KEPUTUSAN BERSAMA 
                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                           DAN
            MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
                NOMOR 294/KMK.03/2003, M-02.UM.09.01 TAHUN 2003

                        TENTANG 

           TATA CARA PENITIPAN PENANGGUNG PAJAK YANG DISANDERA DI RUMAH TAHANAN NEGARA 
            DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

        MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 
2000 tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak dan Pemberian 
Ganti Rugi dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, perlu menetapkan Keputusan Bersama Menteri 
Keuangan Republik Indonesia dan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tentang Tata 
Cara Penitipan Penanggung Pajak yang Disandera di Rumah Tahanan Negara dalam rangka Penagihan Pajak 
dengan Surat Paksa;

Mengingat :

1.  Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (Indische Comptabiliteitswet, Stbl Tahun 1925 Nomor 448) 
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 
    (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembar Negara Nomor 2860);
2.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik 
    Indonesia nomor 3984);
3.  Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614);
4.  Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana 
    telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 19 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3987);
5.  Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
6.  Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara 
    Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Nomor 3258);
7.  Peraturan Pemerintah Nomor 137 TAHUN 2000 tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, 
    Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak dan Pemberian Ganti Rugi dalam rangka Penagihan Pajak 
    dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 249, Tambahan 
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4051);
8.  Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
9.  Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan 
    Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Nomor 4214);

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI 
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENITIPAN PENANGGUNG PAJAK YANG DISANDERA DI 
RUMAH TAHANAN NEGARA DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA


                        Pasal 1

Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan:
1.  Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, 
    termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan 
    peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.  Tempat Penyanderaan adalah rumah tahanan negara yang dijadikan tempat pengekangan sementara 
    waktu kebebasan penanggung pajak yang terpisah dari tahanan lain.
3.  Petugas rumah tahanan negara yang selanjutnya disebut Petugas adalah petugas khusus yang ditunjuk 
    oleh Kepala Rumah Tahanan Negara yang ditugasi untuk melakukan perawatan terhadap Penanggung 
    Pajak yang Disandera.
4.  Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, 
    menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah 
    Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, 
    Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan 
    pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak 
    menurut undang-undang dan peraturan daerah.


                        Pasal 2

Ketentuan dalam Keputusan Bersama ini hanya berlaku bagi daerah tempat Penanggung Pajak yang disandera 
yang belum ada tempat penyanderaannya yang dibentuk oleh Departemen Keuangan.


                        Pasal 3

(1) Jurusita Pajak dapat menitipkan Penanggung Pajak yang disandera berdasarkan Surat Perintah 
    Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang ke Rumah Tahanan Negara

(2) Kepala Rumah Tahanan Negara wajib menerima Penanggung Pajak yang disandera berdasarkan Surat 
    Perintah Penyanderaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Penyanderaan mulai dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh Penanggung 
    Pajak yang disandera

(4) Jurusita Pajak membuat Berita Acara Penitipan Penyanderaan yang ditandatangani oleh Jurusita 
    Pajak, Kepala Rumah Tahanan Negara dan saksi-saksi.


                        Pasal 4

(1) Tempat penyanderaan di dalam rumah tahanan negara dipisahkan dengan tempat tahanan tersangka 
    tindak pidana.

(2) Pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan jenis kelamin Penanggung 
    Pajak yang disandera.

(3) Kepala Rumah Tahanan Negara wajib memperhatikan penempatan Penanggung Pajak yang disandera 
    yang berada dalam kondisi tertentu, antara lain sakit keras, mengidap sakit menular, atau mengidap 
    gangguan jiwa.


                        Pasal 5

(1) Penerimaan Penanggung Pajak yang disandera dicatat dalam buku register daftar Penanggung Pajak 
    yang disandera.

(2) Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
    a.  Penelitian surat sebagai dasar penyanderaan;
    b.  Pencocokan nama Penanggung Pajak yang disandera;
    c.  Penggeledahan badan atau barang;
    d.  Pengambilan sidik jari;
    e.  Pengambilan foto
    f.  Pemeriksaan kesehatan oleh dokter/paramedis rumah tahanan negara

(3) Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera wanita, penggeledahan badan atau barang dilakukan 
    oleh Petugas wanita.

(4) Dalam hal tidak terdapat Petugas wanita, penggeledahan dilakukan oleh polisi wanita atau istri 
    petugas.

(5) Dalam melakukan penggeledahan, Petugas wajib melakukan sesuai etika penggeledahan yang telah 
    ditentukan.


                        Pasal 6

(1) Semua barang atau uang yang diperoleh dari penggeledahan dicatat dalam register khusus dan 
    ditandatangani oleh Petugas dan Penanggung Pajak yang disandera.

(2) Dalam hal ditemukan barang berbahaya atau barang terlarang, maka barang tersebut dapat dirampas 
    atau dimusnahkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


                        Pasal 7

(1) Setiap Penanggung Pajak yang disandera yang dititipkan di dalam rumah tahanan negara wajib 
    dirawat oleh petugas rumah tahanan negara dengan memberikan makanan, tempat tidur, pelayanan 
    kesehatan baik jasmani maupun rohani dan keperluan lainnya.

(2) Dalam hal tertentu, Penanggung Pajak yang disandera dapat menyediakan fasilitas terbatas yang 
    layak untuk kebutuhannya sendiri dalam rumah tahanan negara, setelah mendapat persetujuan dari 
    Kepala Rumah Tahanan Negara.


                        Pasal 8

Sesuai dengan sifat penyanderaan yang penempatannya di tempat tertutup dan terasing dari masyarakat dan 
mempunyai pengamanan dan pengawasan yang memadai, maka setiap Penanggung Pajak yang disandera 
dilarang membawa telepon genggam atau peralatan elektronik lain yang dapat menghubungi seseorang diluar 
rumah tahanan negara.


                        Pasal 9

(1) Setiap Penanggung Pajak yang disandera berhak mendapatkan perawatan kesehatan yang layak.

(2) Perawatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh dokter/paramedis rumah 
    tahanan negara yang bertugas.

(3) Untuk perawatan kesehatan Penanggung Pajak yang disandera, Kepala Rumah Tahanan Negara dapat 
    melakukan kerja sama dengan rumah sakit.

(4) Penanggung Pajak yang disandera yang menderita sakit keras, dapat dirawat di rumah sakit diluar 
    rumah tahanan negara setelah memperoleh ijin dari Pejabat yang menyandera.

(5) Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menderita sakit keras mendadak yang memerlukan 
    tindakan cepat, Petugas dapat segera membawa ke rumah sakit/klinik kesehatan terdekat dan 
    memberitahukan kepada Pejabat dan Kepolisian untuk pengawalan.

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (5) berlaku juga bagi Penanggung Pajak 
    yang disandera yang menderita gangguan jiwa.

(7) Masa perawatan medis diluar rumah tahanan negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat 
    (5) tidak dihitung sebagai masa penyanderaan.


                        Pasal 10

(1) Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera meninggal dunia di rumah tahanan negara karena sakit, 
    Kepala Rumah Tahanan Negara segera memberitahukan kepada Pejabat yang menyandera dan 
    keluarga dari Penanggung Pajak yang disandera disertai berita acara kematian.

(2) Pemberitahuan dan berita acara kematian disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, 
    Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi 
    Manusia, serta Kepolisian.

(3) Barang atau uang milik Penanggung Pajak yang disandera yang meninggal dunia sebagaimana 
    dimaksud dalam ayat (1) diserahkan kepada keluarganya dengan tanda bukti penerimaan.


                        Pasal 11

(1) Penanggung Pajak yang disandera dapat mengikuti kegiatan pembinaan jasmani atau rohani yang 
    diselenggarakan oleh rumah tahanan negara.

(2) Penanggung Pajak yang disandera berhak untuk melaksanakan atau menunaikan ibadah sesuai 
    dengan agama dan kepercayaannya masing-masing di dalam rumah tahanan negara.

(3) Kepala Rumah Tahanan Negara mengatur pelaksanaan pembinaan jasmani atau rohani.


                        Pasal 12

Penanggung Pajak yang disandera selama dalam rumah tahanan negara tidak dikenakan wajib kerja.


                        Pasal 13

Penanggung Pajak yang disandera berhak menyampaikan keluhan baik kepada Pejabat maupun Kepala 
Rumah Tahanan Negara.


                        Pasal 14

(1) Penanggung Pajak yang disandera selama dalam rumah tahanan negara wajib mematuhi tata tertib 
    dan disiplin di Tempat Penyanderaan.

(2) Dalam hal terjadi pelanggaran tata tertib dan disiplin, Kepala Rumah Tahanan Negara memerintahkan 
    pemeriksaan terhadap Penanggung Pajak yang disandera.

(3) Jika terbukti terjadi adanya pelanggaran, Kepala Rumah Tahanan Negara memberitahukan kepada 
    Pejabat atau instansi yang melakukan penyanderaan.

(4) Jika pelanggaran tersebut merupakan suatu tindak pidana, maka Kepala Rumah Tahanan Negara 
    melaporkan hal tersebut kepada kepolisian terdekat.


                        Pasal 15

(1) Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera melarikan diri dan tertangkap, maka yang bersangkutan 
    dimasukkan ke rumah tahanan negara kembali berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang 
    diterbitkan pertama kali dengan kewajiban membayar biaya yang timbul karena pelarian tersebut.

(2) Selama masa pelarian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dihitung sebagai masa 
    penyanderaan.


                        Pasal 16

(1) Penanggung Pajak yang disandera berhak mendapat kunjungan keluarga, pengacara, dan sahabat 
    setelah mendapat izin dari Pejabat, paling banyak 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 30 (tiga puluh) 
    menit untuk setiap kali kunjungan.

(2) Petugas meneliti, mencatat ijin kunjungan dan memeriksa barang yang dibawa oleh pengunjung

(3) Dalam hal terdapat barang yang dilarang untuk dibawa yang ditetapkan oleh Kepala Rumah Tahanan 
    Negara, petugas langsung menyimpan barang tersebut dan dikembalikan setelah pengunjung keluar 
    dari rumah tahanan negara.


                        Pasal 17

Penanggung Pajak yang disandera dilepas dari rumah tahanan negara apabila memenuhi persyaratan sebagai 
berikut:
a.  Utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;
b.  Jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah habis;
c.  Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d.  Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau Gubernur.


                        Pasal 18

(1) Pejabat wajib memberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 24 jam kepada Kepala 
    Rumah Tahanan Negara apabila salah satu persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf 
    a, huruf c, dan huruf d terpenuhi.

(2) Perhitungan dan penentuan tanggal pelepasan Penanggung Pajak yang disandera sebagaimana 
    dimaksud dalam pasal 17 huruf b ditetapkan oleh Kepala Rumah Tahanan Negara.

(3) Kepala Rumah Tahanan Negara segera memberitahukan secara tertulis kepada Pejabat apabila 
    Penanggung Pajak yang disandera telah dilepas dari penyanderaan.


                        Pasal 19

(1) Segala biaya penyanderaan dibebankan kepada Penanggung Pajak yang disandera dan 
    diperhitungkan sebagai biaya penagihan.

(2) Biaya penyanderaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayar terlebih dahulu oleh Departemen 
    Keuangan.


                        Pasal 20

Keputusan Bersama ini dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan/atau Direktur Jenderal 
Pajak.


                        Pasal 21

Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Bersama ini dengan 
menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 2003

 MENTERI KEUANGAN                       MENTERI KEHAKIMAN DAN
REPUBLIK INDONESIA                  HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

    ttd                                  ttd

       BOEDIONO                           PROF. DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA