DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
21 Januari 2003
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 21/PJ.43/2003
TENTANG
PEMOTONGAN PPh PASAL 23
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 2 Oktober 2002 perihal sebagaimana tersebut di
atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan beberapa hal, sebagai berikut:
a. Dewan Pengurus XYZ Bontang yang mewakili pengusaha rekanan (kontraktor) pemberi jasa
pengadaan tenaga kerja yang dipekerjakan di lingkungan PT ABC di Kalimantan Timur.
b. Kontraktor keberatan terhadap dasar pemotongan PPh Pasal 23 yang diperhitungkan oleh
PT ABC dari seluruh nilai kontrak (bruto), dengan alasan sebagai berikut:
1) unsur biaya terbesar yang dikeluarkan adalah untuk gaji tenaga kerja, peralatan dan
material yang harus sesuai dengan standar PT ABC, sedangkan unsur biaya yang
sepenuhnya dapat dikelola oleh kontraktor adalah overhead dan profit.
2) secara teknis dan sesuai dengan kontrak yang ada, ruang lingkup pekerjaan mereka
menyangkut labor supply, sehingga dapat dipisahkan antara imbalan jasa yang
diterima (overhead dan profit) dengan pengadaannya (gaji tenaga kerja, peralatan
dan material).
c. Atas hal tersebut Saudara berpendapat bahwa sepanjang di dalam kontrak antara kedua
pihak dapat dipisahkan antara imbalan jasa dengan pengadaannya, maka cukup beralasan
bagi kontraktor untuk meminta pertimbangan pemotongan PPh Pasal 23 dari imbalan jasa
neto (overhead dan profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka (2) Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002.
2. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara
lain diatur bahwa atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang
dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak
dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar
15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto.
3. Berdasarkan Pasal 33A ayat (4) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur
bahwa atas Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi,
pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau
perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-
undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau
perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak atau
perjanjian kerjasama dimaksud.
4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Jenis
Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) Undang-undang
Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, dalam Lampiran II angka 2 huruf l diatur sebagai berikut:
a. Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa rekruitmen/penyediaan jasa tenaga kerja;
b. Besarnya perkiraan penghasilan neto sehubungan dengan imbalan jasa rekruitmen/
penyediaan tenaga kerja adalah 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
c. Yang dimaksud dengan imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa catering
adalah jumlah yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam
kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material/barang
akan dikenakan atas seluruh kontrak.
5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan bahwa:
a. Sepanjang PT ABC tidak terkait dengan Kontrak Bagi Hasil yang masih berlaku sampai saat
ini atau apabila dalam Kontrak Bagi Hasil tersebut tidak diatur mengenai kewajiban
pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT ABC, maka:
1) Atas penghasilan yang diterima kontraktor dikenakan pemotongan PPh Pasal 23
sebesar 15% x 40% atau 6% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN hanya atas
jasanya saja apabila dalam kontrak/perjanjian tersebut dapat dipisahkan antara
imbalan jasa yang diterima (overhead dan profit) dengan pengadaannya (gaji tenaga
kerja, peralatan dan material)
2) Atas penghasilan yang diterima kontraktor dikenakan pemotongan PPh Pasal 23
sebesar 15% x 40% atau 6% dari jumlah bruto atas keseluruhan nilai kontrak tidak
termasuk PPN apabila dalam kontrak/perjanjian tersebut tidak dapat dipisahkan
antara imbalan jasa yang diterima (overhead dan profit) dengan pengadaannya
(gaji tenaga kerja, peralatan dan material).
b. Apabila PT ABC terikat dengan Kontrak Bagi Hasil yang masih berlaku sampai saat ini dan
dalam Kontrak Bagi Hasil tersebut diatur mengenai Pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT ABC,
maka perlakuan perpajakannya sesuai dengan Kontrak Bagi Hasil yang bersangkutan.
Demikian agar Saudara maklum.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,
ttd
SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN