DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   24 September 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 351/PJ.43/2003

                            TENTANG

            PENGENAAN PAJAK TERHADAP LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT ABC

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 12 Agustus 2003, dengan ini diberikan penjelasan 
sebagai berikut:
1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa sehubungan dengan Surat Direktur Jenderal Pajak No. 
    S-134/PJ.33/1995 tanggal 11 September 1995, tentang Pengenaan Pajak terhadap Lembaga 
    Pengabdian Kepada Masyarakat Institut XYZ dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : 
    SE-28/PJ.4/1996 tanggal 15 Juli 1996, tentang Perlakuan Pemotongan Pemungutan PPh terhadap 
    Badan/Lembaga Pemerintah, kepada Institut ABC dapat diberikan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh 
    Pasal 22 dan PPh Pasal 23.

    Sehubungan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 2000 tentang 
    Penetapan Institut ABC sebagai Badan Hukum Milik Negara, Saudara mohon penjelasan tentang 
    perlakuan pemotongan PPh terhadap Badan/Lembaga Pemerintah (Institut ABC) yang telah menjadi 
    Badan Hukum Milik Negara.

2.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara 
    Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, antara 
    lain diatur sebagai berikut:
    a.  Pasal 1 angka 1 dan angka 2:
        Yang dimaksud dengan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan 
        peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban 
        perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Badan adalah 
        sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan satu kesatuan baik yang melakukan 
        usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan 
        komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan 
        dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, 
        yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, 
        bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

    b.  Pasal 2 ayat (1):
        Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang 
        wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya 
        diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

    c.  Pasal 3 ayat (1):
        Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan 
        menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta 
        menyampaikannya ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau 
        dikukuhkan.

3.  Berdasarkan Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
    telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 beserta penjelasannya antara lain 
    diatur bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak 
    sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk 
    memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di 
    bidang lain. Yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah:
    -   Bendaharawan pemerintah, termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah 
        Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan 
        dengan pembayaran atas penyerahan barang;
    -   Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan 
        di bidang impor, atau kegiatan usaha di bidang lain.

4.  Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
    Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara 
    lain diatur bahwa atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, 
    jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang 
    dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, penyelenggara 
    kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak 
    Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 
    15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto.

5.  Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan 
    Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, diatur bahwa Wajib 
    Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat menunjukkan tidak akan terutang Pajak Penghasilan 
    karena mengalami kerugian fiskal atau berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal, atau Pajak 
    Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang, dapat 
    mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh 
    pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak.

6.  Berdasarkan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 154 Tahun 2000 tentang Penetapan Institut ABC 
    sebagai Badan Hukum Milik Negara antara lain diatur bahwa pembiayaan untuk penyelenggaraan, 
    pengelolaan, dan pengembangan institut berasal dari pemerintah, masyarakat, pihak luar negeri, 
    usaha dan tabungan institut.

    Dana dari pemerintah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang terdiri atas  
    anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Institut mengalokasikan anggaran yang berasal dari 
    masyarakat sebagai pendamping dana yang diperoleh dari pemerintah dalam pembiayaan rutin.

7.  Berdasarkan Pasal 1 ayat (10) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-192/PJ./2002 tentang 
    Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan, 
    disebutkan bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan 
    atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak karena:
    a.  Wajib Pajak yang dalam tahun berjalan dapat menunjukkan tidak akan terutang Pajak 
        Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal, atau
    b.  Wajib Pajak berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal sepanjang kerugian tersebut 
        jumlahnya lebih besar daripada perkiraan penghasilan neto tahun pajak yang bersangkutan, 
        atau
    c.  Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang.

8.  Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002 
    tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) 
    Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir 
    dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa:
    a.  Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa teknik dan manajemen;
    b.  Besarnya perkiraan penghasilan neto sehubungan imbalan jasa tersebut adalah sebesar 40% 
        dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
    c.  Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa 
        katering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali 
        apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan 
        material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak.

9.  Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 
    tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 
    Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi antara lain diatur bahwa pemotong 
    PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 adalah bendaharawan Pemerintah termasuk bendaharawan pada 
    Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah, Lembaga-lembaga lainnya 
    dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar Negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, 
    tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, 
    jasa dan kegiatan.

10. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.222/1984 tentang Jasa Teknik 
    dan Jasa Manajemen menurut Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, 
    disebutkan bahwa jasa teknik dapat pula berupa pemberian informasi yang berkenaan dengan 
    pengalaman-pengalaman di bidang manajemen.

11. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut:
    a.  Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Institut ABC merupakan subjek pajak, maka atas 
        penghasilan yang diterima atau diperoleh merupakan objek dari Pajak Penghasilan;
    b.  Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Institut ABC merupakan Wajib Pajak yang harus 
        terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Bogor dan mempunyai kewajiban melaksanakan 
        ketentuan peraturan perpajakan termasuk mengisi, menandatangani, dan menyampaikan 
        Surat Pemberitahuan ke KPP Bogor;
    c.  Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat 
        Institut ABC atas kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas terutang PPh Pasal 23 
        atas jasa teknik sebesar 40% x 15% atau 6% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
    d.  Namun demikian Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Institut ABC dapat mengajukan 
        permohonan pembebasan dari pemotongan dan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh 
        pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak apabila memenuhi persyaratan sebagaimana 
        dimaksud dalam butir 4 dan 5 di atas, permohonan tersebut diajukan kepada Kantor 
        Pelayanan Pajak dimana Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Institut ABC terdaftar;
    e.  Bendaharawan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Institut ABC wajib memungut PPh 
        Pasal 22 berkenaan dengan pembelian barang sepanjang dananya bersumber dari APBN 
        sebagaimana dimaksud dalam butir 3 di atas;
    f.  Apabila kemudian Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Institut ABC:
        1). Menyerahkan pelaksanaan dari kegiatan tersebut pada pihak lain, dalam hal ini 
            disubkontrakkan, maka diwajibkan memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas 
            penyerahan jasa tersebut sebagaimana dimaksud dalam butir 6 di atas;
        2). Mempekerjakan tenaga ahli untuk pelaksanaan kegiatan tersebut, maka diwajibkan 
            memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud 
            dalam butir 7 di atas.

Demikian agar Saudara maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd

SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN