DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
18 Oktober 1990
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 29/PJ.71/1990
TENTANG
PENERAPAN NORMA PENGHITUNGAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG DILAKUKAN PEMERIKSAAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983, Orang atau Badan yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia harus mengadakan pembukuan yang dapat menyajikan
keterangan-keterangan yang cukup untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak atau harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, guna menghitung jumlah pajak yang terhutang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Selanjutnya sesuai dengan Pasal 14 ayat (6) Undang-undang
No. 7 TAHUN 1983 Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau wajib menyelenggarakan
pencatatan peredaran atau pencatatan penerimaan bruto, tetapi tidak atau tidak sepenuhnya
menyelenggarakannya sebagaimana ditetapkan oleh Undang-undang, atau tidak memperlihatkan buku dan
catatan serta bukti lain yang diminta oleh Direktorat Jenderal Pajak sehubungan dengan kewajiban
penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan tersebut, penghasilan nettonya dihitung dengan menggunakan
Norma Penghitungan.
Sehubungan dengan ketentuan tersebut perlu diberikan petunjuk lebih lanjut mengenai penerapan Norma
Penghitungan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan.
1. Norma penghitungan hanya diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1.1. Wajib Pajak yang sama sekali tidak menyelenggarakan pembukuan, padahal berdasarkan
ketentuan perundang-undangan perpajakan wajib menyelenggarakan pembukuan.
1.2. Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan sehingga dari pembukuan
dan dokumen yang berhubungan dengan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang ada
tidak dapat disajikan keterangan-keterangan yang cukup untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak.
1.3. Wajib Pajak yang menolak untuk diperiksa yang terbukti dari Surat Pernyataan Penolakan
Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana diatur dalam PP No. 31
Tahun 1986.
1.4. Wajib Pajak yang sama sekali tidak bersedia untuk memperlihatkan atau meminjamkan buku-
buku, catatan-catatan dan dokumen yang jadi dasarnya, walaupun telah diperingatkan secara
tertulis sekurang-kurangnya dua kali dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterimanya surat pemberitahuan pemeriksaan oleh Wajib Pajak (Formulir Surat Peringatan
menurut contoh Lampiran I).
1.5. Wajib Pajak yang memperlambat untuk memperlihatkan dan meminjamkan buku-buku,
catatan-catatan dan dokumen yang menjadi dasarnya, yang terbukti dari tidak lengkapnya
pembukuan, catatan-catatan dan dokumen yang diperlihatkan dan dipinjamkan walaupun
telah diperingatkan secara tertulis sekurang-kurangnya dua kali dalam jangka waktu 2 (dua)
bulan sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan pemeriksaan oleh Wajib Pajak (Formulir
Surat Peringatan menurut contoh pada Lampiran II).
1.6. Wajib Pajak yang menghilangkan atau menyembunyikan buku-buku, catatan-catatan dan
dokumen yang menjadi dasarnya.
2. Norma Penghitungan untuk menghitung penghasilan netto Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
butir 1 di atas digunakan Norma Penghitungan yang ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak, dengan pengenaan sanksi administrasi sesuai ketentuan sebagaimana diatur
dalam Pasal 14 ayat (7) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983.
3. Agar penerapan Norma Penghitungan dapat dipertanggung jawabkan kewajarannya maka perlu
diberikan petunjuk mengenai cara penentuan besarnya peredaran bruto/penerimaan bruto sebagai
berikut :
3.1. Dalam hal pemeriksa dapat memperoleh Laporan Keuangan yang diaudit Akuntan Publik,
sepanjang tidak ada kwalifikasi mengenai peredaran atau penerimaan bruto maka peredaran
bruto/penerimaan bruto yang tercantum dalam Laporan Keuangan tersebut dapat digunakan
sebagai dasar untuk menentukan besarnya penghasilan netto.
3.2. Dalam hal dari SPT tahun sebelumnya dan atau tahun sesudahnya dapat diketahui
peredaran bruto/penerimaan bruto, pemeriksa dapat mempergunakan angka tersebut dengan
melakukan penyesuaian sepenuhnya, misalnya dengan memperhatikan tingkat inflasi pada
tahun yang bersangkutan.
3.3. Peredaran bruto/penerimaan bruto dapat diperkirakan berdasarkan hasil pengamatan
setempat selama beberapa waktu.
3.4. Dalam hal Pemeriksa dapat memperoleh besarnya persediaan barang maka peredaran bruto
dapat dihitung dengan mengalikan angka persediaan dengan kecepatan peredaran sesuai
usaha sejenis setelah dikalikan harga pasar per jenis barang.
3.5. Peredaran bruto dapat pula ditentukan berdasarkan angka kapasitas produksi terpasang
dikalikan dengan harga pasar per jenis barang.
3.6. Dalam hal butir 3.1 sampai dengan 3.5 tidak dapat dilakukan, maka Pemeriksa dapat
menentukan besarnya peredaran bruto / penerimaan bruto berdasarkan perbandingan dengan
peredaran rata-rata dari usaha/kegiatan sejenis.
4. Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak :
- Nomor : SE-23/PJ.7/1989 tanggal 23 Juni 1989 tentang Penghitungan laba bersih Importir
yang melakukan impor atas dasar inden dan
- Nomor : SE-44/PJ.71/1989 tanggal 3 Oktober 1989 tentang Penghitungan laba bersih
Importir yang melakukan impor atas dasar inden yang tidak melimpahkan PPh Pasal 22 impor
kepada Indentor,
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMAD