DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
24 September 2003
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 352/PJ.43/2003
TENTANG
PEMOTONGAN PPh PASAL 23 OLEH BENDAHARAWAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 22 Agustus 2003 perihal sebagaimana tersebut di
atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan, sebagai berikut:
a. Sehubungan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor : SE-157/A/2002
tanggal 17 September 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, Saudara menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Pada angka Romawi I huruf G butir 3c surat edaran tersebut terdapat kalimat "Bukti-
bukti pembayaran diatas Rp. 1.000.000,- sampai dengan jumlah kurang dari
Rp.1.500.000,- yang dimuat dalam SPTBR/P dan sesuai ketentuan harus dipungut PPN
dan PPh, fotokopi SSP berkenaan telah dilegalisir oleh Atasan Langsung
Bendaharawan harus dilampirkan pada SPTBR/P".
(2) Dari pernyataan pada angka 1 di atas, kalangan Direktorat Jenderal Anggaran di
wilayah Papua dan Maluku mengartikan bahwa untuk pembayaran objek PPh Pasal 23
yang jumlahnya kurang dari Rp. 1.000.000,- tidak perlu dipotong PPh Pasal 23,
padahal ketentuan tersebut hanya berlaku terbatas untuk pemotongan PPh Pasal 22
dan PPN saja.
b. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kekeliruan dalam pemotongan/pemungutan pajak
oleh para Bendaharawan, maka Saudara mengusulkan agar Kantor Pusat DJP dapat
meluruskan masalah tersebut.
2. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara
lain diatur bahwa atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang
dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak
dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar
15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto.
3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 tentang
Penunjukan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara
Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 236/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, antara lain diatur sebagai berikut:
a. Pasal 1, Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain adalah Direktorat Jenderal Anggaran,
Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah
Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dengan dana yang bersumber
dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan yang
tersebut pada butir 4.
b. Pasal 3 ayat (1) huruf d, dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah
pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
4. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002
tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1)
Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa:
a. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
b. Besarnya perkiraan penghasilan neto sehubungan imbalan jasa tersebut adalah sebesar 10%
dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
c. Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa
catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali
apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan
material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak.
5. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut:
a. Dalam hal Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat
Pemerintah Daerah melakukan pembayaran atas pemberian jasa dan atau barang yang
terutang PPh Pasal 23 dengan dana yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka atas objek
pemotongan PPh Pasal 23 wajib dilakukan pemotongan sebesar 15% x 10% atau 1,5% dari
jumlah bruto tidak termasuk PPN dengan tidak melihat besarnya jumlah pembayaran.
b. Dalam hal Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat
Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dengan dana yang
bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD) dengan jumlah
pembayaran paling banyak Rp. 1.000.000,- dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-
pecah, maka dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Demikian agar Saudara maklum.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,
ttd
SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN