DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 21 Januari 1992      

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR S - 11/PJ.31/1992

                            TENTANG

         PENERAPAN PEMOTONGAN PPh PASAL 16 TERHADAP WP LUAR NEGERI
          YANG MERUPAKAN RESIDENT TAX PAYER DARI NEGARA TAX TREATY

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menunjuk surat saya Nomor XXX tentang pemotongan PPh atas bunga dan diskonto, dalam rangka
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 74 TAHUN 1991, khususnya atas bunga yang dibayarkan kepada 
Wajib Pajak luar negeri yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri dari negara yang mempunyai Tax Treaty 
dengan Indonesia, dengan ini disampaikan penegasan sebagai berikut :

1.  Dalam hal penerima bunga adalah Wajib Pajak dalam negeri (resident taxpayer) dari negara-negara 
    yang telah mempunyai Tax Treaty dengan Indonesia, maka tarif pemotongan yang berlaku adalah 
    tarif sebagaimana diatur dalam Tax Treaty yang bersangkutan. Namun demikian, dalam penerapan
    tarif tersebut diperlukan keterangan bahwa yang bersangkutan adalah Wajib Pajak dalam negeri dari 
    negara tersebut (resident taxpayer dari negara tersebut).

    Surat keterangan ini harus dikeluarkan oleh "Competent Authority" dari negara yang bersangkutan. 
    Pada umumnya dalam Tax Treaty dirumuskan bahwa Competent Authority itu adalah Menteri 
    Keuangan atau pejabat yang ditunjuk, dalam hal ini adalah bawahan Menteri Keuangan yang 
    membidangi perpajakan.

2.  Dalam pelaksanaannya, surat keterangan dari Competent Authority tersebut dapat memakan waktu 
    yang cukup lama, sehingga terdapat kemungkinan, apabila menunggu surat keterangan tersebut, 
    batas waktu penyetoran PPh Pasal 26 terlampaui, sehingga bank pemotong dapat dikenakan sanksi 
    administrasi karena terlambat memotong/menyetor.

    Untuk mencegah hal tersebut, maka dalam kasus seperti ini, Bank-bank memotong PPh dengan tarif 
    20% terlebih dahulu. Kemudian Wajib Pajak mengajukan permohonan restitusi kepada KPP yang 
    bersangkutan, dengan melampirkan keterangan dari Competent Authority negara yang bersangkutan.

    Apabila dikehendaki, permohonan restitusi dapat diajukan oleh bank pemotong atau pihak lain yang 
    diberi kuasa oleh Wajib Pajak, atau dapat pula dimintakan kompensasi dengan PPh Pasal 26 yang 
    masih akan dipotong oleh Bank Pemotong.

Demikian penegasan mengenai masalah tersebut, dan atas bantuan Saudara untuk menyebarluaskan kepada 
Bank-bank, saya ucapkan terima kasih.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

Drs. MAR'IE MUHAMMAD