KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR KEP - 218/PJ/2003

                              TENTANG

         PETUNJUK PELAKSANAAN PENYANDERAAN DAN PEMBERIAN REHABILITASI NAMA BAIK 
                PENANGGUNG PAJAK YANG DISANDERA

                         DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan penegakan hukum (law Enforcement) di bidang perpajakan 
yang bertujuan untuk mengamankan penerimaan pajak nasional, perlu adanya peningkatan intensitas 
penagihan pajak secara persuasif maupun represif termasuk pelaksanaan penyanderaan pajak, untuk itu 
perlu ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan 
Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak Yang Disandera;

Mengingat :

1.  Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) 
    sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3987);
2.  Peraturan Pemerintah Nomor 137 TAHUN 2000 Tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, 
    Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak 
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 249, Tambahan Lembaran Negara Nomor 
    4051);
3.  Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi 
    Manusia Republik Indonesia Nomor M-02.UM.09.01 Tahun 2003 dan Nomor 294/KMK.03/2003 tanggal 
    25 Juni 2003 tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak yang disandera di Rumah Tahanan 
    Negara dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;

                           MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYANDERAAN DAN 
PEMBERIAN REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK YANG DISANDERA.


                        BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
1.  Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, 
    termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan 
    peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.  Tempat penyanderaan adalah rumah tahanan negara yang dijadikan tempat pengekangan sementara 
    waktu kebebasan penanggung pajak yang terpisah dari tahanan lain.
3.  Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan 
    Bangunan.
4.  Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan 
    sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.


                        Pasal 2

Kriteria Penanggung Pajak yang akan disandera adalah:
a.  Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
b.  Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak;
c.  Telah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada 
    Penanggung Pajak; dan
d.  Telah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.


                        BAB II
                       TATA CARA PENYANDERAAN

                        Pasal 3

(1) Permohonan izin penyanderaan diajukan oleh Kepala Kantor kepada Menteri Keuangan melalui 
    Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak dengan tembusan 
    kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang bersangkutan dengan memuat:
    a.  Identitas Penanggung Pajak yang akan disandera
    b.  Jumlah utang pajak yang belum dilunasi, disertai Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak 
        Penanggung Pajak yang bersangkutan sampai dengan tanggal usulan penyanderaan 
        (KP.RIKPA 4.3.1) dan upaya hukum yang ditempuh Wajib Pajak/Penanggung Pajak 
        (Keberatan/Peninjauan Kembali, Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung)
    c.  Tindakan penagihan pajak, meliputi penagihan pajak persuasif dan represif, yang telah 
        dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak/Pajak Bumi dan Bangunan dan melampirkan 
        fotokopi Surat Paksa dan Berita Acara Penyampaian Surat Paksa.
    d.  Uraian tentang adanya petunjuk bahwa Penanggung Pajak diragukan itikad baiknya dalam 
        pelunasan utang pajak, meliputi:
        1.  Penanggung Pajak tidak merespon himbauan untuk melunasi utang pajak;
        2.  Penanggung Pajak tidak menjelaskan/tidak bersedia melunasi utang pajak baik 
            sekaligus maupun angsuran;
        3.  Penanggung Pajak tidak bersedia menyerahkan hartanya untuk melunasi utang 
            pajak;
        4.  Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat 
            untuk itu;
        5.  Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai 
            dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan 
            yang dilakukannya di Indonesia;
        6.  Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau menggabungkan 
            usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang 
            dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.

(2) Bentuk Surat Permohonan Ijin Melakukan Penyanderaan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I 
    Keputusan Direktur Jenderal Pajak.


                        Pasal 4

(1) Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak setelah menerima
    izin tertulis dari Menteri Keuangan, segera mengirimkan izin tertulis tersebut kepada Kepala Kantor 
    yang bersangkutan dengan kurir atau pos kilat tercatat atau pos kilat khusus.

(2) Kepala Kantor menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan seketika setelah diterimanya izin tertulis 
    dari Menteri Keuangan yang dikirim melalui Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak 
    Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

(3) Bentuk formulir Surat Perintah Penyanderaan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan 
    Direktur Jenderal Pajak ini.


                        Pasal 5

(1) Jurusita Pajak menyampaikan Surat Perintah Penyanderaan langsung kepada Penanggung Pajak 
    dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh Jurusita 
    Pajak dan dapat dipercaya (Kepala Seksi Penagihan, Koordinator Pelaksana Penagihan atau aparat 
    Desa/Kelurahan)

(2) Dalam melaksanakan penyanderaan Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan.

(3) Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan, bersembunyi atau 
    melarikan diri, Jurusita Pajak melalui Kepala Kantor atau atasannya, dapat meminta bantuan 
    Kepolisian atau Kejaksaan untuk menghadirkan Penanggung Pajak yang tidak dapat ditemukan 
    tersebut

(4) Bentuk surat permintaan bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan 
    dalam Lampiran III dan IV Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.


                        Pasal 6

(1) Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera berada di luar wilayah kerja Kepala Kantor yang 
    menerbitkan Surat Paksa, atau Penanggung Pajak yang akan disandera tersebut melarikan diri atau 
    bersembunyi ke luar wilayah kerja Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Paksa, maka Kepala Kantor 
    dimaksud tetap dapat menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan, dan memerintahkan Jurusita Pajak 
    untuk melaksanakan penyanderaan terhadap Penanggung Pajak yang berada di luar wilayah kerjanya.

(2) Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera berada di luar wilayah kerja Kepala Kantor yang 
    menerbitkan Surat Paksa, Kepala Kantor dimaksud dapat meminta bantuan kepada Kepala Kantor 
    yang wilayah kerjanya merupakan tempat kedudukan, tempat keberadaan, atau tempat 
    persembunyian Penanggung Pajak yang akan disandera.

(3) Kepala Kantor yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di atas wajib memberikan 
    bantuan, antara lain:
    a.  Keterangan dan informasi tentang keberadaan Penanggung Pajak dimaksud;
    b.  Memperbantukan Jurusita Pajak dan menyediakan saksi;
    c.  Koordinasi dengan aparat Pemerintah Daerah/Kepolisian setempat;
    d.  Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pelaksanaan penyanderaan.


                        Pasal 7

(1) Penyanderaan tetap dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak yang telah dilakukan pencegahan.

(2) Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah atau sedang 
    mengikuti sidang resmi atau sedang mengikuti Pemilihan Umum.

(3) Penyanderaan mulai dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh Penanggung 
    Pajak yang disandera.

(4) Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menolak untuk menerima Surat Perintah Penyanderaan, 
    Jurusita Pajak meninggalkan Surat Perintah Penyanderaan dimaksud di tempat kedudukan Penanggung 
    Pajak (tempat tinggal atau tempat bekerja) dan mencatatnya dalam Berita Acara Penyampaian Surat 
    Perintah Penyanderaan bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Perintah Penyanderaan, 
    dan Surat Perintah Penyanderaan dianggap telah diterima serta sah mempunyai kekuatan hukum 
    mengikat.

(5) Salinan Surat Perintah Penyanderaan disampaikan kepada Kepala Rumah Tahanan Negara.


                        Pasal 8

(1) Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan pada saat Penanggung Pajak 
    ditempatkan di Rumah Tahanan Negara yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Kepala Rumah 
    Tahanan Negara dan saksi-saksi.

(2) Bentuk formulir Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V 
    Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

(3) Salinan Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan disampaikan kepada:
    a.  Kepala Rumah Tahanan Negara;
    b.  Penanggung Pajak yang disandera;
    c.  Bupati/Walikota Kepala Daerah di mana Penanggung Pajak yang disandera bertempat tinggal 
        (sesuai KTP/Paspor)


                        BAB III
                      TATA TERTIB PENYANDERAAN

                        Pasal 9

Penanggung Pajak yang disandera di rumah tahanan negara berhak untuk:
a.  Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing di dalam rumah tahanan 
    negara;
b.  Memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c.  Mendapat makanan yang layak termasuk menerima kiriman makanan dari keluarga;
d.  Memperoleh bahan bacaan dan informasi atas biaya sendiri;
e.  Menerima kunjungan rohaniwan dan dokter pribadi atas biaya sendiri setelah mendapat izin dari 
    Kepala Rumah Tahanan Negara;
f.  Menerima kunjungan keluarga, pengacara dan sahabat setelah mendapat izin tertulis dari Kepala 
    Kantor paling banyak 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 30 (tiga puluh) menit untuk setiap kali 
    kunjungan (bentuk surat izin sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Keputusan Direktur Jenderal 
    Pajak ini);
g.  Menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas kepada Kepala Rumah Tahanan Negara atau 
    Kepala Kantor.


                        Pasal 10

(1) Penanggung Pajak yang disandera selama dalam rumah tahanan negara wajib mematuhi tata tertib 
    dan disiplin di rumah tahanan negara.

(2) Penanggung Pajak yang disandera dilarang membawa telepon genggam, pager, komputer, atau 
    peralatan elektronik lain yang dapat digunakan menghubungi seseorang di luar rumah tahanan negara.

(3) Jika terbukti Penanggung Pajak yang disandera melakukan pelanggaran tata tertib dan disiplin, Kepala 
    Rumah Tahanan Negara memberitahukan kepada Kepala Kantor atau kepada Kepolisian terdekat.


                        Pasal 11

(1) Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menderita sakit keras, dapat dirawat di rumah sakit di 
    luar rumah tahanan negara setelah memperoleh izin tertulis dari Kepala Kantor yang menyandera 
    (bentuk surat izin sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Keputusan Direktur Jenderal Pajak 
    ini).

(2) Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menderita sakit keras mendadak, yang memerlukan 
    tindakan cepat, petugas rumah tahanan negara dapat segera membawa ke rumah sakit/klinik 
    kesehatan terdekat dan memberitahukan kepada Kepala Kantor yang bersangkutan serta kepolisian 
    untuk pengawalan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) di atas, berlaku juga bagi Penanggung 
    Pajak yang disandera yang menderita gangguan jiwa.

(4) Masa perawatan medis di luar rumah tahanan negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) 
    di atas, tidak dihitung sebagai masa penyanderaan.


                        Pasal 12

(1) Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera meninggal dunia di rumah tahanan negara karena sakit, 
    Kepala Rumah Tahanan Negara segera memberitahukan kepada Pejabat yang menyandera dan 
    keluarga dari Penanggung Pajak yang disandera disertai berita acara kematian.

(2) Pemberitahuan dan berita acara kematian disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, 
    Direktur Jenderal Permasyarakatan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi 
    Manusia serta Kepolisian.

(3) Barang atau uang milik Penanggung Pajak yang disandera yang meninggal dunia sebagaimana 
    dimaksud dalam ayat (1) diserahkan kepada keluarganya dengan tanda bukti penerimaan.


                        Pasal 13

(1) Penanggung Pajak yang melarikan diri dari rumah tahanan negara dalam masa penyanderaan, 
    disandera kembali berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang dahulu diterbitkan terhadapnya, 
    dengan kewajiban membayar biaya yang timbul karena pelarian tersebut.

(2) Selama masa pelarian tersebut tidak dihitung sebagai masa penyanderaan.


                         BAB IV
                      PENGHENTIAN PENYANDERAAN

                        Pasal 14

(1) Penanggung Pajak yang disandera dilepas dari rumah tahanan negara apabila memenuhi persyaratan 
    sebagai berikut:
    a.  Utang Pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;
    b.  Jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah habis;
    c.  Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
    d.  Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan.

(2) Persyaratan huruf (a) di atas berupa salinan atau fotokopi bukti pembayaran/pelunasan utang pajak/
    biaya penagihan pajak lembar pertama yang dilegalisasi oleh tempat pembayaran pajak yang 
    bersangkutan.

(3) Persyaratan huruf (c) di atas berupa salinan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan 
    hukum tetap yang dilegalisasi oleh pengadilan yang bersangkutan.

(4) Persyaratan huruf (d) berupa Surat Rekomendasi/Surat Pemberitahuan Menteri Keuangan kepada 
    Direktur Jenderal Pajak dengan pertimbangan:
    a.  Penanggung Pajak sudah membayar utang pajak 50% atau lebih dari jumlah utang pajak/sisa 
        utang pajak, dan sisanya akan dilunasi dengan angsuran;
    b.  Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan bank garansi;
    c.  Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan harta kekayaannya 
        yang sama nilainya dengan utang pajak dan biaya penagihan pajak untuk ditindaklanjuti 
        sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
    d.  Penanggung Pajak telah berumur 75 tahun atau lebih; atau
    e.  Untuk kepentingan perekonomian negara dan kepentingan umum


                        Pasal 15

(1) Dalam hal Penanggung Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (4) di atas, 
    Kepala Kantor menyampaikan usul/permohonan rekomendasi ke Menteri Keuangan melalui Direktur 
    Jenderal Pajak u.p. Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak disertai fotokopi SSP/surat 
    jaminan bank/surat pernyataan penyerahan harta kekayaan Penanggung Pajak dan dokumen atau 
    keterangan lain yang berkaitan dengan usulan tersebut.

(2) Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak setelah menerima 
    rekomendasi/pemberitahuan tertulis dari Menteri Keuangan segera mengirimkannya kepada Kepala 
    Kantor yang bersangkutan dengan kurir atau pos kilat tercatat atau pos kilat khusus.


                        Pasal 16

(1) Kepala Kantor wajib memberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 24 jam kepada 
    Kepala Rumah Tahanan Negara apabila Penanggung Pajak akan dilepas dari penyanderaan sejak 
    diterimanya salah satu persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.

(2) Bentuk surat pemberitahuan pelepasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dalam 
    Lampiran VIII Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.


                        Pasal 17

(1) Perhitungan dan penentuan tanggal pelepasan Penanggung Pajak yang disandera sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Kepala Rumah Tahanan Negara.

(2) Kepala Rumah Tahanan Negara segera memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor apabila 
    Penanggung Pajak yang disandera telah dilepas dari penyanderaan.


                          BAB V
                    REHABILITASI NAMA BAIK
                    PENANGGUNG PAJAK YANG DISANDERA

                        Pasal 18

(1) Penanggung Pajak yang disandera dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan 
    hanya kepada Pengadilan Negeri.

(2) Gugatan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas tidak dapat diajukan 
    setelah masa penyanderaan berakhir.

(3) Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan oleh pengadilan dan putusan pengadilan tersebut 
    telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan 
    rehabilitasi nama baik.


                        Pasal 19

(1) Permohonan rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia 
    dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut:
    a.  Putusan Pengadilan;
    b.  Surat Perintah Penyanderaan; dan
    c.  Surat Pemberitahuan Pelepasan Penanggung Pajak yang disandera.

(2) Rehabilitasi nama baik dilaksanakan oleh Kepala Kantor dalam bentuk 1 (satu) kali pengumuman pada 
    media cetak harian yang berskala nasional/regional/lokal dengan ukuran yang memadai, yang 
    dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan Penanggung Pajak 
    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


                        Pasal 20

Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini 
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2003
DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO