DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
17 Januari 2006
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 28/PJ.52/2006
TENTANG
PERMOHONAN PENEGASAN PEMBAYARAN PPN DI WILAYAH PULAU BINTAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX, tanggal 14 November 2005, hal sebagaimana tersebut pada
pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa :
a. Perusahaan Saudara adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan bijih bauksit.
b. Sesuai dengan Pasal 4A ayat (1) dan ayat (2) huruf a Undang-undang PPN Nomor 8 Tahun
1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang PPN 18 TAHUN 2000, dan
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 menyatakan bahwa bijih bauksit
merupakan jenis barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya yang tidak dikenakan PPN.
c. Sehubungan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b di atas, Saudara
memohon penjelasan hal :
c.1. Apakah atas penyerahan bijih bauksit tersebut dikenakan PPN,
c.2. Jika tidak apakah atas setiap penyerahannya Saudara harus menerbitkan Faktur
Pajak Standar serta membubuhkan stempel PPN tidak dipungut/ditunda/ditangguhkan,
c.3. Apakah Pajak Masukan yang Saudara peroleh dapat dikreditkan.
2. Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut :
a. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 yang mengatur bahwa :
Pasal 1 : - angka 2, Barang adalah barang berwujud, yang menurut
sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau
barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud,
- angka 3, Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang ini.
- angka 23, Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang
dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena
Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena
Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
- angka 24, Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai
yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak
karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan
Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan
atau impor Barang Kena Pajak.
Pasal 4 : huruf a, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Pasal 4A : (1) Jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2
dan jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
5 yang tidak dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang
ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) huruf a, Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan atas kelompok-kelompok barang hasil
pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung
dari sumbernya.
Pasal 9 : - ayat (5), Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena
Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak
juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat
diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak
Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang
pajak.
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang
pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan adalah
penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A
dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai sebagaimana dimaksud Pasal 16B.
- ayat (6), Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena
Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak
juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang
pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang
terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur bahwa :
Pasal 1 : huruf a, Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
adalah Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil
langsung dari sumbernya.
Pasal 2 : Jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari Sumbernya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a
adalah :
a. minyak mentah (crude oil);
b. gas bumi;
c. panas bumi;
d. pasir dan kerikil;
e. batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; dan
f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih
perak serta bijih bauksit.
3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini
ditegaskan bahwa :
3.1. penyerahan bijih bauksit yang perusahaan Saudara lakukan bukan merupakan penyerahan
Barang Kena Pajak, sehingga atas penyerahannya tidak dikenakan PPN. Oleh karena itu
Saudara tidak berkewajiban membuat Faktur Pajak atas penyerahan bijih bauksit yang
Saudara lakukan.
3.2. Mengingat bahwa barang yang saudara hasilkan bukan merupakan Barang Kena Pajak dan
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan
penyerahan yang terutang pajak, maka atas Pajak Masukan yang Saudara peroleh tidak
dapat dikreditkan.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR PPN DAN PTLL,
ttd.
A. SJARIFUDDIN ALSAH
NIP 060044664