DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
26 Mei 2003
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 341/PJ.312/2003
TENTANG
PERSYARATAN USAHA AKTIF UNTUK PENGECUALIAN/PEMBEBASAN PPh ATAS DIVIDEN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 14 Maret 2003 dan Nomor XXX tanggal 25 Maret 2003
perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut, Saudara mengemukakan bahwa:
a. Perusahaan Saudara, PT XYZ merupakan sebuah perusahaan induk yang memiliki investasi
di beberapa anak perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, industri perkebunan,
properti dan perhotelan. Pada tahun 2000, perusahaan bekerja sama dengan PT ABC
mendirikan anak perusahaan PT BCA dengan kepemilikan saham masing-masing sebesar
50%;
b. Pada tahun pajak 2003, PT XYZ memiliki usaha aktif di luar kepemilikan saham, yaitu dengan
melakukan kerjasama dengan PT ABC membangun Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT BCA.
Dari sejak masa pembangunan (investasi) hingga pengoperasian PKS tersebut, PT XYZ
terlibat secara langsung dalam pengawasan dan pemberian advis. Setelah pabrik beroperasi,
PT XYZ menjalankan usaha dagang hasil titip olah, di mana pada awalnya PT XYZ membeli
Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari petani, pedagang pengumpul, dan perusahaan
perkebunan yang kemudian diolah oleh PT BCA dan hasil pengolahan berupa CPO dan inti
kepala sawit akan dijual ke pabrik minyak goreng;
c. Pada tahun pajak yang sama (2003), PT BCA sebagai anak perusahaan memutuskan untuk
membagikan dividen yang berasal dari laba ditahan tahun buku sebelumnya;
d. Saudara menanyakan apakah dividen yang diterima oleh PT XYZ dari PT BCA pada tahun
pajak 2003 dikenakan pemotongan PPh Pasal 23.
2. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), diatur
bahwa yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak antara lain adalah dividen atau bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha
Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan
dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
3. Berdasarkan Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 138 tahun 2000 tentang
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Dalam Tahun Berjalan beserta
penjelasannya, antara lain diatur bahwa:
a. Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UU PPh, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran
atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang
terjadi terlebih dahulu;
b. Saat terutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah saat jatuh tempo (seperti : bunga
dan sewa), saat tersedia untuk dibayarkan (seperti : gaji dan dividen), saat yang ditentukan
dalam kontrak/perjanjian atau faktur (seperti : royalty, imbalan jasa teknik/jasa manajemen
lainnya), atau saat tertentu lainnya.
4. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ.43/1993 tanggal 12 Juli 1993 tentang
PPh Pasal 23/Pasal 26 Atas Pembayaran Dividen Atau Bagian Keuntungan dari Perseroan Dalam
Negeri, antara lain ditegaskan bahwa saat terutangnya/pemotongan PPh Pasal 23/Pasal 26 atas
pembayaran dividen atau bagian keuntungan dari perseroan dalam negeri adalah sebagai berikut:
a. Bagi perusahaan yang tidak go public, saat terutangnya PPh Pasal 23 atau Pasal 26 ialah pada
saat disediakan untuk dibayarkan. Adapun yang dimaksud dengan saat disediakan untuk
dibayarkan adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan yaitu pada
saat pembagian dividen diumumkan/ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan
membagikan dividen sementara (dividen interim), maka PPh Pasal 23/Pasal 26 terutang pada
saat diumumkan/ditentukan dalam Rapat Direksi/pemegang saham sesuai dengan Anggaran
Dasar perseroan yang bersangkutan;
b. Bagi perseroan yang go public, penentuan saat terutangnya PPh Pasal 23/Pasal 26 atas
pembagian dividen baru timbul pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang
berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan PPh Pasal 23/Pasal
26 atas dividen "yang dibayarkan atau terutang" baru dapat dilakukan setelah pemegang
saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut diketahui, meskipun
dividen tersebut belum diterima secara tunai."
5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini dapat ditegaskan bahwa:
a. PT XYZ adalah perusahaan induk (50%) dari PT BCA. Oleh karena itu apabila kegiatan usaha
yang dilakukan di luar kepemilikan saham tersebut hanyalah kegiatan pengawasan dan
pemberian advis dalam pembangunan pabrik kelapa sawit milik anak perusahaan tersebut,
maka belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan usaha aktif sebagaimana dimaksud pada
Pasal 4 ayat (3) huruf f UU Pajak Penghasilan, karena kegiatan tersebut bersifat sementara
(hingga pabrik selesai dibangun) dan hanya sebagai pengawasan internal pemilik perusahaan;
b. Demikian pula apabila kegiatan perdagangan yang dilakukan hanya terbatas menjalankan
fungsi pengawasan/pengendalian terhadap anak perusahaan dalam pengadaan bahan baku
(tandan buah segar) dan pemasaran hasil produksinya (CPO dan hasil lainnya), maka belum
dapat dikategorikan sebagai kegiatan usaha aktif sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat
(3) huruf f UU Pajak Penghasilan;
c. Kegiatan PT XYZ di luar kepemilikan saham sebagai perusahaan induk baru dapat
dikategorikan sebagai kegiatan aktif sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf f UU
Pajak Penghasilan, apabila kegiatan usaha tersebut adalah kegiatan usaha yang dilakukan
sesuai dengan tujuan dan bidang keahlian atau bidang usaha perusahaan penerima dividen,
dan bersifat riil seperti menghasilkan/memperdagangkan barang atau jasa dengan
bertransaksi secara umum/terbuka menurut praktek bisnis yang lazim;
d. Dalam hal kegiatan PT XYZ memenuhi kategori kegiatan usaha aktif sebagaimana tersebut
pada huruf c, maka atas penghasilan dividen yang diterima/diperoleh dari anak perusahaan
(PT BCA) dikecualikan/dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan/pemotongan PPh Pasal
23, apabila pembayaran dividen tersebut berdasarkan Keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) yang sah yang dilakukan setelah terpenuhinya persyaratan kegiatan usaha
aktif dimaksud.
Demikian penegasan kami agar Saudara maklum.
A.n DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR
ttd
IGN MAYUN WINANGUN