DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 13 Januari 1994 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 146/PJ.53/1994 TENTANG PPN ATAS PROYEK YANG DIBIAYAI DENGAN DBLN/HIBAH DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 5 Nopember 1993 dan Nomor : XXX tanggal 2 Desember 1993, perihal tersebut diatas, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 402/KMK.04/1985 dan sebagaimana telah ditegaskan dalam : a. Surat Menteri Keuangan Nomor : S-928/MK.04/1987 tanggal 19 Agustus 1987; b. Butir 2.c. Surat Menteri Keuangan Nomor : S-1064/MK.00/1989 tanggal 24 Oktober 1989; c. Butir 2.b. Surat Menteri Keuangan Nomor : S-1322/MK.04/1992 tanggal 22 Oktober 1992; PPN yang terutang atas penyerahan jasa pemborongan bangunan oleh kontraktor, penyerahan jasa konsultan serta penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pemasok untuk proyek Pemerintah (Proyek DIP yang dibiayai dengan dana hibah/pinjaman luar negeri (proyek DBLN), dibayar oleh pemerintah dengan dana APBN yang disediakan untuk proyek DIP tersebut. 2. Sebagaimana telah ditegaskan dalam : a. Butir 3 Surat Edaran Bersama Menteri Keuangan dan Ketua BAPPENAS Nomor : SE-14/A/1987 tanggal 15 Mei 1987; b. Butir 2.d. surat Menteri Keuangan Nomor : S-1064/MK.00/1989 tanggal 24 Oktober 1989; c. Butir 2.b. Surat Menteri Keuangan Nomor : S-1322/MK.04/1992 tanggal 22 Oktober 1992; PPN yang terutang atas penyerahan jasa pemborongan bangunan oleh Kontraktor, penyerahan jasa konsultan serta penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pemasok untuk proyek BUMN/BUMD penerima penerusan kredit/pinjaman luar negeri/Sub loan Agreement (Proyek Non-DIP), dibayar oleh BUMN/BUMD dengan dana BUMN/BUMD itu sendiri atau tetap dibebankan pada dana Non-DIP bersangkutan. 3. Dalam hal pelaksanaan proyek tersebut disubkan kepada para Kontraktor atau PKP lainnya, maka penyerahan BKP/JKP oleh Sub Kontraktor kepada Kontraktor proyek DBLN tetap terutang PPN. PPN yang dibayar oleh Kontraktor atas perolehan BKP/JKP dari Sub Kontraktor tersebut menjadi Pajak asukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran. 4. Dalam surat Saudara Nomor : XXX tanggal 5 Nopember 1993 Nomor : XXX dan tambahan penjelasan dari staf Saudara disebutkan antara lain : 4.1. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH) melaksanakan proyek feasibility study for use of Non ODS Technology in Indonesia. Proyek tersebut dibiayai dengan dana hibah bantuan World Bank. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup tidak memiliki dana untuk membayar pajak-pajak yang terutang yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek dimaksud; 4.2. PT. XYZ bertindak sebagai Konsultan Utama (Main Consultance) proyek tersebut pada butir 4.1; 4.3. Pada pelaksanaan proyek, PT. XYZ sebagai main consultance bekerja sama dengan ABC (konsultan asing) yang bertindak sebagai sub konsultan atas sebagian pekerjaan. 5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut pada butir 1, butir 2 dan butir 3, atas permasalahan Saudara sebagaimana tersebut pada butir 4, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 5.1. Atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh PT. XYZ kepada KLH terutang PPN. Besarnya PPN yang terutang adalah sebesar 10% dari Nilai Kontrak. 5.2. PPN yang terutang tersebut pada butir 5.1. dalam hal proyek dimaksud Proyek DIP, maka PPN dibayar oleh pemerintah dengan dana APBN yang disediakan untuk proyek dimaksud. Dalam hal dana APBN belum tersedia untuk pembayaran PPN tersebut, KLH dapat mengajukan permohonan ke BAPPENAS untuk menyediakan dana sebesar PPN yang terutang tersebut. 5.3. Dalam hal ABC (konsultan asing) sebagai wajib pajak luar negeri melakukan penyerahan JKP kepada PT. XYZ maka atas penyerahan JKP tersebut tetap terutang PPN, mengingat jasa tersebut oleh PT. XYZ dimanfaatkan di dalam daerah Pabean Indonesia. Pada setiap penbayaran fee oeh PT. XYZ kepada ABC, terutang PPN sebesar 10% . PPN yang terutang tersebut dipungut dan disetor oleh PT. XYZ atas nama ABC. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada Surat Setoran Pajak (SSP) agar dibuat sebagai berikut : - 8 digit pertama diisi angka 0; - 3 digit berikutnya diisi dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dimana PT. XYZ terdaftar, dalam hal ini kode KPP PN & D. SSP tersebut diatas merupakan Faktur Pajak khusus dan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran PT. XYZ. Demikian untuk menjadi maklum. DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA ttd SUNARIA TADJUDIN.