DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
21 Desember 2001
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 1458/PJ.51/2001
TENTANG
PPN IMPOR YANG DIBAYAR SETELAH DITERBITKANNYA SPKPBM
OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara nomor xxxxxx tanggal 6 Desember 2001, dengan ini diberitahukan hal-hal
sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut secara garis besar dikemukakan bahwa :
1. PT. PI, perusahaan tekstil yang memproduksi kain yang bahannya 100% impor yaitu kapas
dan juga 70% hasilnya diekspor, dikenakan PPN Impor sebesar 0% atas impor kapas
semenjak 1 Januari 2001, yang seharusnya dikenakan PPN Impor sebesar 10%.
2. Saudara ingin menanyakan :
- Apakah PIB yang sudah dibuat pada masa Januari 2001 dan seterusnya lalu ditagih
PPN Impor oleh Bea dan Cukai melalui SPKPBM (Surat Pemberitahuan Kekurangan
Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, dan Pajak Dalam Rangka Impor)
lebih dari tiga bulan bisa dikreditkan.
- Apakah PIB yang termasuk dokumen tertentu dipersamakan dengan Faktur Pajak.
2. Sesuai Pasal 9 ayat (8) huruf h dan huruf I Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 menegaskan bahwa Pajak Masukan
tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk :
a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha;
c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutnya berupa Faktur
Pajak Sederhana;
f. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
g. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (6);
h. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak;
i. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu
dilakukan pemeriksaan.
3. a. Sesuai Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000 menjelaskan surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
b. Sesuai Pasal 13 ayat (1), Pasal 15 ayat (1), Pasal 17, dan Pasal 17A Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 bahwa Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Nihil.
4. Sesuai Pasal 2 huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-522/PJ/2000 tentang Dokumen-
dokumen Tertentu Yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah oleh
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-312/PJ./2001 bahwa Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
yang dilampiri Surat Setoran Pajak dan atau bukti pungutan pajak oleh Direktur Jenderal Bea dan
Cukai untuk impor Barang Kena Pajak diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar.
5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dengan ini ditegaskan bahwa :
a. SPKPBM yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai bukan merupakan surat
ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf h dan butir 3 di atas.
b. PIB dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar dan dijadikan sebagai bukti dalam
pengkreditan Pajak Masukan apabila PIB tersebut telah dilampiri dengan Surat Setoran Pajak.
c. Oleh karena itu, apabila PPN atas impor yang ditagih SPKPBM sudah dibayar dengan Surat
Setoran Pajak dan pengeluaran atas impor tersebut tidak termasuk dalam pengeluaran yang
Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana tersebut dalam butir 2, maka PPN
yang dibayar atas impor tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
d. Pengkredtian Pajak Masukan tersebut dapat dilaporkan dalam SPT Masa PPN dimana
pembayaran atas utang PPN Impor tersebut dilakukan.
Demikian agar Saudara maklum.
a.n. Direktur Jenderal,
Direktur Pajak Pertambahan Nilai
Dan Pajak Tidak Langsung Lainnya.
ttd.
I Made Gde Erata
NIP. 060044249
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Pajak
2. Direktur Peraturan Perpajakan
3. Kepala KPP Pekalongan