DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   24 September 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 354/PJ.43/2003

                            TENTANG

                        ONGKOS ANGKUTAN DARAT

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 1 September 2003 perihal sebagaimana tersebut 
di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan beberapa hal sebagai berikut:
    a.  Sehubungan dengan Surat Edaran Dirjen Pajak : SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 
        tentang PPh Pasal 23 atas Persewaan Alat Angkutan Darat, Saudara mengajukan beberapa 
        permasalahan dalam menerapkan biaya ongkos angkutan darat yaitu sesuai bukti tagihan 
        ongkos angkutan barang dalam tahun 2002 yang ditagih dari perusahaan angkutan umum 
        kepada PT ABC adalah berdasarkan perhitungan volume barang/berat barang yang dikirim 
        dari pabrik ke tempat tujuan atau sebaliknya (tidak ada transaksi tagihan biaya ongkos 
        angkutan darat berdasarkan perhitungan borongan, mingguan, bulanan, sewa untuk jangka 
        waktu tertentu).
    b.  Saudara mohon penegasan atas transaksi tersebut di atas, tidak merupakan objek 
        pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas ongkos angkutan darat adalah sudah benar dan 
        sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-08/PJ.313/1995.

2.  Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
    Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 antara 
    lain diatur bahwa atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, 
    jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang 
    dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara 
    kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak 
    dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 
    15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto.

3.  Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP - 170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002 
    tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) 
    huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah 
    terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, diatur antara lain:
    a.  Lampiran I angka 1 Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan Dengan Penggunaan Harta 
        Khusus Kendaraan Angkutan Darat.
    b.  Perkiraan penghasilan neto sehubungan dengan jasa sewa dan penghasilan lain sehubungan 
        dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat adalah 20% dari jumlah bruto 
        tidak termasuk PPN.
    c.  Ketentuan ini mulai berlaku 1 Mei 2002.

4.  Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 tentang 
    PPh Pasal 23 Atas Persewaan Alat Angkutan Darat antara lain diatur bahwa:
    a.  Termasuk sebagai sewa alat angkutan darat dan merupakan objek pemotongan Pajak 
        Penghasilan Pasal 23 adalah:
        1)  Sewa kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus, taksi, truk, mobil derek dan 
            taksi milik perusahaan/orang pribadi yang disewa atau dicharter untuk jangka waktu 
            tertentu secara harian, mingguan maupun bulanan berdasarkan suatu perjanjian 
            tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dengan Wajib Pajak Badan atau   
            Wajib Pajak Orang Pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23, sehingga 
            mengakibatkan masyarakat umum tidak dapat menggunakan kendaraan umum yang 
            bersangkutan.
        2)  Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus wisata dan milik 
            orang pribadi yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang disewakan   
            kepada Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai   
            pemotong PPh Pasal 23.
        3)  Sewa kendaraan berupa truk, mobil derek, taksi milik perusahaan/orang pribadi yang 
            disewa atau dicharter oleh suatu perusahaan angkutan untuk keperluan operasi usaha 
            angkutan darat atau untuk keperluan lain.

    b.  Termasuk sebagai jasa angkutan darat dan tidak merupakan objek pemotongan Pajak 
        Penghasilan Pasal 23 adalah:
        1)  Jasa angkutan kendaraan perusahaan taksi yang disewa/dicharter sesuai tarif 
            argometer.
        2)  Jasa angkutan kendaraan perusahaan angkutan barang yang mengangkut barang 
            dari tempat pengiriman ke tempat tujuan berdasarkan kontrak/perjanjian angkutan 
            yang dibayar berdasar banyak atau volume barang, berat barang, jarak ke tempat 
            tujuan, sepanjang kontrak/perjanjian tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya 
            barang yang diangkut tersebut sampai di tempat tujuan pada waktunya.
        3)  Jasa angkutan kereta api yang dilakukan oleh Perum Kereta Api.

5.  Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut:
    a.  Dalam hal jasa sewa angkutan darat yang diberikan oleh perusahaan angkutan darat 
        memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf a, maka jasa yang 
        diberikan termasuk dalam pengertian jasa angkutan darat dan merupakan objek pemotongan 
        PPh Pasal 23, sehingga atas jasa angkutan darat yang diberikan oleh perusahaan jasa 
        angkutan darat terutang PPh Pasal 23 sebesar 20% x 15% atau 3% dari jumlah imbalan bruto 
        tidak termasuk PPN.
    b.  Dalam hal jasa sewa angkutan darat yang diberikan oleh perusahaan angkutan darat 
        memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf b, maka jasa yang 
        diberikan termasuk dalam pengertian jasa angkutan darat dan tidak merupakan objek 
        pemotongan PPh Pasal 23. Namun demikian atas penghasilan tersebut merupakan objek yang 
        dikenakan Pajak Penghasilan dengan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 
        Tahun 2000 dan harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Badan 
        perusahaan jasa angkutan darat.

Demikian agar Saudara maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd

SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN