KEPUTUSAN BERSAMA 
            MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, MENTERI KEUANGAN,
                           DAN
                       MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
             Nomor : 1122.K/92/M.PE/1997, 321/KMK.01/1997, 251/MPP/Kep/7/1997

                        TENTANG 

                 TATACARA DAN PENYELESAIAN IMPOR BARANG YANG
               DIPERGUNAKAN UNTUK OPERASI PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS
                 BUMI DAN PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PANASBUMI

            MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, MENTERI KEUANGAN,
                   DAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Menimbang :

a.  bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan, perlu 
    diadakan penyesuaian mengenai pengaturan tatacara dan penyelesaian impor barang yang 
    dipergunakan untuk operasi pertambangan minyak dan gas bumi dan pengusahaan sumberdaya panas
    bumi;
b.  bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a di atas dan dalam rangka pelaksanaan pasal 15 
    huruf d Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 TAHUN 1985, dianggap 
    perlu untuk menyempurnakan pengaturan Tatacara dan Penyelesaian Impor Barang yang Dipergunakan 
    untuk Operasi Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi dalam 
    suatu Keputusan Bersama Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Keuangan, dan Menteri 
    Perindustrian dan Perdagangan.

Mengingat : 

1.      Undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran 
    Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070);
2.  Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tenang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara
    (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971);
3.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Tahun 1983 Nomor 49, tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah 
    dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan 
    Lembaran Negara Nomor 3566); 
4.  Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 
    50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang 
    Nomor 10 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 
    3567);
5.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
    Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 (Lembaran 
    Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);
6.  Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75,
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612); 
7.  Peraturan Pemerintah Nomor 45 TAHUN 1985 tentang Barang yang Digunakan untuk Operasi 
    Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 67, Tambahan Lembaran 
    Negara Nomor 3311);
8.  Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1981 tanggal 1 juni 1981 sebagaimana telah diubah dengan 
    Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1991 tanggal 1 Oktober 1991 tentang Perubahan Keputusan 
    Presiden Nomor 22 Tahun 1981; 
9.  Keputusan Presiden Nomor 42 TAHUN 1989 tanggal 4 agustus 1989 tentang Kerjasama Pertamina 
    dengan Badan Usaha Swasta dalam Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi;
10.     Keputusan Presiden Nomor 49 TAHUN 1991 tanggal 12 Nopember 1991 tentang Perlakuan Pajak 
    Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-pungutan Lainnya terhadap Pelaksanaan Kuasa dan 
    Ijin Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik;
11.     Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 tanggal 17 Maret 1993 jo. Keputusan Presiden Nomor 
    388/M Tahun 1995 tanggal 6 Desember 1995.

                           MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, MENTERI KEUANGAN, DAN MENTERI 
PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TENTANG TATACARA DAN PENYELESAIAN IMPOR BARANG YANG 
DIPERGUNAKAN UNTUK OPERASI PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGUSAHAAN SUMBERDAYA
PANASBUMI.


                        BAB I
                      KETENTUAN UMUM
                        Pasal 1

Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan :
a.  Barang Operasi  :   Adalah semua barang dan peralatan termasuk kapal dan pesawat terbang 
                yang secara langsung dipergunakan untuk operasi pertambangan minyak 
                dan gas bumi yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pengilangan, pengangkutan
                dan penjualan sampai dengan depot dan atau sub depot Pertamina 
                sebagimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 TAHUN 1985 
                dan yang dipergunakan dalam eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya 
                panasbumi untuk pembangkitan energi/listrik;
b.  Pertamina   :   Adalah Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara sebagaimana 
                dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971;
c.  Kontraktor  :   Adalah Badan Hukum yang mengadakan kerjasama dengan Pertamina dalam 
                pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi atau pengusahaan 
                sumberdaya panasbumi yang manajemen operasionalnya di tangan Pertamina;
d.  Perusahaan  :   Adalah Pertamina atau Kontraktor; 
e.  Jaminan Tertulis    :   Adalah jaminan secara tertulis yang diberikan Pertamina kepada Direktorat 
                Jenderal Bea dan Cukai yang memuat jaminan kebenaran penggunaan, 
                jaminan ekspor kembali, dan jaminan kewajiban kepabeanan atas barang 
                Operasi Golongan II sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang 
                berlaku;
f.  DJMGB       :   Adalah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
g.  DJBC        :   Adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
h.  DJPI        :   Adalah Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional;
i.  Kantor Pabean   :   Adalah Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


                        Pasal 2

(1)     Barang Operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a terdiri dari : 
    a.  Barang Operasi Golongan I, yaitu Barang Operasi yang atas impornya tidak dipungut lagi Bea
        Masuk dan Pajak dalam rangka impor sesuai Pasal 15 huruf d Undang-undang Nomor 8 Tahun
        1971 dan sesuai Pasal 4 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 49 TAHUN 1991; 
    b.  Barang Operasi Golongan II, yaitu Barang Operasi yang diimpor berdasarkan Pasal 9 dan 
        Pasal 26 Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995, dengan Jaminan Tertulis sebagaimana 
        tercantum dalam Lampiran I Keputusan Bersama ini.
(2)     Impor Barang Operasi Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dengan 
    menyerahkan Jaminan Tertulis dari Pertamina. 
(3)     Impor Barang Operasi Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat disertai suku cadang 
    dalam jumlah yang wajar sesuai standar/manual mesin/peralatan yang diimpor dan tercantum dalam 
    RIB/ML yang bersangkutan.
(4)     Barang Operasi Golongan II wajib diekspor kembali atau dikirim ke Kawasan Berikat Daerah Industri 
    Pulau Batam paling lambat pada anggal izin penggunannya jatuh tempo atau telah selesai dipergunakan 
    sebelum jatuh tempo.
(5)     Dalam hal Barang Operasi Golongan II tidak diekspor kembali atau dikirim ke Kawasan Berikat Industri 
    Pulau Batam sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib dibayar Bea Masuk dan Pajak dalam rangka
    impor serta denda administrasi sebesar 1 (satu) kali Bea Masuk yang seharusnya dibayar yang menjadi 
    beban Perusahaan bersangkutan.
(6)     Penagihan pembayaran Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (4) disampaikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada Pertamina.
(7)     Tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib dibayar Perusahaan dalam jangka waktu selambat-
    lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal selesainya fasilitas penangguhan.
(8)     Dalam hal Perusahaan belum melaksanakan pembayaran dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, 
    dikenakan bunga atas tagihan sesuai ketentuan yang berlaku. 


                                BAB II
                 PELAKSANAAN DAN PENYELESAIAN IMPOR BARANG OPERASI

                        Pasal 3

(1)     Sebelum melaksanakan impor, Perusahaan menyusun Rencana Impor Barang atau Masterlist, 
    selanjutnya disebut RIB/ML dalam rangkap 6 (enam), yang memuat uraian barang Operasi untuk 
    jangka waktu 3 (tiga) bulan dan menyampaiannya kepada DJMGB dengan ketentuan bagi kontraktor 
    menyampaikan tembusan kepada Pertamina.
(2)     Penyusunan RIB/ML sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mengutamakan apresiasi
    penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri.
(3)     RIB/ML sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat perincian penggolongan Barang Operasi dengan 
    mencantumkan jenis, jumlah, harga, tujuan pemakaian dan lokasi penggunaan Barang Operasi yang 
    bersangkutan.
(4)     Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi atau pejabat yang ditunjuk menandasahkan RIB/ML 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) minggu setelah 
    diterimanya RIB/ML yang bersangkutan dan mengirimkannya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 
    dengan tembusan kepada Perusahaan.
(5)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah diterimanya RIB/ML sebagaiman 
    dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri 
    Keuangan memberikan fasilitas kepabeanan atas Barang Operasi sesuai RIB/ML yang bersangkutan 
    berdasarkan peraturan perundang-undangan kepabeanan yang berlaku.
(6)     Terhadap RIB/ML yang telah diberikan fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), 
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mendistribusikan RIB/ML yang bersangkutan kepada DJMGB, 
    Pertamina, Kantor Pabean Pemasukan dan kontraktor dengan tembusan kepada Pertamina.
(7)     RIB/ML yang telah ditandasahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan (5) mempunyai masa 
    berlaku selama 6 (enam) bulan sejak tanggal ditandasahkan. 
(8)     Perusahaan dapat mengajukan perpanjangan masa berlaku RIB/ML sebagaimana dimaksud pada ayat
    (7) dengan mengemukakan alasan-alasan.
(9)     Dalam hal terdapat perbedaan penggolongan Barang Operasi, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 
    menyerahkan kembali RIB/ML yang bersangkutan kepada DJMGB untuk dilakukan peninjauan kembali.


                        Pasal 4

(1)     Ketentuan terhadap barang yang telah diatur tataniaga impornya, tidak berlaku atas impor Operasi 
    Golongan II.
(2)     Dalam hal terdapat impor Barang Operasi Golongan I yang merupakan barang bekas pakai dan atau 
    diatur tataniaga imporny, Perusahaan wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal 
    Perdagangan Internasio nal.
(3)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah diterimanya permohonan persetujuan 
    secara lengkap dan benar, Direktur Jenderal Perdagangan Internasional atau pejabat yang ditunjuk 
    wajib memberikan keputusannya. 
(4)     Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Direktur Jenderal Perdagangan 
    Internasional atau pejabatnya yang ditunjuk belum memberikan keputusannya, permohonan dianggap 
    telah disetujui.
(5)     Persetujuan Direktur Jenderal Perdagangan Internasional sebagaimana diatur pada ayat (2) tidak 
    diperlukan dalam hal impor barang operasi Golongan I dilakukan oleh pelaksana impor yang ditunjuk.


                        Pasal 5

(1)     Dalam pelaksanaan impor Barang Operasi, Perusahaan wajib mengajukan Pemberitahuan Impor 
    Barang (PIB) yang ditandatangani oleh Pertamina atau kontraktornya atau pejabat yang ditunjuk atas
    nama Pertamina dengan Surat Kuasa yang sah, dilampiri dokumen pelengkap pabean lainnya kepada 
    Kantor Pabean pemasukan, dengan mencantumkan nomor dan tanggal penandasahan RIB/ML dan
    Kode Identifikasi Material yang telah disahkan dan atau copy RIB/ML yang bersangkutan.
(2)     Pengajuan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebelum Barang Operasi yang 
    bersangkutan tiba di pelabuhan tujuan dan dapat dilakukan melalui media elektronik.
(3)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah diterimanya dokumen impor secara
    lengkap dan benar, Kantor Pabean setempat melaksanakan penyelesaian impor Barang Operasi 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.


                        Pasal 6

Perusahaan wajib menyampaikan laporan realisasi impor Barang Operasi secara berkala 3 (tiga) bulan sekali 
kepada DJMGB dan DJBC dengan tembusan Pertamina sesuai bentuk laporan sebagaimana tercantum dalam 
Lampiran II Keputusan Bersama ini.


                        Pasal 7

(1)     Dalam hal terdapat rencana impor Barang Operasi yang tidak tercantum dalam RIB/ML, Perusahaan 
    wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan penambahan RIB/ML sesuai tatacara sebagaiman 
    dimaksud dalam Pasal 3.
(2)     Dalam hal terjadi keadaan darurat (emergency) yang memerlukan impor Barang Operasi, Perusahaan 
    wajib mengajukan permohonan dalam bentuk invoice atau proforma invoice kepada DJMGB untuk 
    ditetapkan penggolongan Barang Operasinya.
(3)     Perusahaan dapat melaksanakan impor Barang Operasi pada Kantor Pabean setempat, setelah 
    mendapatkan penetapan penggolongan Barang Operasi dari DJMGB.
(4)     Perusahaan wajib menyampaikan laporan kepada DJBC dan DJMGB dengan tembusan Pertamina 
    mengenai pelaksanaan impor Barang Operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


                        Pasal 8

DJMGB wajib menggunakan jasa surveyor yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pelaksanaan proses 
pengesahan RIB/ML.


                               BAB III
               PENGGUNAAN, PEMINDAHAN, PENGALIHAN, DAN PERPANJANGAN
                       BARANG OPERASI GOLONGAN II

                        Pasal 9

(1)     Barang Operasi Golongan II dipergunakan dalam lokasi sebagaimana tercantum dalam RIB/ML untuk 
    jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal PIB dan dapat diperpanjang penggunaannya 2 (dua) kali 
    masing- masing paling lama 1 (satu) tahun. 
(2)     Perpanjangan jangka waktu penggunaan Barang Operasi Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (1), Perusahaan menyampaikan permohonan perpanjangan kepada Kepala Kantor Pabean setempat 
    dengan mengemukakan alasan-alasan dan bukti-bukti antara lain kontrak kerja yang masih berlaku 
    atau Letter of Intent (LI), selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum jatuh tempo dengan tembusan 
    kepada DJBC, DJMGB, dan Pertamina.
(3)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sebelum jatuh tempo, Kepala kantor Pabean
    setempat wajib memberikan keputusannya. 
(4)     Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Kantor Pabean setempat 
    belum memberikan keputusannya, permohonan perpanjangan dianggap telah disetujui.
(5)     Dalam hal PIB dibuat di Kawasan Berikat Daerah Industri Pulau Batam, keputusan perpanjangan 
    penggunaan Barang Operasi Golongan II dapat dilakukan oleh Kantor Pabean tempat penggunaan, dan 
    tembusan disampaikan kepada Kantor Pabean Batam.


                        Pasal 10

(1)     Perpanjangan jangka waktu penggunaan Barang Operasi Golongan II yang melebihi jangka waktu 
    sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1), diberikan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat 
    yang ditunjuk setelah mendapat rekomendasi DJMGB.
(2)     Sebelum diberikannya persetujuan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan 
    dengan persetujuan Pertamina menyampaikan permohonan perpanjangan kepada DJBC melalui Kantor 
    Pabean setempat dengan mengemukakan alasan-alasan dan bukti-bukti antara lain kontrak kerja yang
    masih berlaku atau Letter of Intent (LI) dengan tembusan DJMGB, dalam jangka waktu selambat-
    lambatnya 2 (dua) bulan sebelum jatuh tempo.
(3)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah diterimanya tembusan permohonan 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DJMGB wajib menyampaikan rekomendasi kepada DJBC.
(4)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah diterimanya permohonan, Kantor 
    Pabean setempat menyampaikan pendapatnya kepada DJBC.
(5)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah diterimanyapermohonan dan 
    rekomendasi, DJBC wajib memberikan keputusannya. 
(6)     Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) DJBC belum memberikan 
    keputusannya, permohonan perpanjangan dianggap telah disetujui. 


                        Pasal 11

(1)     Dalam hal terdapat pemindahan lokasi Barang Operasi Golongan II, Perusahaan setelah mendapat 
    persetujuan Pertamina menyampaikan permohonan pemindahan kepada Kepala Kantor Pabean 
    setempat dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pabean tujuan dan DJMGB atau dalam hal PIB 
    Barang Operasi Golongan II didaftarkan di Kantor Pabean Batam, tembusan permohonan disampaikan
    juga kepada Kantor Pabean Batam.
(2)     Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan perusahaan dalam jangka waktu selambat-
    lambatnya 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan pemindahan. 
(3)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah diterimanya permohonan, Kepala 
    Kantor Pabean wajib memberikan keputusannya dan dalam hal PIB didaftarkan di Kantor Pabean Batam, 
    tembusankeputusan disampaikan juga ke Kantor Pabea Batam.
(4)     Apabila dalam jangka waktu sebagaiman dimaksud pada ayat (3) Kepala Kantor Pabean belum 
    memebrikan keputusannya, permohonan pemindahan dianggap telah disetujui.
(5)  Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal diterimanya keputusan, Perusahaan tidak 
    melaksanakan pemindahan Barang Operasi Golongan II, keputusan pemindahan dinyatakan batal dan
    tidak berlaku.


                        Pasal 12

(1)     Dalam hal terjadi keadaan darurat (emergency), Perusahaan dapat melaksanakan pemindahan lokasi 
    barang Operasi Golongan II.
(2)     Pemindahan lokasi Barang Operasi Golongan II sebagaiman dimaksud pada ayat (1), wajib 
    diberitahukan kepada Kantor Pabea setempat selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah 
    dilaksanakan pemindahan.


                        Pasal 13

(1)     Dalam hal terdapat pemindahan tanggung jawab atas Barang Operasi Golongan II, Perusahaan terlebih 
    dahulu wajib mengajukan permohonan persetujuan kepada DJMGB, dengan melampirkan :
    a.  Persetujuan Pertamina;
    b.  Perjanjian pengalihan tanggung jawab disertai daftar Barang Operasi yang bersangkutan;
    c.  Copy PIB;
    d.  RIB/ML yang telah ditandasahkan.
(2)     Setelah diadakan penelitian, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah 
    diterimanya permohonan, DJMGB menerussampaikan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (1) kepada DJBC.
(3)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah diterimanya permohonan, DJBC 
    memberikan keputusannya dengan tembusan kepada DJMGB dan Pertamina.
(4)     Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DJBC belum memberikan 
    keputusannya, permohonan pemindahan tanggung jawab dianggap telah disetujui.


                        Pasal 14

(1)     Pengangkutan Barang Operasi Golongan II untuk pemindahan lokasi dilakukan dengan menggunakan 
    Formulir BC.1.2. sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan Bersama ini.
(2)     Pada tempat kedatangan Barang Operasi Golongan II, Perusahaan mengajukan PIB pengganti kepada
    Kantor Pabean setempat.
(3)     Dalam hal pengangkutan Barang Operasi Golongan II untuk pemindahan lokasi yang PIB diajukan pada 
    Kantor Pabean Batam, dilaksanakan dengan copy PIB bersangkutan yang telah ditandasahkan Kantor 
    Pabean Batam dan pada Kantor Pabean tujuan tidak diperlukan PIB pengganti.


                        BAB IV
                       PENYELESAIAN EKSPOR KEMBALI
                       BARANG OPERASI GOLONGAN II

                        Pasal 15

Pelaksanaan ekspor kembali Barang Operasi Golongan II dilakukan oleh Perusahaan dengan mengajukan 
pemberitahuan disertai Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT) kepada Kantor Pabean setempat dengan 
melampirkan PIB atau PIB pengganti.


                        Pasal 16

Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah pelaksanaan ekspor kembali Barang Operasi 
Golongan II, Perusahaan wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor kembali Barang Operasi Golongan II 
sesuai bentuk laporan sebagaiman tercantum dalam lampiran IV Keputusan Bersama ini kepada DJMGB dan 
DJBC dengan tembusan Pertamina.


                        BAB V
              TATACARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG OPERASI DI
               KAWASAN BERIKAT DAERAH INDUSTRI PULAU BATAM

                        Pasal 17

Pemasukan Barang Operasi dari luar wilayah pabean Indonesia atau daerah pabean Indonesia lainnya yang 
belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya kedalam Kawasan Berikat Daerah Industri Pulau Batam, 
dilaksanakan dengan mempergunakan Formulir E/BZ sebagaimana tercantum dalam lampiran V Keputusan 
Bersama ini dan dengan dilengkapi dokumen pelengkap pabean.


                        Pasal 18

(1)     Dalam melaksanakan pemasukan Barang Operasi kedalam daerah pabean Indonesia dari kawasan 
    Berikat daerah Industri Pulau Batam, pengajuan pemberitahuan pabean dapat dilakukan pada Kantor 
    Pabean setempat atau Kantor Pabean tujuan. 
(2)     Dalam hal pemasukan Barang Operasi dilaksanakan pada Kantor pabean Batam, Perusahaan 
    menyampaikan PIB sebagaiman dimaksud dalam pasal 5 ayat (1), dengan melampirkan formulir E/BZ
    dan mencantumkan nomor dan tanggal penandasahan RIB/ML serta Kode Identifikasi Material yang 
    telah disahkan.
(3)     Dalam hal pemasukan Barang Operasi dilaksanakan pada Kantor Pabean tujuan, Perusahaan 
    menyampaikan PIB sebagaiman dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), dengan melampirkan Formulir 
    BC.1.2. dan mencantumkan Nomor dan tanggal penandasahan RIB/ML dan Kode Identifikasi Material 
    yang telah disahkan.


                        Pasal 19

(1)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah diterimanya PIB secara lengkap dan 
    benar atas Barang Operasi Golongan I, Kantor Pabean setempat melaksanakan penyelesaian impor 
    sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah diterimanya PIB secara lengkap dan
    benar atas Barang Operasi Golongan II, Kantor Pabean melaksanakan penyelesaian impornya sesuai 
    peraturan perundang-undangan yang berlaku.


                        Pasal 20

(1)     Pengangkutan Barang Operasi Golongan II yang dimasukkan melalui Kawasan Berikat Daerah Industri
    Pulau Batam yang telah dilaksanakan penyelesaian impornya pada Kantor Pabean Batam, dilakukan 
    dengan copy PIB yang bersangkutan yang telah ditandasahkan Kantor Pabean Batam yang 
    dipergunakan sebagai dokumen pelindung pengangkutan.
(2)     Pada Kantor Pabean tujuan penggunaan Barang Operasi Golongan II, tidak diperlukan PIB pengganti.
(3)     Perusahaan wajib melaporkan diterimanya barang Operasi Golongan II di lokasi penggunannya, kepada 
    Kantor Pabea tujuan.
(4)     Pengangkutan Barang Operasi Golongan II yang dimasukkan melalui Kawasan Berikat Daerah Industri 
    Pulau Batam yang penyelesaian impornya dilaksanakan pada Kantor Pabean tujuan, dilakukan dengan
    dokumen pelindung Formulir BC.1.2.


                        Pasal 21

(1)     Barang Operasi Golongan II yang telah selesai dipergunakan sebelum jatuh tempo atau izin 
    penggunaannya telah jatuh tempo dapat dikirim kembali ke Kawasan Berikat daerah Industri Pulau 
    Batam.
(2)     Pengiriman kembali Barang Operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan 
    mengajukan permohonan dan PEBT kepada Kantor Pabean setempat.
(3)     Pemasukan Barang Operasi di Kawasan Berikat Daerah Industri Pulau Batam, dilaksanakan dengan 
    pengisian Formulir E/BZ. 
(4)     Pengiriman kembali Barang Operasi Golongan II sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dianggap telah 
    diekspor kembali.


                        Pasal 22

(1)     Perusahaan setelah mendapat persetujuan Pertamina dapat memasukkan barang Operasi Golongan I 
    ke dalam Daerah Industri Pulau Batam untuk tujuan penyimpanan, dengan menyampaikan Surat 
    Pemberitahuan sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Keputusan Bersama ini 
    kepada Kantor Pabean Batam.
(2)     Perusahaan menyampaikan pemberitahuan pengeluaran Barang Operasi Golongan I sebagaiman 
    dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pabean Batam dengan dilampiri persetujuan Pertamina dan copy 
    Surat Pemberitahuan.


                        BAB VI
                PERBAIKAN DAN PENUKARAN BARANG
                OPERASI GOLONGAN I KE LUAR NEGERI

                        Pasal 23

(1)     Perusahaan dapat mengirimkan Barang Operasi Golongan I ke Luar negeri atau ke Kawasan Berikat 
    Daerah Industri Pulau Batam untuk perbaikan atau penukaran karena salah kirim dengan terlebih 
    dahulu mengajukan permohonan persetujuan dengan menyampaikan PEBT yang dilengkapi catatan 
    mengenai keadaan barang yang bersangkutan kepada Kantor Pabean setempat, dengan tembusan 
    kepada DJMGB, DJBC dan Pertamina.
(2)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, Kepala Kantor Pabean setempat 
    memberikan persetujuan perbaikan atau penukaran Barang Operasi Golongan I sebagaimana dimaksud 
    pada ayat (1) dengan menggunakn PEBT sesuai tatalaksana ekspor yang berlaku.
(3)     Pemasukan Barang Operasi Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Kawasan Berikat 
    Daerah Industri Pulau Batam dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku untuk Kawasan Berikat 
    Daerah Industri Pulau Batam.


                        Pasal 24

(1)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tanggal izin diberikan, Perusahaan 
    wajib memasukkan kembali Barang Operasi Golongan I, yang diperbaiki ke dalam daerah pabean 
    Indonesia.
(2)     Untuk memasukkan kembali Barang Operasi Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 
    Perusahaan wajib mengajukan perubahan RIB/ML yang menunjuk pengesahan RIB/ML yang lama dan
    pada saat barang masuk dilengkapi dengan PIB sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1), 
    dilampiri copy persetujuan pengiriman ke luar negeri dari kantor Pabean setempat (3) Perubahan 
    RIB/ML sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memuat nama barang yang diperbaiki dengan 
    menyebutkan nilai tambah atas barang yang bersangkutan.
(4)     Dalam hal barang operasi Golongan I yang telah diperbaiki dimasukkan ke dalam Kawasan Berikat 
    Daerah Industri Pulau Batam, Perusahaan wajib menyampaikan copy PEBT dan dilaksanakan dengan 
    mempergunakan formulir E / B8 


                        Pasal 25

(1)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 6 (enam bulan setelah tanggal izin diberikan, Perusahaanwajib 
    memasukkan kembali Barang Operasi Golongan I yang telah dilakukan penukaran ke dalam daerah 
    pabean Indonesia. 
(2)     Untuk memasukkan kembali Barang Operasi Golongan I sebagaimana dimaksud pada yat (1), 
    Perusahaan wajib mengajukan PIB sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dengan melampirkan 
    copy persetujuan keluar negeri dari Kantor Pabean setempat dan copy pengesahan RIB/ML.
(3)     Dalam hal Barang Operasi Golongan I yang telah ditukar dimasukkan kedalam Kawasan Berikat daerah 
    Industri Pulau Batam, Perusahaan Wajib menyampaikan copy PEBT dan dilaksanakan dengan 
    mempergunakan Formulir E/BZ.


                        Pasal 26

Pemasukan kembali Barang Operasi Golongan I sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 dan 25 ke dalam 
daerah pabean Indonesia atau Kawasan Berikat daerah Industri Pulau Batam, dilaksanakan sesuai ketentuan 
kepabeana n yang berlaku.


                        BAB VII
                 HIBAH, PENGALIHAN, DAN PENJUALAN
                        BARANG OPERASI

                        Pasal 27

Hibah atau penjualan oleh Pertamina kepada pihak lain atas barang Operasi golongan I, dikenakan Bea Masuk 
dan Pajak dalam rangka impor sesuai ketentuan yang berlaku.


                        Pasal 28

Pengalihan status Barang Operasi Golongan II menjadi asset pihak lain, dikenakan Bea Masuk dan pajak dalam
rangka impor sesuai ketentuan yang berlaku.


                        Pasal 29

Hibah atau penjualan atau pengalihan status Barang Operasi Golongan II yang merupakan barang bekas 
pakai dan atau diatur tata niaga impornya, wajib terlebih dahulu mendapatkan izin dari DJPI.


                        Pasal 30

Hibah atau penjualan atau pengalihan status barang operasi, dapat dilaksanakan setelah dilunasi pembayaran 
bea masuk dan pajak dalam rangka impor sesuai ketentuan yang berlaku.


                        BAB VIII
                PENYELESAIAN BARANG OPERASI GOLONGAN II
                KARENA KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE)

                        Pasal 31

Barang Operasi Golongan II yang hilang dalam sumur (Lost in Hole) atau tidak dapat diekspor ke luar daerah 
pabean Indone sia atau dikirim kembali ke Kawasan Berikat Daerah Industri Pulau Batam karena keadaan 
memaksa (force majeure), tidak dikenakan Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor.


                        Pasal 32

(1)     Keadaan memaksa (force majeure) sebagaimana dimaksud dalam pasal 31, wajib diberitahukan oleh 
    Perusahaan kepada Kantor Pabean setempat dengan tembusan kepada DJBC, DJMGB, dan Pertamina 
    dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah terjadinya keadaan memaksa.
(2)     Perusahaan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah terjadinya keadaan 
    memaksa (force majeure), wajib mengajukan permohonan pembebasan Bea Masuk dan Pajak dalam 
    rangka impor kepada Menteri Keuangan melalui Kantor Pabean setempat lengkap dengan dokumen 
    pendukungnya.
(3)     Kantor Pabean setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah diterimanya 
    permohonan pembebasan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (2) menyampaikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(4)     Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah diterimanya permohonan 
    pembebasan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (3), Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan wajib memberikan 
    keputusannya.
(5)     Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) DJBC belum memberikan 
    keputusannya, permohonan pembebasan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor dianggap telah 
    disetujui.


                        Pasal 33

Dalam hal Perusahaan menyampaikan laporan keadaan memaksa (force majeure) setelah lewat jangka waktu 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), Perusahaan wajib membayar Bea Masuk dan pajak dalam 
rangka impor sesuai ketentuan yang berlaku.


                         BAB IX
                          KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP

                        Pasal 34

Dengan berlakunya Keputusan Bersama ini, terhadap RIB/ML yang telah ditandasahkan tetap berlaku dan 
penyelesaian impornya dilakukan sesuai Keputusan Bersama ini serta peraturan perundang-undangan yang 
berlaku.


                        Pasal 35

Dengan berlakunya Keputusan Bersama ini, maka :
1.  Keputusan Bersama Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Keuangan, dan Menteri Perdagangan 
    Nomor 2618 K/11/M.PE/1985; 947/KMK.05/1985; 1068/Kpb/XII/1985 tanggal 5 Desember 1985;
2.  Keputusan Bersama Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Keuangan, dan Menteri Perdagangan 
    Nomor 2619 K/11/M.PE/1985; 948/KMK.05/1985;1069/Kpb/XII/1985 tanggal 5 Desember 1985;
3.  Keputusan Bersama Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Keuangan, dan Menteri Perdagangan 
    Nomor 0266 K/03/M.PE/1988; 334/KMK.05/1988; 63 B/Kpb/II/1988 tanggal 29 Pebruari 1988;
beserta peraturan pelaksanaannya, dinyatakan tidak berlaku lagi.


                        Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Bersama ini, akan diatur oleh Direktur 
Jenderal Minyak dan Gas Bumi dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai baik secara bersama maupun sendiri-
sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.


                        Pasal 37

Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan penempatan Keputusan Bersama ini dalam Berita 
Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Juli 1997
MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN               MENTERI KEUANGAN 

        ttd.                                         ttd. 

        T. ARIWIBOWO                                  I.B. SUDJANA




                    MENTERI PERTAMBANGAN & ENERGI

                         ttd.

                      MAR'IE MUHAMMAD