KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10/KMK.04/2001
ÂÂÂ
TENTANG
ÂÂÂ
PEMBERIAN DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN ATAU
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU
ÂÂÂ
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang yang
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang
Pemberian dan Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan Atas Impor dan atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3984);
2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4061);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia 2000 Nomor 262 Tahun
2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4064);
5. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN ATAU PENYERAHAN
JASA KENA PAJAK TERTENTU.
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :
1. Barang Kena Pajak Tertentu adalah :
a. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara,
kendaraan lapis baja, kendaraan angkutan khusus lainnya, dan komponen atau bahan yang
diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi oleh PT PINDAD, untuk keperluan TNI dan
POLRI;
b. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
c. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
d. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan,
kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat
keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang digunakan untuk kegiatan usaha
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
e. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang digunakan untuk kegiatan usaha
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
f. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang digunakan untuk kegiatan usaha PT Kereta Api Indonesia;
g. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Republik
Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mendukung pertahanan
nasional; dan
h. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama
mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah;
2. Jasa Kena Pajak Tertentu adalah :
a. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan
ikan nasional yang meliputi :
1) Jasa persewaan kapal;
2) Jasa kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh;
dan
3) Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal;
b. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi :
1) Jasa persewaan pesawat udara;
2) Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara;
c. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT Kereta Api Indonesia;
d. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 huruf h dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah;
e. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana;
dan
f. Jasa yang diserahkan oleh Tentara Nasional Indonesia dalam rangka tersedianya data batas
dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia.
3. Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional adalah badan hukum Indonesia atau badan usaha Indonesia
yang menyelenggarakan usaha jasa angkutan laut dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia
atau kapal asing atas dasar sewa untuk jangka waktu atau perjalanan tertentu ataupun berdasarkan
perjanjian dan telah memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan Pelayaran (SIUPP) dari Departemen
Perhubungan.
4. Perusahaan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan adalah badan hukum Indonesia atau badan
usaha Indonesia yang menyelenggarakan usaha pelayaran jasa angkutan sungai, danau dan
penyeberangan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia dan telah memiliki Surat Izin
Angkutan Penyeberangan dari Departemen Perhubungan.
5. Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan
usaha angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran dan telah memiliki Izin Usaha dari
Departemen Perhubungan.
6. Perusahaan Kereta Api adalah Badan Usaha Milik Negara yang mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan usaha pelayanan jasa angkutan kereta api dalam rangka memperlancar arus
perpindahan orang dan atau barang secara massal.
7. Kendaraan angkutan khusus lainnya adalah kendaraan khusus yang diperuntukkan untuk mengangkut
pasukan TNI atau POLRI.
8. Suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 huruf d adalah sebagaimana ditetapkan dalam Daftar Lampiran I Keputusan Menteri
Keuangan ini.
9. Suku cadang dan peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam angka
1 huruf e adalah sebagaimana ditetapkan dalam Daftar Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan ini.
10. Suku cadang dan peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 huruf f adalah sebagaimana ditetapkan dalam Daftar Lampiran III Keputusan
Menteri Keuangan ini.
Pasal 2
(1) Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, b, c, d,
e, f dan g dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a,
b, c, d, e, f, g dan h dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Atas penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Pasal 3
(1) TNI atau POLRI yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu berupa senjata, amunisi, alat
angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, kendaraan lapis baja, kendaraan
angkutan khusus lainnya, untuk keperluan TNI dan POLRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf a, yang belum dibuat di dalam negeri, wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak
Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) PT PINDAD yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu berupa komponen atau bahan yang
diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan TNI dan POLRI, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, yang belum dibuat di dalam negeri, wajib mempunyai Surat
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Orang atau badan yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 huruf b, c, d, e, dan f, wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan
Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) TNI yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
huruf g wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
(5) Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang
Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam :
a. Pasal 1 angka 1 huruf a diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen impor dan dokumen yang menyatakan bahwa Barang Kena Pajak Tertentu yang
diimpor memang diperlukan oleh TNI dan POLRI.
b. Pasal 1 angka 1 huruf b diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen impor dan Rekomendasi dari Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.
c. Pasal 1 angka 1 huruf c diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen impor dan Rekomendasi dari Menteri Pendidikan Nasional untuk impor Buku-buku
pelajaran umum atau Rekomendasi dari Menteri Agama untuk impor kitab suci dan buku-buku
pelajaran agama.
d. Pasal 1 angka 1 huruf d diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen impor dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan pelayaran niaga nasional
atau pengusahaan penangkapan ikan nasional.
e. Pasal 1 angka 1 huruf e diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen impor dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan angkutan udara niaga
nasional.
f. Pasal 1 angka 1 huruf f diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen impor dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan angkutan kereta api
nasional.
g. Pasal 1 angka 1 huruf g diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen impor dan dokumen yang menyatakan bahwa Barang Kena Pajak Tertentu yang
diimpor memang diperlukan oleh TNI dalam rangka penyediaan data batas dan photo udara
wilayah Republik Indonesia.
(6) Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf d, e, dan f yang
diimpor oleh orang atau badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus terkait langsung dengan
bidang usaha atau kegiatan orang atau badan yang mengimpor tersebut.
(7) TNI atau POLRI atau orang atau badan yang melakukan impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), wajib membuat Surat Setoran Pajak atas Pajak Pertambahan Nilai
impor yang dibebaskan.
Pasal 4
(1) TNI atau POLRI yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu berupa senjata, amunisi, alat
angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, kendaraan lapis baja, kendaraan
angkutan khusus lainnya, untuk keperluan TNI dan POLRI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf a wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) PT PINDAD yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu berupa komponen atau bahan
yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan TNI dan POLRI, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak
Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Orang atau badan yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, c, d, e, dan f wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak
Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) TNI yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf g wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Orang atau badan yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 huruf h tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak
Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(6) Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan
Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam :
a. Pasal 1 angka 1 huruf a diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen pembelian dan dokumen yang menyatakan bahwa Barang Kena Pajak Tertentu
tersebut memang diperlukan oleh TNI dan POLRI.
b. Pasal 1 angka 1 huruf b diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen pembelian dan Rekomendasi dari Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.
c. Pasal 1 angka 1 huruf c diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen pembelian dan Rekomendasi dari Menteri Pendidikan Nasional untuk impor Buku-
buku pelajaran umum atau Rekomendasi dari Menteri Agama untuk impor kitab suci dan buku-
buku pelajaran agama.
d. Pasal 1 angka 1 huruf d diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen pembelian dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan pelayaran niaga
nasional atau pengusahaan penangkapan ikan nasional.
e. Pasal 1 angka 1 huruf e diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen pembelian dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan angkutan udara
niaga nasional.
f. Pasal 1 angka 1 huruf f diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen pembelian dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan angkutan kereta api
nasional.
g. Pasal 1 angka 1 huruf g diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan
dokumen pembelian dan dokumen yang menyatakan bahwa Barang Kena Pajak Tertentu yang
dibeli memang diperlukan oleh TNI dalam rangka penyediaan data batas dan photo udara
wilayah Republik Indonesia.
(7) Pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf a, b, c, d, e, f, g, dan h wajib melaporkan usahanya kepada Direktur Jenderal Pajak
untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
(8) Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf d, e, dan f yang
diterima atau diperoleh oleh orang atau badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus terkait
langsung dengan bidang usaha atau kegiatan orang atau badan yang mengimpor tersebut.
(9) Orang atau badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 wajib menerbitkan Faktur Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya dibebaskan.
Pasal 5
Atas permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, Direktur Jenderal Pajak memberikan
keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima dengan lengkap.
Pasal 6
(1) Atas penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2,
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pengusaha yang menyerahkan Jasa Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
2 huruf a, b, c, d, dan e wajib melaporkan usahanya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.
(3) Orang atau badan yang menerima penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 2 tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai
yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib menerbitkan
Faktur Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya dibebaskan.
Pasal 7
(1) Apabila dalam jangka waktu tertentu Barang Kena Pajak Tertentu yang atas impor atau perolehannya
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ternyata dijual atau dipindahtangankan untuk
digunakan dalam melaksanakan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan yang dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 huruf d, e, dan f, maka Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan atas impor atau
penyerahan tersebut harus disetor kembali Ke Kas Negara ditambah sanksi administrasi berupa bunga
2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, yang dihitung dari tanggal
diterbitkannya Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau tanggal Faktur Pajak apabila
atas penyerahan tersebut tidak diperlukan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, sampai
dengan dilakukannya penyetoran kembali.
(2) Kepada Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Pajak
Pertambahan Nilai yang dibebaskan ditambah sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan untuk
selama-lamanya dua puluh empat bulan, yang dihitung dari tanggal diterbitkannya Surat Keterangan
Bebas Pajak Pertambahan Nilai sampai dengan saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar.
(3) Jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 5 (lima) tahun untuk Barang
Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf d, e, dan f.
Pasal 8
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku juga bagi Barang Kena Pajak berupa barang modal,
kapal, pesawat terbang dan kereta api, yang atas impor dan atau perolehannya telah memperoleh fasilitas
Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah, yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau
dijual atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pasal 9
(1) Pajak Masukan atas impor dan atau atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang
digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Jasa Kena Pajak Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 2 yang atas penyerahannya dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.
(2) Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya dibebaskan yang
diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak
pembeli.
(3) Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atau yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) dan ayat (2) serta Pasal 8 tidak dapat dikreditkan.
Pasal 10
Ketentuan tata cara pemberian dan penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan adalah sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran IV Keputusan Menteri Keuangan ini.
Pasal 11
Ketentuan pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri.
Pasal 12
Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku :
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1086/KMK.00/1988 tentang Penetapan Barang Modal Tertentu
Yang Diimpor Oleh Badan Usaha Jasa Penunjang Tertentu di bidang Migas Yang Didirikan Dalam
Rangka Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Sebagai Barang
Kena Pajak Yang Mempunyai Nilai Strategis Untuk Pembangunan Nasional;
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 396/KMK.04/1990 tentang Batasan Buku-buku Pelajaran Umum,
Kitab Suci dan Buku-buku Pelajaran Agama Yang Atas Impor dan Penyerahan Pajak Pertambahan
Nilainya Ditanggung Pemerintah;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 397/KMK.04/1990 tentang Tatacara dan Tatausaha Pajak
Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan Penyerahan Buku-buku Pelajaran Umum,
Kitab Suci dan Buku-buku Pelajaran Agama;
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/KMK.04/1998 tentang Pemberian dan Penatausahaan Pajak
Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/
atau Jasa Kena Pajak Tertentu Dalam Rangka Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 18 TAHUN 1986 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Yang Terutang Atas Impor dan Penyerahan
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Ditanggung Oleh Pemerintah Sebagaimana
Telah Diubah Terakhir Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 37 TAHUN 1998;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 478/KMK.04/1998 tentang Penetapan Makanan Ternak dan
Unggas dan/atau Bahan Baku Makanan Ternak Dan Unggas Sebagai Barang Kena Pajak yang Bersifat
Strategis Untuk Keperluan Pembangunan Nasional;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 329/KMK.04/1999 tentang Penetapan Kapal, Pesawat Udara,
Kereta Api, Serta Suku Cadang dan Peralatan Untuk Perbaikan/Pemeliharaannya Sebagai Barang
Kena Pajak Yang Bersifat Strategis Untuk Pembangunan Nasional; dan
7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 414/KMK.04/2000 tentang Penetapan Uang Kertas, Uang Logam
Serta Bahan Baku Untuk Pembuatan Uang Kertas dan Uang Logam Sebagai Barang Kena Pajak Yang
Bersifat Strategis Untuk Keperluan Pembangunan Nasional,
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut sejak
tanggal 1 Januari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2001
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PRIJADI PRAPTOSUHARDJO