DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
18 Januari 2000
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 22/PJ.32/2000
TENTANG
PERMOHONAN PENJELASAN DAN PENEGASAN TENTANG PERLAKUAN PPN ATAS FAKTUR PAJAK MASUKAN
DAN PPh TRANSISI PENGGABUNGAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 17 Nopember 1999 perihal tersebut di atas, dengan ini
disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat Saudara tersebut dinyatakan bahwa :
a. PT XYZ akan menggabungkan diri kepada PT ABC pada tanggal 31 Desember 1999 dan sejak
tanggal 1 Januari 2000 menjadi PT ABC.
b. PT XYZ melakukan impor sebelum tanggal penggabungan dengan membuka L/C dan telah
dimuat dari ekportir/supplier luar negeri kemudian diterbitkan B/L tetapi ternyata realisasi
impornya setelah tanggal penggabungan dengan pengesahan Bea dan Cukai maupun
Sucofindo sehingga dokumen PIB, SSP PPh Pasal 22 Impor, SSP PPN Impor, SSBC Bea Masuk
dan dokumen lainnya masih menggunakan nama PT XYZ.
c. Atas transaksi barang dan jasa dalam negeri yang penyerahannya terjadi sebelum tanggal
penggabungan atas nama PT XYZ, oleh supplier dalam negeri Faktur Pajak dapat dibuat pada
akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan, hal ini berarti Faktur Pajak dibuat setelah
tanggal penggabungan.
Atas permasalahan tersebut Saudara menanyakan apakah setelah penggabungan tersebut PT ABC
dapat mengkreditkan Pajak Masukannya dan apakah pembayaran SSP PPh Pasal 22 Impor dapat
diperhitungkan pada SPT Tahunan.
2. Pajak Pertambahan Nilai
a. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf h dan i Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 (UU PPN), diatur
bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara yang diatur dalam ayat (2); Pajak
Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak
yang sama; bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak dan tidak dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
b. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (9) UU PPN diatur bahwa Pajak masukan yang dapat
dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama,
dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun buku yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan
belum dilakukan pemeriksaan.
c. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (14) UU PPN diatur bahwa apabila terjadi perubahan
bentuk usaha atau penggabungan usaha atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang
diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas BKP, maka :
c.1. Pajak Masukan atas BKP yang dialihkan dan telah dikreditkan oleh PKP yang
melakukan perubahan bentuk usaha atau PKP yang melakukan penggabungan usaha
atau oleh PKP yang mengalihkan seluruh aktiva perusahaan, tetap dapat dikreditkan
dan tidak harus dibayar kembali oleh PKP tersebut.
c.2. Pajak Masukan atas BKP yang dialihkan dan yang belum dikreditkan oleh PKP lama,
dapat dikreditkan oleh PKP yang baru, sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah
terjadinya perubahan bentuk usaha atau penggabungan usaha atau pengalihan
seluruh aktiva perusahaan.
d. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, diberikan penegasan sebagai berikut :
d.1. PT ABC dapat melakukan pengkreditan Pajak masukan yang belum dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama pada masa pajak berikutnya
selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang
bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan
pemeriksaan pajak terhadap PKP yang melakukan penggabungan usaha untuk tahun
pajak yang berkaitan dengan Pajak Masukan yang akan dikreditkan.
d.2. PT ABC tetap dapat melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas impor bahan baku
dan pembelian barang dan jasa di dalam negeri dengan tetap menggunakan Faktur
Pajak atas nama PT XYZ sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah terjadinya
penggabungan usaha, dan
d.3. Pajak Masukan dibayarkan bukan karena adanya Surat Tagihan Pajak yang
dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
d.4. Ketentuan dalam butir d.2 tersebut dapat diberlakukan sepanjang penggabungan yang
dilakukan oleh PT ABC memenuhi ketentuan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas.
3. Pajak Penghasilan
a. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999
tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan butir
2.2.1.4. antara lain ditegaskan bahwa Tahun Pajak terakhir bagi badan usaha yang
melakukan pengalihan harta akan berakhir pada tanggal berlakunya penggabungan atau
peleburan usaha.
Dalam contoh 2 dan contoh 3 butir tersebut antara lain ditegaskan bahwa seluruh jenis
penghasilan, pengurangan dan kredit pajak serta seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan
kegiatan usaha PT B (acquired company) sejak tanggal penggabungan hingga akhir Tahun
Pajak tersebut dimasukkan ke dalam SPT PPh PT yang menjadi "Acquiring Company".
b. Berdasarkan hal-hal tersebut, pembayaran Surat Setoran Pajak PPh Pasal 22 Impor atas
nama PT XYZ yang dilakukan setelah tanggal penggabungan dapat dikreditkan pada SPT
Tahunan PT ABC pada Tahun Pajak dilakukannya penggabungan tersebut.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN
ttd
IGN MAYUN WINANGUN