan Audit di Bidang Cukai;
5.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 489/KMK.05/1996 tanggal 31 Juli 1996
    tentang Pelaksanaan Audit di Bidang Kepabeanan; 
6.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 30/KMK.05/1997 tanggal 16 Januari 1997
    tentang Tatalaksana Penindakan di Bidang Kepabeanan.
7.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 32/KMK.01/1998 tanggal 4 Pebruari 1998
    tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
8.  Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-33/BC/1997 tanggal 1 April 1997 tentang
    Standard Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
9.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 32/KMK.01/1998 tanggal 4 Pebruari 1998
    tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
10.     Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-33/BC/1997 tanggal 1 April 1997 tentang
    Standard Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
11.     Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-49/BC/1999 tanggal 16 Agustus 1999 tentang
    Sertifikasi Auditor, Pengendali Teknis Audit dan Pengawas Mutu Audit.
12.     Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-63/BC/1999 tanggal 6 Oktober 1999 tentang
    Penyelenggaraan dan Penyimpanan Buku, Catatan dan Dokumen di Bidang Kepabeanan.

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan : 

TATALAKSANA AUDIT DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI .


                         BAB I
                        KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1.  Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan buku, catatan dan 
    dokumen serta sediaan barang Perusahaan dalam rangka pengawasan terhadap pemenuhan 
    ketentuan di bidang kepabeanan dan cukai serta ketentuan lain yang pelaksanaannya dibebankan
    kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
2.  Auditor, Pengendali Teknis Audit (PTA) dan Pengawas Mutu Audit (PMA) adalah pegawai yang telah 
    mendapatkan sertifikat sesuai ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor : 
    Kep-49/BC/1999 tanggal 16 Agustus 1999 tentang Sertifikasi Auditor, Pengendali Teknis Audit dan 
    Pengawas Mutu Audit.
3.  Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) adalah daftar yang berisi nama -nama Perusahaan yang akan 
    diaudit beserta alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit.
4.  Daftar Temuan Sementara (DTS) adalah daftar yang memuat kesimpulan sementara pelaksanaan 
    audit.
5.  Pembahasan Akhir adalah kegiatan pembahasan akhir yang dilakukan oleh Tim Audit dengan 
    Perusahaan untuk membahas tanggapan perusahaan atas DTS.
6.  Laporan Hasil Audit (LHA) adalah laporan tentang hasil audit yang disusun oleh Tim Audit.
7.  Perusahaan adalah orang pribadi atau badan hukum yang melakukan kegiatan usaha.


                        BAB II
                        TUJUAN DAN OBYEK AUDIT

                        Pasal 2

Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai bertujuan untuk mengamankan penerimaan negara serta untuk 
mengetahui dan menilai tingkat kepatuhan Perusahaan dimaksud dalam Pasal 3 terhadap peraturan 
perundang-undangan Kepabeanan, Cukai, peraturan lainnya yang pelaksanaannya dibebankan kepada
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Standar Akuntansi Keuangan.


                        Pasal 3

Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai dilakukan terhadap Perusahaan di bidang :
1.  Impor;
2.  Ekspor;
3.  Pengurusan Jasa Kepabeanan;
4.  Tempat Penimbunan Sementara;
5.  Tempat Penimbunan Berikat;
6.  Pengangkutan;
7.  Pabrik Barang Kena Cukai;
8.  Tempat Penyimpanan Barang Kena Cukai;
9.  Tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi 
    cukainya atau memperoleh pembebasan cukai.


                        BAB III
                           ORGANISASI

                        Pasal 4

Audit di bidang Kepabenan dan Cukai dilaksanakan oleh Direktorat Verifikasi dan Audit atau Kantor Wilayah.

                        Pasal 5

(1)     Tim Audit terdiri dari satu orang PMA, satu orang PTA dan tiga orang Auditor.
(2)     Salah satu dari tiga orang Auditor dalam Tim Audit ditunjuk sebagai Ketua Auditor.


                        Pasal 6

(1)     Tim Audit dapat diganti dalam hal Auditor, PTA atau PMA dialih tugaskan, dianggap tidak mampu atau 
    atas permintaan yang bersangkutan.
(2)     Jumlah Auditor dapat ditambah dalam hal volume pekerjaan dan tingkat kesulitan tinggi.


                        BAB IV
                      PELAKSANAAN AUDIT
                        Pasal 7

(1)     Pelaksanaan audit di bidang Kepabenan dan Cukai dilakukan secara terencana dan insidentil.
(2)     Pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai secara terencana dilakukan sesuai DROA.
(3)     Pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai secara insidentil dilakukan berdasarkan perintah, 
    permintaan atau informasi yang bersifat mendesak dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur 
    Verifikasi dan Audit, Direktorat lain, Kepala Kantor Wilayah, masyarakat, Perusahaan atau instansi 
    lain.

                        Pasal 8

(1)     DROA wajib disusun oleh Direktorat Verifikasi dan Audit dan Kantor Wilayah setiap semester, dengan 
    menggunakan formulir sesuai lampiran I;
(2)     Dalam menyusun DROA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memprioritaskan :
    a.  Perusahaan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) yang berdasarkan sifatnya 
        tidak mendesak.
    b.  Rekomendasi Sub Direktorat Verifikasi atau Bidang Verifikasi.
    c.  Rekomendasi Direktorat P2 atau Bidang P2.
(3)     Kepala Kantor Wilayah wajib mengirim DROA kepada Direktur Verifikasi dan Audit selambat-lambatnya 
    30 (tiga puluh) hari sebelum periode DROA;
(4)     Direktur Verifikasi dan Audit melakukan penilaian terhadap DROA sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (3) dan memberikan persetujuan serta melakukan koreksi bila diperlukan.


                        Pasal 9

(1)     Pelaksanaan audit wajib diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak 
    tanggal Surat Tugas diterbitkan.
(2)     Apabila pelaksanaan audit diperkirakan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (1), maka selambatlambatnya 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu penyelesaian 
    pemeriksaan berakhir PMA wajib mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian 
    audit kepada Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dengan menggunakan formulir 
    sesuai lampiran II.
(3)     Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , Direktur Verifikasi dan Audit atau 
    Kepala Kantor Wilayah dapat memberikan perpanjangan jangka waktu penyelesaian audit dengan 
    menggunakan formulir sesuai lampiran III.
(4)     Apabila permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian audit diajukan setelah berakhirnya 
    jangka waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka PMA wajib memberikan 
    penjelasan tertulis tentang alasan atas keterlambatan tersebut kepada Direktur Verifikasi dan Audit 
    atau Kepala Kantor Wilayah.


                        Pasal 10

(1)     Pelaksanaan audit di lapangan wajib diselesaikan dalam jangka waktu penugasan paling lama 30 (tiga 
    puluh) hari kerja.
(2)     Apabila pelaksanaan audit di lapangan diperkirakan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu 
    penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum 
    jangka waktu penugasan berakhir PMA wajib mengajukan permohonan perpanjangan Surat Tugas 
    kepada Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dengan menggunakan formulir sesuai 
    lampiran IV.
(3)     Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , Direktur Verifikasi dan Audit atau 
    Kepala Kantor Wilayah dapat memberikan perpanjangan Surat Tugas dengan menggunakan formulir 
    sesuai lampiran V.
(4)     Apabila permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian audit diajukan setelah berakhirnya 
    jangka waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka PMA wa jib memberikan 
    penjelasan tertulis tentang alasan atas keterlambatan tersebut kepada Direktur Verifikasi dan Audit 
    atau Kepala Kantor Wilayah.

                        Pasal 11

Perubahan periode audit maupun perluasan obyek audit terhadap Perusahaan lain yang terkait dengan 
Perusahaan yang sedang diaudit hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur 
Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah.


                        Pasal 12

(1)     Setiap pelaksanaan audit dilaksanakan berdasarkan Surat Tugas yang diterbitkan dan ditandatangani 
    oleh Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dengan menggunakan formulir sesuai 
    lampiran VI.
(2)     Apabila terdapat penggantian atau penambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Direktur 
    Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah wajib menerbitkan Surat Tugas dengan menggunakan 
    formulir sesuai lampiran VII.
(3)     Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan membuat Berita Acara.
(4)     Pelaksanaan audit terhadap Perusahaan yang sama, pada periode audit berikutnya harus dilakukan 
    oleh Tim Audit yang berbeda.


                        Pasal 13

(1)     Setiap penerbitan Surat Tugas harus diikuti dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan 
    Audit kepada Perusahaan dengan menggunakan formulir sesuai lampiran VIII.
(2)     Apabila audit dilaksanakan oleh Direktorat Verifikasi dan Audit maka Direktur Verifikasi dan Audit 
    wajib menerbitkan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Audit kepada Kepala Kantor Wilayah DJBC 
    terkait dengan menggunakan formulir sesuai lampiran IX.
(3)     Apabila audit dilaksanakan oleh Kantor Wilayah maka Kepala Kantor Wilayah wajib menyampaikan 
    tembusan Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Verifikasi dan Audit.


                        Pasal 14

(1)     Setiap penerbitan Surat Tugas wajib diikuti dengan penerbitan Daftar Kuesioner untuk Perusahaan 
    yang diaudit yang diterbitkan oleh Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dengan 
    menggunakan formulir sesuai lampiran X.
(2)     Daftar Kuesioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diisi oleh Pimpinan Perusahaan yang 
    diaudit atau yang mewakili dan mengirimkan kepada Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor 
    Wilayah melalui Ketua Auditor dalam amplop tertutup yang disegel Perusahaan.
(3)     Daftar Kuesioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh Direktur Verifikasi dan Audit 
    atau Kepala Kantor Wilayah untuk menilai kinerja Tim Audit dan Sistem Audit.


                        Pasal 15

(1)     Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah wajib memanggil Pimpinan Perusahaan yang 
    akan diaudit atau yang mewakili untuk memberikan penjelasan perihal pelaksanaan audit yang akan
    dilaksanakan dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XI.
(2)     Dalam hal audit yang dilaksanakan bersifat investigasi maka pemanggilan sebagaimana dimaksud 
    pada ayat (1) tidak dilakukan.
(3)     Dalam hal Perusahaan tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka audit 
    tetap dilaksanakan.


                        Pasal 16

Tim Audit bertanggung jawab terhadap :
a.  Rencana Audit.
b.  Program Audit.
c.  Pelaksanaan Audit.
d.  Pelaporan Hasil Audit.


                        Pasal 17

(1)     Berdasarkan Surat Tugas, maka Tim Audit wajib segera menyusun Rencana Audit.
(2)     Berdasarkan Rencana Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Tim Audit wajib menyusun Program 
    Audit yang sekurang-kurangnya mencakup Prosedur Audit, Teknik Audit dan tanggung jawab PMA, 
    PTA serta Auditor.


                        Pasal 18

(1)     Pada hari pertama kunjungan ke Perusahaan, Tim Audit wajib melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
    a.  Memperlihatkan Surat Tugas dan Tanda Pengenal kepada Pimpinan Perusahaan yang diaudit 
        atau yang mewakili;
    b.  Menyerahkan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Audit dan Daftar Kuesioner kepada 
        Perusahaan yang diaudit atau yang mewakili;
    c.  Menjelaskan tujuan pelaksanaan audit kepada Pimpinan Perusahaan yang diaudit atau yang 
        mewakili;
    d.  Meminta Pimpinan Perusahaan yang diaudit atau yang mewakili untuk memberikan penjelasan 
        tentang Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Sistem Akuntansi (SA) Perusahaan.
(2)     Berdasarkan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir d, Tim Audit melakukan observasi 
    dan pengujian terhadap pelaksanaan SPI dan SA guna penyempurnaan Program Audit.


                        Pasal 19

(1)     Perusahaan yang menolak untuk diaudit wajib menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Diaudit 
    dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XII.
(2)     Pegawai Perusahaan yang menolak atau yang tidak membantu kelancaran audit wajib 
    menandatangani Surat Pernyataan Penolakan atau Tidak Membantu Kelancaran Audit dengan 
    menggunakan formulir sesuai lampiran XIII.
(3)     Dalam hal Perusahaan menolak untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Diaudit atau 
    pegawai Perusahaan menolak untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan atau Tidak 
    Membantu Kelancaran Audit, Tim Audit wajib membuat dan menandatangani Berita Acara Penolakan 
    Diaudit/Berita Acara Penolakan atau Tidak Membantu Kelancaran Audit dengan menggunakan formulir 
    sesuai lampiran XIV. 
(4)     Terhadap Perusahaan yang menolak untuk diaudit atau pegawai Perusahaan yang menolak atau tidak 
    membantu kelancaran pelaksanaan audit direkomendasikan kepada Direktorat P2 atau Bidang P2 
    untuk dilakukan tindakan penolakan pelayanan Kepabeanan dan Cukai (pemblokiran) dari segala 
    kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai serta tindak lanjutnya sesuai dengan ketentuan yang 
    berlaku.


                        Pasal 20

(1)     Perusahaan yang diaudit wajib memperlihatkan dan meminjamkan buku, catatan, dan dokumen.
(2)     Peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen dilakukan dengan membuat Surat 
    Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen; dan Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, 
    dan Dokumen, yang ditandatangani Ketua Auditor dengan menggunakan formulir masing masing 
    sesuai lampiran XV dan XVI.
(3)     Buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam dapat berupa foto copy dan/atau copy/back up/extract file 
    dengan ketentuan bahwa yang dipinjamkan kepada Tim Audit adalah sesuai dengan aslinya.


                        Pasal 21

(1)     Batas waktu penyerahan buku, catatan, dan dokumen paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal 
    diterima Surat Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 
    ayat (2).
(2)     Apabila setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahan belum dapat/tidak 
    bersedia meminjamkan buku, catatan, dan dokumen, maka kepada Perusahaan yang bersangkutan 
    diberikan Surat Peringatan I.
(3)     Sebelum jangka waktu penyerahan yang telah ditentukan dalam Surat Peringatan I terlewati, 
    Perusahaan dapat mengajukan permohonan perpanjangan secara tertulis kepada Direktur Verifikasi 
    dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah.
(4)     Apabila jangka waktu penyerahan buku, catatan, dan dokumen yang telah ditentukan dalam Surat 
    Peringatan I dan batas ijin perpanjangan waktu terlewati dan Perusahaan masih belum 
    menyerahkannya, maka kepada Perusahaan yang bersangkutan diberikan Surat Peringatan II.
(5)     Batas waktu yang diberikan untuk menyerahkan buku, catatan, dan dokumen dalam Surat Peringatan 
    adalah 2 (dua) hari kerja sejak tanggal diterimanya masing-masing Surat Peringatan.
(6)     Surat Peringatan I dan II diterbitkan dan ditandatangani oleh Pengawas Mutu Audit dengan 
    menggunakan formulir sesuai lampiran XVII.
(7)     Sebelum jangka waktu penyerahan yang telah ditentukan dalam Surat Peringatan II terlewati, 
    Perusahaan dapat mengajukan permohonan perpanjangan secara tertulis kepada Direktur Verifikasi 
    dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah.
(8)     Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (7), Direktur Verifikasi dan Audit 
    atau Kepala Kantor Wilayah dapat memberikan perpanjangan jangka waktu penyerahan dengan 
    menggunakan formulir sesuai lampiran XVIII.
(9)     Apabila jangka waktu penyerahan buku, catatan, dan dokumen yang telah ditentukan dalam Surat 
    Peringatan II terlewati dan Perusahaan belum menyerahkannya tanpa adanya ijin perpanjangan 
    jangka waktu penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), maka Perusahaan dianggap menolak
    atau tidak membantu kelancaran audit serta dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 
    ayat (4).


                        Pasal 22

Tim Audit dapat melaksanakan penindakan berupa penyegelan tempat atau ruangan dalam hal :
a.  Semua upaya persuasif yang dilakukan untuk memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan 
    tempat penyimpanan buku, catatan, dan dokumen dan barang yang dapat memberikan petunjuk 
    tentang keadaan usaha Perusahaan yang diaudit, tidak me mberikan hasil;
b.  Ditemukan adanya petunjuk terjadinya tindak pidana.


                        Pasal 23

(1)     Tim Audit wajib membuat Kertas Kerja Audit (KKA).
(2)     KKA sekurang-kurangnya memuat prosedur audit yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan 
    keterangan yang dikumpulkannya dan kesimpulan yang diambilnya.
(3)     Tim Audit menyusun DTS dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XIX berdasarkan KKA.


                        Pasal 24

(1)     Kepala Sub Direktorat Audit atau Kepala Bidang Audit mengirim DTS dengan Surat Pengantar kepada 
    Perusahaan dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XX, dengan disertai Lembar Pernyataan 
    Persetujuan DTS dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXI.
(2)     Perusahaan wajib menanggapi DTS secara tertulis dengan cara mengisi dan menandatangani pada 
    kolom yang telah disediakan serta mengirimkan kembali kepada Tim Audit selambat-lambatnya 7 
    (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)     Apabila diperlukan sebelum memberikan tanggapan, Perusahaan dapat meminta penjelasan secara 
    tertulis atas DTS.
(4)     Sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlewati, Perusahaan dapat mengajukan 
    permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan secara tertulis kepada Direktur 
    Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah.
(5)     Berdasarkan permohonan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Verifikasi dan 
    Audit atau Kepala Kantor Wilayah dapat memberikan perpanjangan waktu penyampaian tanggapan.
(6)     Perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan hanya diberikan 1 (satu) kali untuk jangka waktu 
    paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
    dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXII.
(7)     Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (6) terlewati, Perusahaan tetap tidak 
    menyampaikan tanggapan maka Perusahaan dianggap menyetujui seluruh DTS.
(8)     DTS sebagaimana dimaksud pada ayat (7) akan ditindaklanjuti dengan penyusunan LHA.


                        Pasal 25

Disamping mengirimkan tanggapan DTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Perusahaan wajib :
1.  Mengisi dan menandatangani Lembar Pernyataan Persetujuan DTS dan mengirimkan kembali kepada 
    Tim Audit, apabila Perusahaan setuju seluruh DTS.
2.  Melampirkan bukti-bukti pendukungnya, apabila Perusahaan tidak setuju atas sebagian atau seluruh 
    DTS.


                        Pasal 26

(1)     Pembahasan Akhir dilakukan dalam hal Perusahaan tidak setuju atas sebagian atau seluruh DTS dan 
    wajib dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal diterimanya tanggapan 
    Perusahaan.
(2)     Kepala Sub Direktorat Audit atau Kepala Bidang Audit mengundang Perusahaan untuk mengadakan 
    Pembahasan Akhir dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXIII.
(3)     Pembahasan Akhir dilakukan oleh Tim Audit dengan Pimpinan Perusahaan atau yang mewakili.
(4)     Proses Pembahasan Akhir dituangkan dalam Risalah Pembahasan Akhir Hasil Audit dengan 
    menggunakan formulir sesuai lampiran XXIV.
(5)     Pembahasan Akhir ditutup dengan Berita Acara Hasil Audit dengan menggunakan formulir sesuai 
    lampiran XXV.
(6)     Risalah Pembahasan Akhir Hasil Audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Berita Acara 
    Hasil Audit.


                        Pasal 27

(1)     Berita Acara Hasil Audit sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (5) dilampiri dengan :
    a.  Daftar Temuan Audit yang Dipertahankan dengan menggunakan formulir sesuai lampiran 
        XXVI.
    b.  Daftar Temuan Audit yang Dibatalkan dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXVII.
    c.  Daftar Temuan Audit yang Disetujui dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXVIII.
(2)     Daftar Temuan Audit yang Dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan 
    temuan audit yang tidak disetujui dan disanggah oleh Perusahaan, namun sanggahan tersebut tidak 
    dapat diterima oleh Tim Audit.
(3)     Daftar Temuan Audit yang Dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan 
    temuan audit yang tidak disetujui dan disanggah oleh Perusahaan dan sanggahan tersebut dapat 
    diterima oleh Tim Audit.
(4)     Daftar Temuan Audit yang Disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan temuan 
    audit yang disetujui oleh Perusahaan.
(5)     Perusahaan dan Tim Audit wajib menandatangani Berita Acara Hasil Audit beserta lampirannya 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6)     Dalam hal Perusahaan menolak untuk menandatangani Berita Acara Hasil Audit sebagaimana 
    dimaksud dalam pasal 26 ayat (5), Tim Audit membuat catatan pada Berita Acara Hasil Audit tentang 
    penolakan dimaksud.


                        Pasal 28

(1)     LHA disusun berdasarkan DTS, Lembar Pernyataan Persetujuan DTS atau Berita Acara Hasil Audit.
(2)     LHA dibuat dalam bentuk pendek dan bentuk panjang.
(3)     LHA bentuk panjang dibuat sebagaimana lampiran XXIX.
(4)     LHA bentuk pendek terdiri dari Bab I LHA bentuk panjang dan KKA terkait untuk tindak lanjut oleh 
    Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.


                        Pasal 29

(1)     Direktur Verifikasi dan Audit menerbitkan Surat Tindak Lanjut Hasil Audit atas hasil audit yang 
    dilakukan oleh Direktorat Verifikasi dan Audit yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah, dengan 
    menggunakan formulir sesuai lampiran XXX, tembusan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan 
    Cukai dan Perusahaan dengan dilampiri LHA bentuk pendek.
(2)     Kepala Kantor Wilayah wajib menindaklanjuti Surat Tindak Lanjut Hasil Audit sebagaimana dimaksud 
    pada ayat (1) dengan menerbitkan Nota Dinas Tindak Lanjut Hasil Audit.
(3)     Kepala Kantor Wilayah menerbitkan Nota Dinas Tindak Lanjut Hasil Audit atas hasil audit yang 
    dilakukan Kantor Wilayah yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dengan 
    tembusan kepada Perusahaan, dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXXI dan dilampiri LHA 
    bentuk pendek.
(4)     Tembusan Nota Dinas Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditujukan kepada Direktur 
    Verifikasi dan Audit dengan dilampiri LHA bentuk panjang.
(5)     Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai wajib menindaklajuti Nota Dinas Tindak Lanjut sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (2) dan (3). 
(6)     Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai wajib menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan tindak 
    lanjut dimaksud pada ayat (5) kepada Direktur Verifikasi dan Audit serta Kepala Kantor Wilayah .


                        Pasal 30

(1)     Direktorat Verifikasi dan Audit dan Bidang Audit wajib menatausahakan hasil audit serta memantau 
    pelaksanaan tindak lanjutnya.
(2)     Kepala Kantor Wilayah membuat Laporan Semester Pelaksanaan Audit dan mengirimkannya kepada 
    Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Verifikasi dan Audit paling lambat 10 (sepuluh) hari 
    sejak berakhirnya semester, dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXXII.


                        Pasal 31

Semua data dan informasi yang diperoleh dari Perusahaan merupakan rahasia jabatan.


                         BAB V
                               PENUTUP

                        Pasal 32

Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-35/BC/1997 
tanggal 1 April 1997 tentang Tata Laksana Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kantor Wilayah 
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.


                        Pasal 33

(1)     Hal-hal yang belum cukup diatur dalam keputusan ini, akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
(2)     Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat 
    kekeliruan, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal          2000
Direktur Jenderal



Dr. R.B. Permana Agung D., MSc.
NIP. 060044475