DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
13 Februari 2004
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 81/PJ.53/2004
TENTANG
PENJELASAN MENGENAI PERMOHONAN RESTITUSI PPN PT MGI DI KPP PMA EMPAT
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara kepada Direktur Jenderal Pajak Nomor S-2098/WPJ.07/BD.04/2003
tanggal 18 November 2003 hat sebagaimana tersebut di atas, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai
berikut :
1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa sehubungan dengan permohonan restitusi PPN yang
diajukan oleh PT MGI di KPP PMA Empat, dan hasil pertemuan dengan Wajib Pajak pada tanggal
13 November 2003 di Ruang Rapat Kanwil VII DJP Jaya Khusus, Saudara menyampaikan hal-hal
sebagai berikut :
 a. Kelebihan bayar PPN yang dimintakan, restitusi tersebut berasal dari Pajak Masukan atas
perolehan BKP/JKP sejak tahun 1999-2002 berkenaan dengan pembukaan lahan perkebunan
kelapa sawit dan pembangunan pabrik minyak goreng (lokasi perkebunan dan pabrik maupun
tempat perolehan BKP/JKP tersebut ada di dalam wilayah kerja KPP Rengat), dimana Pajak
Keluaran yang dilaporkan di KPP PMA Empat adalah nihil (tidak ada penyerahan BKP yang
dilakukan oleh kantor Wajib Pajak yang berlokasi di Jakarta).
 b. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 1994, kelapa sawit bukan merupakan BKP, sehingga atas
penyerahan kelapa sawit tidak dikenakan PPN, dan PM yang berkaitan dengan pembukaan
lahan perkebunan kelapa sawit sampai dengan akhir tahun 2000 tidak dapat dikreditkan.
 c. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000, kelapa sawit tidak termasuk di antara jenis barang
yang tidak dikenakan PPN, sehingga sejak 1 Januari 2001 atas penyerahan kelapa sawit
dikenakan PPN, dan PM yang berkaitan dengan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit
dapat dikreditkan.
 d. Karena perolehan BKP/JKP sehubungan dengan pembangunan pabrik minyak goreng tersebut
dilakukan di Rengat maka Saudara menyimpulkan bahwa PPN yang telah dibayar atas
perolehan BKP/JKP tersebut seharusnya dilaporkan dan dikreditkan sebagal PM di KPP Rengat.
2. Dalam notula rapat pembahasan restitusi PT MGI yang diadakan di ruang rapat Kanwil VII Ditjen Pajak
Jakarta Raya Khusus pada tanggal 3 September 2002, antara lain dikemukakan bahwa :
 a. Kronologi pendirian PT MGI sampai dengan pengajuan permohonan restitusi PPN dimaksud :
  1988 --> PT MGI didirikan sebagai perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) yang bergerak di bidang industri gambut dan perdagangan yang
berhubungan dengan hasil-hasil industri gambut, baik lokal, interinsuler,
maupun ekspor-impor.
1991 --> PT MGI terdaftar di KPP Jakarta Setiabudi sejak tanggal 29 November 1991,
dengan KLU 31159 (industri minyak makan dan lemak dan minyak goreng
lainnya).
1996 --> BPS, Bhd (PMA dari Malaysia) masuk dan melakukan penyertaan saham ke
dalam PT MGI, dan PT MGI mengajukan perubahan status dari PMDN menjadi
PMA disertai perubahan lapangan usaha menjadi bidang usaha perkebunan
kelapa sawit terpadu dengan unit pengolahannya menjadi minyak sawit
(CPO) dan intl sawit serta memperdagangkan hasil-hasilnya baik di dalam
maupun di luar negeri.
1999 --> PT MGI terdaftar di KPP PMA Satu sejak 10 Mei 1999 dengan KLU 31159.
2000 --> kantor pusat PT MGI pindah dari Jakarta ke Batam. Atas kepindahan ini, KPP
PMA Satu telah mengirimkan surat himbauan agar PT MGI mengajukan
permohonan pencabutan PKP di KPP PMA Satu.
2000 --> PT MGI terdaftar di KPP Batam sejak 27 September 2000, dengan KLU 12112
(perkebunan kelapa sawit).
2001 --> PT MGI terdaftar di KPP Rengat sejak 18 April 2001, dengan KLU 12000
(pertanian tanaman perkebunan dan tanaman lainnya).
2002 --> PT MGI pindah ke KPP PMA Empat, dengan KLU 31159. Perpindahan ini
terjadii karena adanya pemecahan KPP PMA Satu menjadi KPP PMA Satu dan
KPP PMA Empat, dimana KLU PT MGI masuk KPP PMA Empat. Di samping
melaporkan SPT Masa PPN di KPP PMA Empat, PT MGI juga melaporkan SPT
Masa PPN di KPP Batam dan KPP Rengat.
 b. Pelaporan dalam SPT Masa PPN
  b. 1. Seluruh penyerahan BKP terjadi di lokasi perkebunan/pabrik (dilaporkan di KPP
Rengat), dan tidak ada penyerahan dalam negeri maupun ekspor yang dilaporkan
dalam SPT Masa PPN yang disampaikan kepada KPP PMA Empat.
b.2. Pajak Masukan :
   Pajak Masukan dalam negeri --> dilaporkan di KPP PMA Empat dalam SPT
Masa Januari 1999 sampai dengan
Desember 2002.
Pajak Masukan impor --> seluruhnya dilaporkan di KPP lokasi
(KPP Rengat), dan tidak ada Pajak Masukan
Impor yang dilaporkan di KPP PMA Empat.
 c. Permohonan restitusi disampaikan melalui SPT Masa Desember 2002 pada tanggal 31 Januari
2002 (2003?), dimana lebih bayar muncul karena adanya Pajak Masukan dari Masa Pajak
Januari 1999 - Desember 2002 atas pembayaran jasa untuk pembangunan kebun kelapa
sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit di lokasi (Kabupaten Rengat). Oleh PT MGI, Pajak
Masukan di lokasi tersebut dikreditkan dalam SPT Masa PPN yang dilaporkan di KPP PMA
Empat, sedangkan Pajak Keluarannya dilaporkan di KPP Rengat.
 d. Berdasarkan penelitian dan pemeriksaan antara lain diketahui bahwa PT MGI lalai tidak segera
mendaftarkan diri sebagai PKP di lokasi perkebunan dan pabrik di Kabupaten Rengat sehingga
melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang KUP. Di samping itu, PT MGI tidak
mengajukan permohonan pemusatan tempat PPN terutang di kantor pusatnya di Jakarta
sehingga seharusnya Pajak Masukan di lokasi tetap dikreditkan di KPP lokasi dan hanya Pajak
Masukan yang berhubungan dengan kegiatan kantor pusat saja yang dapat diperhitungkan di
KPP PMA Empat.
 e. Dengan kondisi demikian, maka Pajak Masukan yang berasal dari lokasi tidak dapat
dikreditkan di KPP PMA Empat, dan atas kompensasi kelebihan Pajak Masukan yang telah
dilakukan dikenakan sanksi administrasi sesuai Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP, yakni
sanksi kenaikan sebesar 100% dari PPN yang tidak atau kurang dibayar.
3. Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000,
antara lain mengatur :
 a. Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib
melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
 b. Pasal 13 ayat (1) huruf c menyatakan bahwa dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat
terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak
seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen).
 c. Pasal 13 ayat (3) huruf c menyatakan bahwa jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah
dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau
kurang dibayar.
4. Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur :
 a. Pasal 4 huruf a menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan
Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
 b. Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
 c. Pasal 9 ayat (8) huruf a dan huruf b menyatakan bahwa Pajak Masukan tidak dapat
dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk
perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebeIum Pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, dan perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
 d. Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c dan huruf f terutang pajak di tempat
tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
 e. Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak
untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf c.
5. Pasal 2 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-160/PJ/2001 tentang Tata Cara
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah, antara lain menyatakan bahwa permohonan pengemballan kelebihan pembayaran pajak
disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
6. Berdasarkan ketentuan pada butir 3 sampai dengan butir 5, serta memperhatikan isi surat Saudara
pada butir 1 dan uraian pada butir 2 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
 a. Mengingat selain di tempat kedudukannya, PT MGI juga melakukan kegiatan usaha di
Kabupaten Rengat maka PT MGI juga wajib melaporkan usahanya di KPP Rengat. Dengan
demikian, baik tempat kedudukan maupun tempat kegiatan usaha dilakukan keduanya
merupakan tempat PPN terutang bagi PT MGI.
 b. Pajak Masukan yang dibayar oleh PT MGI atas perolehan BKP dan atau JKP yang terjadi di
lokasi perkebunan dan pabrik di Kabupaten Rengat (wilayah kerja KPP Rengat) tidak dapat
dikreditkan di KPP PMA Empat, dan mengingat sebagian Pajak Masukan tersebut dibayar oleh
PT MGI sebelum dikukuhkan sebagai PKP di KPP Rengat, maka Pajak Masukan tersebut juga
tidak dapat dikreditkan di KPP Rengat.
 c. Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas dan kompensasi ke
Masa Pajak berikutnya oleh PT MGI di KPP PMA Empat dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana diatur dalam ketentuan pada butir 3
huruf c di atas.
 d. Dengan demikian, penegasan dan perlakuan yang telah Saudara berikan kepada Wajib Pajak
tersebut telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Demikian disampaikan untuk dimaklumi.
a.n. Direktur Jenderal
PJ. Direktur PPN dan PTLL,
ttd.
Robert Pakpahan
NIP 060060167